Rabu, 25 Maret 2015

ASMA AKUT

OLEH
ANISSA CINDY NURUL  AFNI, S. Kep., Ns., M. Kep

A.    Patofisiologi
  1. Ditandai dengan hipersensitivitas cabang trakeobrankhial serta inflamasi jalan nafas terhadap berbagai jenis rangsangan. Hal ini menyebabkan terjadinya bronkospasme dan penyempitan jalan nafas yang dapat kembali (Price and Wilson, 2006).
Gambar: Patofisiologi Asma

  1. Penyempitan jalan nafas pada pasien asma tidak hanya disebabkan oleh bronkospasme, tetapi juga dapat disebabkan oleh edema mukosa dan hipersekresi mukosa yang kental.
Gambar: Penyempitan jalan nafas
  1. Faktor pencetus ataupun allergen dapat merangsang respon hipersensitivitas tracheobronchial yang menyebabkan bronkospasme sehingga dapat muncul dispnea dimana perasaan tercekik, mencari posisi yang nyaman dengan berdiri atau duduk, dan menggunakan usaha untuk bernafas secara maksimal.
  2. Respon hipersensitivitas juga merangsang percabangan trakeobronkhial melebar dan memanjang selama inspirasi. Namun, kondisi bronkeolus yang menyempit akibat spasme, edema mukosa ataupun terisi mukus  menyebabkan udara sulit untuk keluar sehingga fase ekspirasi memanjang (Price and Wilson, 2006).
  3. Serangan dapat berlangsung dalam beberapa menit ataupun beberapa jam yang disertai dengan batuk produktif serta sputum dengan warna keputihan.
  4. Asma di bagi menjadi 3 (Price and Wilson, 2006):
a.       Asma Ekstrinsik /Alergik
Pemicu imunnologi yang berhubungan dengan alergi merangsang munculnya respon imun humoral dengan mengaktifkan multiseluler secara komplek, termasuk sel mast (berhubungan dengan alergi), eosinofil dan antibodi imunoglobin E (Ig E) yang akan meningkat pada reaksi hipersensitivitas. Mediator inflamasi menyebabkan kontraksi otot-otot halus, vasodilatasi, edema mukosa, peningkatan sekresi mucus, dan infiltrasi eosinofil makrofag. Asetilkolin secara langsung meningkatkan reisitensi jalan nafas dan sekresi bronchial. Respon kolinergik merangsang munculnya histamine dan penurunan mediator inflamasi, dengan tanpa Ig E (Ed: Howard and Steinmann, 2010).
1)      Pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit atopic (hay fever, exzema, dermatitik, dan asma)
2)      Disebabkan oleh kepekaan individu terhadap allergen seperti:
a)      Serbuk sari yang dihirup
b)      Bulu halus binatang
c)      Spora jamur
d)     Debu
e)      Serat kain
f)       Makanan à susu ataupun coklat

b.      Asma Intrinsik /Idiopatik
Umumnya tidak dijumpai faktor pencetus yang menyebabkan munculnya gejala asma. Pemicu nonimunologi merangsang nervus sistem otonom dan menyebabkan sel mast dan respon mediator inflamasi (Ed: Howard and Steinmann, 2010). Faktor nonspesifik biasanya Flu biasa, Latihan fisik, Emosi.
Sebagai contoh;
a.       Stres emosional, memicu aktifnya sistem parasispatis dan menstimulasi hipotalamus.
b.      Latihan fisik (olahraga), memicu munculnya asma jika dilakukan lebih dari 10-20 menit. Hal ini karena
c.       Refluk Gastroesofageal, hal ini terjadi akibat adanya spasme esofagus dan refluk yang merangsang adanya spasme bronchial dan struktur esogafus.
c.       Asma Campuran
1)      Terjadi akibat adanya allergen sebagai faktor pencetus dan kondisi ketidaksatabilan kondisi fisik

B.     Diagnosis dan Manifestasi Klinis Asma Akut
  1. Diagnosis pasien asma berdasarkan pada:
a.       History à gejala, pola, pemicu, riwayat keluarga, alergi yang dimiliki
b.      Examination
c.       Hasil Lab
1)      Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
o   Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil.
o   Spiral curshmann, yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
o   Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
o   Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2)      Pemeriksaan darah
o   Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
o   Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
o   Hiponatremia
o   Leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana  menandakan terdapatnya suatu infeksi.
3)      Pemeriksaan penunjang
a)      Pemeriksaan radiologi
§  umumnya normal
§  Pada waktu serangan dapat menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
§  Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
*      Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
*      Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
*      Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru         
b)      Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c)      Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Pasien dengan riwayat asma lebih dari 5 tahun harus segera dilakukan spirometri. Hal ini bertujuan mengevaluasi volume udara inhaled dan exhaled. Spirometri dapat menunjukkan adanya obstruksi dan mengkaji keterbatasan jalan nafas.
  1. Manifestasi klinis pada pasien asma;
a.       Batuk
b.      Wheezing
c.       Waktu ekspirasi yang memanjang
d.      Menurnnya Peak ekspiratory flow
e.       Adanya usaha yang kuat untuk bernafas
f.       Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
g.      Pasien datang ke IGD dapat dengan kondisi penurunan saturasi oksigen, dan penurunan kesadaran dan peningkatan usaha untuk bernafas.

C.    Manajemen Asma Akut
  1. Tujuan umum manajemen asma di IGD adalah mempertahankan kepatenan jalan nafas, mencegah terjadinya hipoksemia, mencegah terjadinya gangguan pertukaran gas dan mempertahankan fungsi paru tetap normal.
  2. Penanganan Asma secara umum adalah:
a.       Bronkodilator à Epinefrin (ex: Adrenalin)
b.      Inhaled à Dexamethasone
c.       Menghindari allergen
d.      Kortikosteroid
  1. Tindakan penanganan awal di RS;
a.       Pemberian oksigen aliran tinggi
b.      Posisi fowler
c.       Pasang puls oksimetri
d.      Terapi nebulizer
e.       Dan mengontrol gejala yang muncul dengan obat-obatan
f.       Lakukan pengambilan sampel BGA untuk melihat jumal oksigen yang ada pada arteri
  1. Obat-obatan pada pasien asma bertujuan untuk:
a.       Menurunkan spasme bronkus
b.      Inflamasi pada jalan nafas
c.       Edema mukosa
d.      Hiperaktif jalan nafas
e.       Dan mencegah adanya asma eksaserbasi

D.    Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
  1. Pengkajian
a.      Primary survey priorotas (ABCDE)
1)      Airway
·         Umumnya terjadi penyumbatan pada jalan nafas akibat adanya bronkospasme ataupun sekresi yang tertahan.
2)      Breathing       
·         Kaji keefektifan pola nafas, Respiratory Rate, abnormalitas pernapasa, pola nafasa, bunyi nafas tambahan mengi,suara nafas dapat menurun hingga tidak terdengar.  penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung, saturasi oksigen.
3)      Circulation
·         Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral, suhu

b.      Secondary Survey
1)      Tanda-tanda vital secara keseluruhan
2)      History : AMPLE
-          Alergi                                : Makanan, obat-obatan
-          Medikasi               : Obat-obatan yang sedang digunakan farmakoterapi dan herbal
-          Past health History            : riwayat penyakit sebelumnya
-          Last meal eaten                 : makanan atau minuman terakhir yang dimakan pasien.
-          Events Leading to the Illnes/injury
ü  Kronologi kejadian
ü  Lamanya gejala yang dirasakan
ü  Penangana yang telah dilakukan à penggunaan bantal yang dilakukan untuk menurunkan gejala
ü  Gejala lain yang dirasakan à umumnya terdapat kelelahan, mual dan muntah, diaforesis
ü  Lokasi nyeri atau keluhan
3)      Head to Toe

  1. Masalah Keperawatan yang Muncul
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.      Keefektifan pola nafas
3.      Gangguan pertukaran gas
4.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan Oksigen.

Daftar Pustaka

  1. Price, S. A., and Wilson, L. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
  2. Morton, P. G., and Fontaine, D. K. 2013. Essentials of Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Phipadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
  3. Ed: Howard, P. K., and Steinmann, R. A. 2010. Sheehy’s Emergency Nursing; Principle and Practice. Sixth Edition. Amerika: Mosby Elsevier.

Minggu, 15 Maret 2015

KONSEP PENYAKIT KRONIS

KONSEP PENYAKIT KRONIS
Oleh : Anissa Cindy Nurul Afni, S, Kep., Ns., M. Kep

A.     Cakupan Pembelajaran
1.      Definisi kondisi kronis
2.      Karakteristik kondisi kronis dan implikasi pada pasien dengan kondisi kronis dan keluarga
3.      Masalah yang Muncul Selama Kondisi Kronis
4.      Masalah Psikologis pada Kondisi Kronis
5.      Fase-fase dalam kondisi kronis
6.      Implikasi keperawatan pada kondisi kronis

B.      Materi Pembelajaran
1.      Definisi Kondisi Kronis
Kondisi kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berhubungan dengan gejala, gangguan, ataupun ketidakmampuan dan membutuhkan manajemen pengobatan dan perawatan dalam waktu yang lama (≥ 3 bulan).
Kondisi kronis digambarkan sebagai penyakit yang berjalan lama dan mungkin juga tidak dapat disembuhkan. Karakteristik khas penyakit kronis yang berlangsung lama sering menimbulkan masalah dalam manajemen pengobatan dan perawatan pasien.
Kondisi kronis memberikan dampak psikososialkultural dan ekonomi bagi pasien dan keluarga.  Reaksi psikologi dan emosional pada kondisi akut dan kronis berbeda. Reaksi ini umumnya terjadi tidak hanya saat awal kejadian tetapi juga saat gejala berulang terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pasien dan keluarga dengan kondisi kronis anataralain:
a.      Kepribadian pasien sebelum memiliki penyakit
b.      Sikap pasien dalam memecahkan masalah dan menghadapi kesedihan (duka cita) sebelum memiliki penyakit
c.       Situasi saat penyakit muncul (kejadian) dan dampak perubahan gaya hidup yang terjadi secara tiba-tiba
d.      Konsep keluarga dan individu dalam menghadapi stress
e.      Gaya hidup pasien dan keluarga sebelumnya
f.        Pengalaman dengan penyakit sebelumnya

2.      Karakteristik Kondisi Kronis
Karakteristik efek yang mengikuti perkembangan penyakit kronis, yaitu:
a.      Penatalaksanaan penyakit kronis melibatkan seluruh aspek, tidak hanya masalah medis
b.      Kondisi kronis akan melewati anyak fase berbeda pada perjalanan penyakit
c.       Pengobatan dan perawatan kondisi kronis membutuhkan kepatuhan terhadap manajemen pengobatan
d.      Satu kondisi penyakit kronis dapat menjadi penyebab dari kondisi kronis lainnya
e.      Penyakit kronis memberikan dampak pada keluarga
f.        Terdapat tanggung jawab besar setiap harinya dalam manajemen perawatan dan pengobatan pasien dengan penyakit kronis
g.      Manajemen kondisi kronis merupakan perjalanan yang sangat panjang
h.      Manejemen kondisi kronis merupakan proses kolaborasi
i.        Manajemen kondisi kronis merupakan sesuatu yang sangat mahal
j.        Kondisi kronis merupakan kondisi sulit yang dapat meningkatkan isu etik bagi pasien, tenaga kesehatan dan sosial
k.       Hidup dengan penyakit kronis seperti hidup dengan ketidaktentuan

3.      Masalah yang Muncul Selama Kondisi Kronis
Kondisi kronis memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari  individu dan keluarganya sebagai bagian dari sosial. Gaya hidup pasien dan keluarga dapat mengalami perubahan. Perubahan kondisi pada pasien dapat disimpulkan di bawah ini:
a.      Fokus pada pencegahan kekambuhan, mengurangi dan manajemen gejala serta komplikasi
b.      Adanya adaptasi psikologi terhadap perubahan kondisi dan ketidakmampuan yang dialami
c.       Fokus pada manajemen pengobatan dan perawatan yang telah ditentukan
d.      Perubahan harga diri dan ideal diri pasien dan fungsi keluarga
e.      Usaha untuk mengembalikan dan menormalkan kehidupan individu dan keluarga
f.        Hidup dengan batasan waktu (ketidakpastia), isolasi sosial, dan kesendirian
g.      Harapan akan kematian dengan martabat dan kenyamanan

Setiap pasien dengan kondisi kronis memiliki pengalaman masing-masing terhadap gangguan atau ketidakmampuan yang dialami. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon seseorang terhadap penyakit kronis, yaitu:
a.      Faktor personal (ex: jenis kelamin, ras, umur, mekanisme koping, dan pengalaman lalu)
b.      Hubungan dan dukungan lingkungan sosial dan keluarga
c.       Status sosioal dan ekonomi
d.      Budaya
e.      Lingkungan (fisik, sosial, dan politik)
f.        Aktivitas (ex: kegiatan harian, hiburan, sekolah, dan pekerjaan)
g.      Tujuan kehidupan individu

4.      Masalah Psikologis pada Kondisi Kronis
Kondisi kronis akan memberikan stress tersendiri pada pasien. Perubahan positif dan negatif membuat pasien harus adaptasi terhadap kondisinya dan dapat menimbulkan stress tersendiri. Stress ini berhubungan dengan ancaman yang digambarka oleh individu mengenai penyakitnya. Beberapa ancaman yang terkadang dirasakan oleh pasien:
a.      Ancaman untuk kehidupan dan kebaikan kondisi fisik
b.      Ancaman terhadap integritas tubuh dan kenyamanan sebagai akibat dari penyakit dan ketidakmampuan, baik itu akibat prosedur diagnostik ataupun pengobatan dan perawatan
c.       Ancaman untuk kemandirian
d.      Ancaman untuk konsep diri dan peran diri
e.      Ancaman untuk tujuan hidup dan rencana masa depan
f.        Ancaman untuk hubungan dengan keluarga, teman dan relasi
g.      Ancaman Ancaman terhadap kemampuan yang dimiliki
h.      Ancaman untuk ekonomi

Masalah ini dipengaruhi oleh mekanisme koping individu dalam menghadapi masalah. Mekanisme koping merupakan kemampuan individu untuk dapat menghadapi stress, masalah, perubahan yang terjadi didalam kehidupannya.
 
5.      Fase dalam Kondisi Kronis
Terdapat sembilan (9) fase yang umumnya dilalui oleh pasien dan keluarga dalam menghadapi kondisi kronis:
a.      Pre Trajectory Phase
Fase dimana seseorang berisiko untuk mengalami kondisi kronis yang berkembang dari situasi atau penyakit yang dialaminya. Perkembangan kondisi ini dapat terjadi akibat faktor genetik ataupun gaya hidup yang dapat memicu perkembangan kondisi jatuh ke kondisi kronis.
b.      Trajectory Phase
Karakteristik pada fase ini adalah terjadinya onset atau awal mula munculnya gejala, gangguan ataupun ketidakmampuan  yang berhubungan dengan kondisi kronis.  Sejak diagnosa ditegakkan, kondisi ketidakpastian akan kehidupan mulai dirasakan pasien.
c.       Stable Phase
Pada fase ini, individu gejala dan ketidakmampuan telah tampak dan dapat di manajemen dengan baik. Meskipun dalam kondisi ini pasien telah dapat memanajemen kondisinya dengan baik, tetapi dibutuhkan peran perawat untuk memberikan reinforcement positif.
d.      Unstable Phase
Pada fase ktidakstabilan, kondisi gejala penyakit, perkembangan komplikasi, aktifitas harian pasien terganggu karena kondisi tidak terkontrol.
e.      Acute Phase
Pada fase akut, kondisi penyakit kronis pasien dapat tiba-tiba mengalami serangan mendadak yang berisiko mengalami kondisi kegawatan. Sehingga terkadang dapat membuat pasien dan keluarga panik dan cemas.
f.        Chrisis Phase
Karakteristik kondisi ini adalah kondisi pasien jatuh kedalam kondisi yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan dan pengobatan kegawatdaruratan.
g.      Comeback Phase
Pada Fase ini pasien kembali dari fase akut dan krisis. Proses belajar dan menerima kondisi gangguan dan ketidakmampuan yang dialami perlu mendapat dukungan oleh keluarga dan perawat.
h.      Downward Phase
Karakteristik kondisi ini adalah adanya penurunan kondisi pasien terhadap penyakit yang dialaminya.
i.        Dying Phase
Merupakan fase persiapan kematian dengan tenang yang harus diterima oleh keluarga dan pasien. Pada kondisi ini perawat memiliki tugas untuk membantu pasien menghadapi kematian dengan tenang dan baik, dan mendukung keluarga untuk dapat menerima kematian pasien.

6.      Implikasi Keperawatan pada Kondisi Kronis
Mengelola seseorang dengan penyakit kronis atau ketidakmampuan tidak hanya terfokus dengan aspek medis atau kondisi fisik yang dialami pasien tetapi juga mengelola pasiennya secara individu, fisik, emosional dan sosial. Fokus pengelolaan pasien dengan penyakit kronis dimulai dari pengkajian hingga evaluasi
a.      Step 1: Mengidentifikasi Trajectory Phase
Pada tahap satu ini, perlu mengidentifikasi secara spesifik masalah medis, sosial, dan psikologi serta kebutuhan support emsional. 
b.      Step 2: Merumuskan Tujuan
Pada tahap kedua ini perawat merumuskan tujuan dalam perawatan pasien. Perawat berkolaborasi dengan pasien, keluarga, dan tim perawatan serta pengobatan pasien.
c.       Step 3: Membuat Perencanaan untuk keberhasilan Tujuan
Pada tahap ini, perawat merumuskan intervensi yang akan dilakukan guna mencapai keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien.
d.      Step 4: Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat tercapainya tujuan
Pada tahap ini, perawat mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat proses perawatan. Baik itu fasilitas yang ada, kemampuan ekonomi pasien dan keluarga, dukungan keluarga dan lingkungan. Semua faktor biopsikososial dan cultural serta ekonomi yang mendukung perawatan pasien.
e.      Step 5: Mengimplementasikan rencana yang telah disusun
Pada tahap ini , perawat mengimplementasikan rencana tindakan yang telah disusun.
f.        Step 6: Mengevaluasi Keefektifan dari Intervensi
Pada tahap ini, perawat mengevalusi keefektifan intervensi yang telah disusun untuk melihat keberhasilan tujuan.

C.      Daftar Pustaka:
Patricia, P., A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC
Jenice, L.H. and Kerry, H. (2013). Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing 13th ed.