Senin, 01 Juli 2013

EFEKTIFITAS SENGSTAKEN BLAKEMORE TUBE PADA PASIEN GI BLEEDING


ESSAY

EFEKTIFITAS SENGSTAKEN BLAKEMORE TUBE
PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL



Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015

  

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013


               
A.   Latar Belakang
Perdarahan gastrointestinal merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai pada emergency department. Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan, hampir 80% kasus perdarahan gastrointestinal berasal dari perdarahan esofagus, gaster dan deudenum. Sebagian pasien datang dengan kondisi stabil namun tidak sedikit juga datang dalam kondisi gawat darurat. Kejadian perdarahan akut saluran pencernaan tidak hanya terjadi di luar rumah sakit tetapi dapat juga terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat (Djumhana, 2005).
Manajemen perdarahan gastrointestinal terutama seperti pada kasus hemoragi varises esovagus merupakan suatu hal yang sangat menantang. Hal ini dikarenakan banyaknya komplikasi yang mungkin muncul baik sebelum maupun setelah penanganan. Salah satu tindakan life saving yang dapat dilakukan adalah esophagostric tamponade tubes dengan Sengstaken BlakemoreTube (SBT) (Day, 2001). Pada 60-90% pasien dengan acute variceal haemorrhage, Sengstaken Blakemore dapat menjadi alternatif terapi modalitas yang efektif dalam penanganan varies esophagus dan gastric varises (Yoshida, Marmada, Taniai, Yoshioka, Hirakata, Kawano, Mizuguchi, Shimizu, Ueda, and Uchid, 2012)
Sengstaken Blakmore tube telah mulai diperkenalkan sejak tahun 1930an sebagai treatmen untuk perdarahan varises esophagus dan mulai sangat berkembang sejak tahun 1950 yang kemudian mulai muncul komplikasi (Hanna, Warren, Galambos, and Millikan, 1981). Meskipun tehnik Sengstaken Blakmore tube telah menjadi metode sejak lama dalam mengontrol perdarahan terutama pada varises esophagus, digambarkan juga beberapa kegagalan dalam menghentikan perdarahan dan tingginya morbiditas dan mortalitas yang dihasilkan akibat dari pemberian tehnik ini (Bauer, Kreel, and Kark, 1974). Melihat pro dan kontra dari latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk mengambil tema mengenai efektifitas Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal sebagai bahan kajian.
Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi kajian referensi baru dalam dunia keperawatan untuk melihat efektifitas Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal. Bagi perawat sendiri dalam praktik klinik dapat menjadi referensi terapi alternative mandiri keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien jika Sengstaken Blakemore tube terbukti efektif dalam menghentikan perdarahan gastrointestinal.

B.   Analisis Literature
Sengstaken-Blakemore merupakan sebuah pipa yang memiliki 4 lumen, yaitu esophageal lumen balloon, gastric balloon lumen, dan dua lumen yang mengaspirasi isi esofgus dan gastric (Abbenbroek, 2005). Sengstaken-Blakemore terdiri atas bagian distal ballon yang mengembang hingga ke abdomen dan bagian proksimal balloon yang mengembang hingga ke dalam esophagus (Barchini and Holt, 2011). Ketika gastric balloon dikembangkan kondisi ini akan mendesak dan memberikan tekanan pada area gastric dan varises esophagus sehingga dapat menahan adanya perdarahan. Esophageal lumen balloon dapat dikembangkan dan memiliki tekanan hingga 20-40 mm Hg (Abbenbroek, 2005).
Sengstaken-Blakemore menjadi salah satu alternative penanganan pertama dalam prosedur tetap di Royal Prince Alfre Hospital Intensive Care selain Linton Nachlas Tube. Sengstaken-Blakemore tube memiliki volume maksimal hingga 250 ml. Sedangkan esophageal lumen balloon memiliki kapasitas maksimal 150 ml (Abbenbroek, 2005).
Namun dalam wacana mengenai keefektifan Sengstaken Blakemore tube sebagai life saving dalam menghentikan perdarahan gastrointestinal, Sengstaken Blakemore tube juga memiliki komplikasi (Abbenbroek, 2005). Komplikasi yang mungkin muncul 10-40% kasus adalah aspirasi pneumonia, perforasi esophagus dan gastric, rupture balloon, obstruksi jalan nafas, fistula bronkoesofageal, dan nekrosis pressure (Barchini and Holt, 2011). Di bawah ini merupakan gambar Sengstaken-Blakemore tube.

Gambar 1: Sengstaken BlakemoreTube

Bauer et al (1974) melakukan penelitian kepada 47 pasien yang dibagi ke dalam 2 kelompok. Dua pulu lima (25) pasien dengan perdarahan aktif varises esophagus dan tamponade esophagus diberikan Sengstaken Blakmore tube untuk mengontrol perdarahan, sedangkan 22 lainnya tidak mendapatkan Sengstaken Blakmore tube. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah Sengstaken Blakmore tube sukses dalam menghentikan perdarahan pada 21 pasien dan 4 lainnya harus mendapatkan emergency portosystemic shunt sebagai penanganan lanjutan. Dari 21 pasien yang sukses dengan Sengstaken Blakmore tube, 12 diantaranya tidak mengalami perdarahan berulang dan 9 lainnya mengalami perdarahan berulang. Dari 9 pasien yang mengalami perdarahan berulang 6 diantaranya dilakukan pengembangan Sengstaken Blakmore tube ulang dan 3 lainnya gagal untuk di kontrol hingga harus dilakukan urgent operasi. Sedangkan 6 pasien yang dilakukan pengembangan ulang Sengstaken-Blakmore tube perdarahan berulang dapat dikontrol dengan sukses (Bauer, Kreel, and Kark, 1974).
Literatur review yang dilakukan oleh  Garcia-Tsao et al (2007) mencoba menganalisa berbagai jurnal terkait beberapa manajemen tindakan pada pasien dengan varises dan variceal hemoragi salah satunya adalah Ballon tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube. Hasil analisa didapatkan Ballon tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube sangat efektif dalam mengontrol perdarahan pada lebih dari 80% pasien (109 pasien). Bagaimanapun, tindakan ini digunakan dengan potensial komplikasi yang mungkin terjadi seperti aspirasi, perpindahan posisi tube, dan nekrosisi/perforasi pada esophagus dan terakhir tingginya mortalitas 20% pada pasien. Meskipun begitu, Ballon tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube tetap harus diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang tidak terkontrol dengan terapi lain seperti TIPS. Hal yang harus diperhatikan selama penggunaan adalah manajemen jalan nafas pasien. Garcia-Tsao et al (2007) merekomendasikan, Ballon tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube sebagai terapi efektif dalam 24 jam pada pasien dengan perdarahan tidak terkontrol dengan level evidence based Kelas 1 dan Level B. Kelas I diartikan sebagai kondisi untuk penerapan evidence base disetujui untuk diterapkan dalam prosedur diagnostic, perawatan, penggunaan dan efektif dalam pemberiannya. Level B diartikan sebagai hasil-hasil analisa literature yang didapat terdiri atas randomized trial atau non randomized study (Garcia-Tsao, Sanyal, and Grace, 2007).
Review yang dilakukan oleh McLean and McCartan (2008) terkait prosedur tetap (protap) pada Intensive Care Unit Management Committee Wenthworth Area Health Service mengenai pemasangan Sengstaken Blakemore Tube mendapatkan hasil protap pertama kali dibuat pada tahun 2000 dan direvisi pertama kali April 2005 dan mulai efektif digunakan April 2005. Review kemudian dilakukan oleh McLean and McCartan pada tahun 2008. Dalam protap terakhir ini dijelaskan tujuan dari pemasangan Sengstaken Blakemore Tube bertujuan untuk mengontrol perdarahan tidak lebih dari 24 jam. Spesialis gastroenterology pada intensive care unit atau perawat RN harus memasang Sengstaken Blakemore Tube pada pasien dengan perdarahan dan perawat  RN melakukan monitor, merawat dan melepas Sengstaken Blakemore Tube setelah 24 jam.
Sebuah studi kasus lain dilakukan oleh Barchini and Holt (2011) terhadap pasien berusia 62 tahun dengan AIDS dan serosis hepatis yang mengalami melena dan hematemesis. Ketika prosedur ini digunakan sebagai pengganti prosedur TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt), angka kejadian mortalitas selama 6 minggu pertama adalah 60%. Meskipun pemberian dan penempatan Sengstaken Blakemore memiliki banyak komplikasi secara signifikan, ini adalah simple bedside procedure yang dapat dilakukan sebagai life saving pada acute variceal haemorrhage (Barchini and Holt, 2011).
Wu et al pada tahun 2013 melakukan sebuah studi kasus yang dilakukan kepada pasien laki-laki 82 tahun dengan perdarahan aktif saluran pencernaan bagian atas dan mengalami syok hipovolemik. Perdarahan pasien berhenti dan hemodinamik pasien menjadi stabil setelah dilakukan tindakan pemasangan Sengstaken Blakemore Tube pada pasien. Pasien juga mendapatkan operasi sebagai penghentian perdarahan. Dalam penelitian ini Sengstaken Blakemore Tube tetap digunakan selama procedure operasi untuk meminimalisir perdarahan selama operasi. Berdasarkan study kasus yang dilakukannya, Sengstaken Blakemore Tube merupakan metode konvensional yang mudah untuk dipelajari, tehnik yang simple dan lebih efektif dan metode yang efisien dengan rendahnya komplikasi. Rekomendasi yang diberikan adalah Sengstaken BlakemoreTube dapat digunakan sebelum dan dalam intraoperatif pasien dengan perdarahan gastrointestinal (Wu, Hsu, Hung, Peng, and Chang, 2013).

C.   Strategi Penerapan/Pembahasan
Pro dan kontra penelitian yang dilakukan terkait penggunaan Sengstaken Blakemore Tube sebagai terapi pada pasien perdarahan gastrointestinal menjadi penentu dalam penerapannya di praktik klinik. Meskipun dirasa efektif sebagai prosedur terapi dan telah menajdi prosedur tetap pada Unit Perawatan Intensive (ICU) dan emergency department (ED), namun dibutuhkan clinical signifikansi dalam menentukan layak tidaknya terapi ini diterapkan dalam praktik klinik.


Tabel 1. Studi Klinis Keberhasilan SBT pada Pasien dengan Perdarahan GI
Peneliti/Tahun/Jurnal Publikasi/Judul Penelitian
Jumlah Resp
Penyakit
Intervensi Penelitian
Hasil
Level Evidance Based
Bauer et al./1974/ Ann Surg. 179 (3): 273-277/The use of the sengstaken-balemore tube for immediate control of bleeding esophageal varices

45
Pasien dengan perdarahan aktif varises esophagus
25 pasien dengan SBT dan 22 pasien tanpa SBT
(case study)
21 pasien yang diberikan tindakan Sengstaken Blakmore tube (SBT) sukses dalam menghentikan perdarahan. Dan 4 pasien lainnya membutuhkan emergency portosystemic shunt.
4
Garcia-Tsao et al./2007./ American Journal of Gastroenterol. 102: 2086-2102./ Prevention and management of gastroesophageal varices and variveal hemorrhage in cirrhosis.
(Systematic Review)

-
Pasien dengan varises dan variceal hemoragi

SBT
Terapi SBT efektif dalam 24 jam pada pasien dengan perdarahan tidak terkontrol dengan level evidence based Kelas 1 dan Level B.
2
Barchini et al./2011/ Yale Primary Care Residency Program. New Haven and Waterbury/
Interactable upper gastrointestinal bleeding: to Blakemore or Blakeless?
(Study case)
1
Pasien dengan AIDS dan serosis hepatis yang mengalami melena dan hematemesis.
SBT
Selama 6 minggu setelah pemberian angka mortalitas 60%. SBT sebagai simple bedside procedure yang dapat dilakukan sebagai life saving pada acute variceal haemorrhag.
4
Wu et al/2013./ Journal of Sace Reports. 3(1): 137-141./Successful Intraoperative Resucitation following upper gastrointestinal bleeding using the retrograde insertion of a sengstaken balkemore tube.
1
Pasien dengan perdarahan aktif saluran pencernaan bagian atas dan mengalami syok hipovolemik
SBT sebelum dan selama operasi.
Perdarahan pasien berhenti dan Hemodinamik pasien menjadi stabil
4
*  Sumber: (National Health and Medical Research Council, 2009) dan
(Melynyk, & Fineout-Overholt, 2011) dan (CEBM, 2011)
Efektifitas penerapan Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal dapat dilihat berdasarkan penilaian level evidence based jurnal dan resferensi yang didapat. Level 1 pada penelitian dengan systematic review yang menggunakan randomize control trial, level 2 penelitian dengan randomize control, level 3 penelitian yang tidak menggunakan randomized konrol tetapi terdapat kelompok kontrol dan perlakuan atau bentuk eksperimen (Melynyk, and Overholt, 2011). Jurnal, artikel dan abstrak yang didapat level 4 jika berupa study kasus dan level 5 jika sebuah opini (CEBM, 2011).
Sebagai penguat clinical signifikansi penerapan Sengstaken Blakemore tube di praktik klinik, penulis mencoba membuat analisa SWOT terkait penerapannya. Kekuatan penerapan Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal dapat dilihat berdasarkan level evidence basednya. Kelemahan dalam penerapannya adalah banyaknya komplikasi yang mungkin muncul pada pasien selama dan setelah pemasangan Sengstaken Blakemore tube. Dukungan dalam penerapan Sengstaken Blakemore tube ini dapat dilihat berdasarkan adanya protap di beberapa rumah sakit yang telah sejak lama menggunakan Sengstaken Blakemore tube sebagai terapi (Abbenbroek, 2005). Ancaman dalam penerapan Sengstaken Blakemore tube dapat berupa urgent operasi atau emergency portosystemic shunt sebagai penanganan lanjutan jika dirasa gagal. Hal ini terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Bauer et al (1974), dimana 4 pasien yang langsung gagal dan 3 pasien yang mengalami perdarahan berulang dan kemudian gagal dalam menghentikan perdarahan membutuhkan emergency portosystemic shunt. Ancaman lain dapat terjadi jika komplikasi pemasangan Sengstaken Blakemore tube muncul, hal ini justru dapat memperparah kondisi pasien.
Mempertahankan kepatenan jalan nafas dan restorasi volume intravascular dalam menghentikan perdarahan dengan cepat adalah tujuan tata laksana awal dalam perdarahan gastrointestinal. Infus kristaloid awal, sampai 30 mL/ kg, dapat diikuti transfusi darah O-negatif atau yang crossmatched jika diperlukan. Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi secepatnya terkait tindakan esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang mungkin diperlukan. Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau, diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Jika tindakan ini gagal menghentikan perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises, tata laksana medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan definitif. Oktreotid dapat digunakan untuk menurunkan tekanan vena porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang sebagai tindakan sementara untuk bertahan (Yoshida, Marmada, Taniai, Yoshioka, Hirakata, Kawano, Mizuguchi, Shimizu, Ueda, and Uchid, 2012). Maksimal waktu untuk mempertahankan terapi ini adalah 36 jam untuk esophageal balloon dan 72 jam untuk gastric balloon (Day, 2001).
Meskipun dirasa efektif, namun tidak dapat di kesampingkan komplikasi yang mungkin muncul pada kasus pemasangan Sengstaken Blakemore tube. Salah satu komplikasi yang jarang terjadi pada pasien dengan Sengstaken Blakemore tube adalah Transesofageal fistula (TEF). Kim et al (2012) melakukan study kasus pada seorang pasien wanita (80 tahun) yang memiliki pengalaman TEF setelah terapi Sengstaken Blakemore tube. Pada pasien ini, Sengstaken Blakemore tube berperan sebagai terapi mengontrol perdarahan khususnya varises esophagus dengan atau tanpa farmakologi terapi. Sengstaken Blakemore tube dirasa efektif untuk diberikan pada pasien (Kim, Kim, Lee, Jeon, Cho, H. J., Park, C. H., Cheung, D. H., and Cdo, 2012).
Sebelum melakukan tindakan, ada beberapa alat yang harus dipersiapkan saat pemasangan yaitu; Sengstaken-Blakemore tube, trolley perlengkapan, lubricant, 50 ml syringe, klem, kantung cairan 500-1000mls, IV pole, perlengkapan resusitasi. Kemudian dilanjutkan dengan prosedur pemasangan. Sebelum melakukan tindakan, jelaskan kepada pasien terkait procedure yang akan dilakukan, lakukan uji kemampuan balon untuk mengembang dan mengempis, lakukan kontrol infeksi pada pembatasan manajemen cairan, ukur panjang tube, berikan pelumas pada tube, masukkan tube dapat melalui nasal atau oral dan dilanjutkan hingga ke abdomen. Balon kemudian dikembangkan, dan kunci dengan 50 ml udara. Kaji kemungkinan adanya resistensi gastric ballon. Terakhir periksa posisi kepatenan balloon dengan foto rontgen (Barchini and Holt, 2011). Di bawah ini merupakan gambar pemasangan Sengstaken Blakmore tube pada pasien.

220px-Sengstaken-Blakemore_scheme_EN
Gambar 2: Pasien yang terpasang Sengstaken-Blakmore tube

Tehnik Sengstaken-Blakmore tube yang dilakukan oleh Bauer et al (1974) dalam penelitiannya kepada 25 pasien diberikan melalui nasal. Prosedure yang dilakukan  dalam penelitian Bauer et al tidak  berbeda dengan prosedur yang dijadikan sebagai prosedur tetap pada Royal Prince Alfre Hospital Intensive Care (Abbenbroek, 2005). Kepatenan lumen dan pengembangan balon dipastikan dengan baik. Sebelum pemasangan Sengstaken-Blakmore tube, dilakukan lavase lambung dengan menggunakan cairan normal saline es. Tube diberikan lubrikan dan kemudian dimasukkan via rute nasal, panjang tube 50 cm dengan pengembangan maksimal gastric balloon 200 ml untuk udara sebagai klem. Sengstaken-Blakmore tube dipertahankan selama 24 jam. Volume darah, fungsi hati, status koagulan, cairan dan elektrolit dikaji, gangguan lain dikoreksi jika memungkinkan. Karena darah residual dari traktus gastrointestinal mungkin menyebabkan portosystemic ensefalopati, kolon dikosongkan dengan enema dan diulangi hingga benar-benar bersih (Bauer, Kreel, and Kark, 1974). 
Ada beberapa hal yan harus dipertimbangkan sebelum, dan selama pemberian Sengstaken Blakmore tube yaitu memberikan pendidikan kepada pasien berkaitan dengan tube yang akan dipasang, mempertimbangkan pemberian sedasi dan analgesi untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat prosedur tindakan. Selama pasien menggunakan Sengstaken-Blakmore tube periksa hidung dan mulut untuk memastikan kemungkinan berpindahnya atau bergesernya tube. Posisi pasien kepala 45 derajat untuk membantu mengosongkan gastric dan mencegah aspirasi. Berikan oral dan nasal hygine dan terakhir pastikan esophagus bersih dari drainage (Abbenbroek, 2005).
Selain itu, ada beberapa hal yang harus diantisipasi oleh perawat selama pasien di berikan Sengstaken-Blakmore tube yaitu selama periode aktif perdarahan, pantau tanda dan gejala syok hipovolemik yang mungkin muncul pada pasien. Observasi tanda-tanda vital pasien serta haluran urine terkait jumlah, warna dan karakteristik urine. Jika pasien sadar dan Sengstaken-Blakmore tube dipasang melalui oral, sampaikan pada paien untuk tidak menggigit tube yang terpasang. Periksa tekanan esophageal balloon dengan manometer yang terpasang setiap 30-60 menit sekali. Hal ini dikarenakan esophageal balloon dapat berubah dengan adanya pergerakan respiratory dan kontraksi esophageal (Dunton, 1963).
Beberapa hal lain yang harus diantisipasi adalah kemungkinan terjadinya rupture esophageal dan gastric balloon, dan jika itu terjadi balloon harus segera dikempiskan dan dimulai dilakukannya CPR. Perawat dapat mengempiskan balon selama 5-10 menit setiap 12 jam sekali untuk mencegah tekanan yang berlebihan pada esophagus. Untuk mengecek kepatenan dapat dilakukan irigasi lumen dengan menggunakan normal saline. Perhatikan posisi pasien selama terpasang Sengstaken-Blakmore tube. Pasien tetap harus berada dalam posisi semi fowler. Terakhir pasien harus selalu diberikan perawatan mulut dan hidung selama terpasang Sengstaken-Blakmore tube (Patient Services Committee, 1983).

D.   Kesimpulan
Perdarahan gastrointestinal merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai tidak hanya di emergency department, tetapi juga pada pasien-pasien yang di rawat di rumah sakit. Melihat kondisi ini dibutuhkan suatu penanganan yang cepat dan tepat untuk menghentikan peradarahan. Salah satu tindakan life saving yang dapat dilakukan adalah esophagostric tamponade tubes dengan Sengstaken-Blakemore. Meskipun dirasa efektif sebagai prosedur terapi dan telah menjadi prosedur tetap pada beberapa Unit Perawatan Intensive (ICU) dan emergency department (ED), tidak dapat di kesampingkan komplikasi yang mungkin muncul pada pemasangannya. Sehingga membutuhkan  monitoring dari perawat baik sebelum, selama dan sesudah pemasangan Sengstaken Blakemore Tube pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal.

E.    Daftar Pustaka

Abbenbroek Brett. (2005). Intensive Care Service Nursing Policy and Procedures. Royal Prince Alfre Hospital Intensive Care Services.
Bauer, J. J., Kreel, I., and Kark, A. E. (1974). The use of the sengstaken-balemore tube for immediate control of bleeding esophageal varices. Ann Surg. 179 (3): 273-277.
Barchini, S., and Holt, S. (2011). Interactable upper gastrointestinal bleeding: to Blakemore or Blakeless?. Yale Primary Care Residency Program. New Haven and Waterbury.
Day, M. W. (2001). Esophagogastric tamponade tube. In D. Lynn-McHale & K. Carlson (Eds). AACN procedure manual for critical care (4th ed). Philadelphia: Saunders.
Djumhana Ali. (2005). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung.
Dunton, F. R. (1963). Science concepts: nursing care ofpatients with bleeding esophageal varices. The School of Nursing Bostoon University.
Garcia-Tsao, G., Sanyal, A. J., and Grace, N. D. (2007). Prevention and management of gastroesophageal varices and variveal hemorrhage in cirrhosis. American Journal of Gastroenterol. 102: 2086-2102.
Hanna, S. S., Warren, D., Galambos, J., and Millikan, W. J. (1981). Bleeding varices: emergency management. CMA Journal. 1(124). 29-41.
Kim, H. J., Kim, J. H., Lee, S. J., Jeon, J. H, Cho, H. J., Park, C. H., Cheung, D. H., and Cdo, S. H. (2012). Tracheoesophageal fistula in the treatment of gastric variceal hemorrhage with Sengstaken-Blakemore Tube. The Korean Journal of Helicobacter and Upper Gastrointestinal Research. 12(3). 188-191. 
McLean, A., and McCartan, A. (2008). Insertion, care and removel of the Sengstaken Blakemore or Linton Tube. Wentworth Area Health Service.
Melynyk, B. & Fineout-Overholt, E. (2011). Evidence-based practice in nursing & healthcare: A guide to best practice (2nd ed.).  Philadelphia: Wolters Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.
National Health and Medical Research Council (2009). NHMRC levels of evidence and grades for recommendations for developers of guidelines (2009). Australian Government: NHMRC.
Oxford Centre for Evidence-Based Medicine (CEBM). (2011). Levels of Evidence Levels of Evidence Working Group. www.cebm.net
Patient Services Committee. (1983). Blakemore (Sengstaken) Tube-Care of Patient with-assisting with removal. Saskatoon Health Region.
Wu, C., Hsu, H., Hung, C., Peng, C., and Chang, Y. (2013). Successful Intraoperative Resucitation following upper gastrointestinal bleeding using the retrograde insertion of a sengstaken balkemore tube. Journal of Sace Reports. 3(1): 137-141.
Yoshida, H., Marmada, Y., Taniai, N., Yoshioka, M., Hirakata, A., Kawano, Y., Mizuguchi, Y., Shimizu, T., Ueda, J., and Uchida, E. (2012). Treatment Modalities for Bleedingg Esophagogastric Varices. J Nippon Med. 79(1): 19-30.