Jumat, 26 September 2014

RINGKASAN HIV/AIDS

RINGKASAN HIV/AIDS
Oleh: Anissa Cindy Nurul Afni, S. Kep., Ns., M. Kep
Patofisiologi
Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

A.   Definisi
Human Immunodefisiensi Virus (HIV) yaitu penyakit yang menyerang sistem  kekebalan tubuh manusia sehingga lebih rentan terkena penyakit. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak dan mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang.  HIV kemudian berkembang menjadi penyebab AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS merupakan kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV oleh retrovirus RNA (Price and Wilson, 2006).

B.   Penularan HIV
Lima faktor umum yang mempengaruhi penularan penyakit yaitu: sumber infeksi, vehikulum yang membawa agen, host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entree).
Virus HIV hingga saat ini terbukti hanya menyerang sel Limfosit T dan sel otak. Penularan HIV melalui pertukaran cairan tubuh; darah, semen, cairan vagina, dan air susu. Urin dan saluran cerna tidak dianggap sebagai sumber penularan, kecuali apabila jelas tampak mengandung darah. Air mata, air liur dan keringat mengandung virus, tetapi jumlahnya sangat kecil (Corwin, 2001).  Di bawah ini merupakan cara penularan HIV secara umum:
  1. Transmisi seksual
Yaitu penularan melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun homoseksual. Paling banyak melalui cairan vagina.
  1. Transmisi Non seksual
a.    Transmisi parenteral
Akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi. Contoh: pengguna NAPZA, jarum suntik dari pasien terinfeksi HIV ke petugas kesehatan atau pasien lain.
b.    Produk darah
Biasanya terjadi melalui transfusi darah.
  1. Transmisi transplasenta yaitu Penularan ibu yang mengandung HIV positif ke anak. Penularan dapat terjadi saat hamil, melahirkan ataupun menyusui.

C.   Patofisiologi Infeksi HIV
HIV yang masuk ke dalam tubuh secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tubuh melalui perlekatan gp120 ke reseptor sel limfosit T terutama sel T helper (CD4). Setelah HIV mengikuti CD4, virus masuk ke dalam target dan melepas bungkusnya kemudian dengan transkrip enzim merubah bentuk RNA virus agar dapat bergabung atau melekat dengan DNA sel target. Selanjutnya, sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian bersifat irreversible dan berlangsung seumur hidup (Price and Wilson, 2006).
Awal infeksi, HIV tidak segera membunuh sel target tetapi melakukan replikasi (penggandaan) yang terus akan berkembang dalam tubuh penderita dan akan merusak sel limfosit T sampai jumlah tertentu. Selama waktu (2-10 tahun) itu, jumlah sel T4 dapat berkurang dari 1000 sel/ml darah sebelum terinfeksi menjadi 200-300 sel/ml darah. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi jamur opertunistik atau timbulnya herpes zoster mulai muncul (Corwin, 2001).  Pada sistem imun yang masih utuh, jumlah normal Sel T CD4 antara 600-1200/µl atau mm3 (Price and Wilson, 2006)..
Masa antara terinveksi HIV  dengan timbulnya gejala penyakit (masa inkubasi) yaitu 6 bulan – 10 tahun. Rata-rata 21 bulan pada anak-anak, dan 60 bulan  untuk orang dewasa. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV samapai dengan menunjukkan gejala AIDS. Pada masa ini ada fase dimana virus tidak terdeteksi dengan pemeriksaan laboraturium ± 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa window period (Corwin, 2001).

D.   Gambaran Klinis
Tanda utama infeksi virus HIV adalah deplesi progresif sel-sel CD4 (sel T helper). Kategori laboratorium pada nilai CD4 yaitu :
  1. Kategori I :  > 500 µl limfosit T CD4+/ µl
  2. Kategori II :  200-400 µl limfosit T CD4+/ µl
  3. Kategori III: < 200 µl limfosit T CD4+/ µl

Di bawah ini klasifikasi Stadium Klinis HIV menurut WHO (Price and Wilson, 2006).;
Stadium
Gambaran Klinis
Skala Aktivitas
I
Asimtomatik
a.    Tidak ada penurunan berat badan
b.    Limfadenopati Generalisata Persisten
Asimtomatik, aktifitas normal
II
Sakit ringan
a.    Penurunan BB 5-10%
b.    ISPA berulang seperti sinusitis atau otitis
c.    Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
d.    Luka disekitar bibir
e.    Ulkus mulut berulang
f.     Ruam kulit yang gatal
g.    Dermatitis seboroik
h.    Infeksi jamur kuku
Simptomatik, aktifitas normal
III
Sakit sedang
a.    Penurunan BB > 10%
b.    Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, > 1 bulan
c.    Kandidosis oral atau vaginal
d.    Oral hairy leukoplakia
e.    TB Paru dalam 1 tahun terakhir
f.     Infeksi bakterial yang berat (pneumonia, piomiositis, dll)
g.    TB limfadenopati
h.    Gingivitis
i.      Anemia (HB<8 g%), trombositopeni kronis (<50.000/ml)
Umumnya lemah, aktivitas ditempat tidur kurang dari 50%
IV
Sakit berat (AIDS)
a.    Sindrom wasting HIV
b.    Penumonia pneumositis, pneumonia bacterial yang berat berulang
c.    Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan
d.    Kandidosis esophageal
e.    Retinitis CMV
f.     Abses otak toxoplasma
g.    Encephalophati HIV
h.    Meningitis Kriptokokus
i.      Kanker serviks invasive
j.      Sarkoma Kaposi
k.    Limfoma serebral
l.      Leukoensefalopati multifocal progresif
Sangat lemah, aktivitas ditempat tidur lebih dari 50%.

E.    Pemeriksaan Diagnostik
Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnostic infeksi HIV (Price and Wilson; Corwin, 2006; 2001).:
  1. Rapid tes; pemeriksaan pertama untuk uji tapis. Cukup sensitif dan spesifitas tinggi. Hasil rapid tes dapat dilihat dalam waktu 20 menit.
  2. Enzyme Immunoassays atau Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) akan menunjukkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Hasil uji ELISA mungkin masih akan negative 6-10 minggu setelah pasien terinfeksi. Hasil uji ELISA yang positif akan diuji 2 kali agar hasilnya lebih meyakinkan dan kemudian akan dilakukan uji yang lebih spesifik Western Blot.
  3. Western Blot; hanya digunkan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil rapit test. Hasil negative Western Blot menunjukkan bahwa ELISA atau repid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1. Western Blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV -1 pada individu dengan usia lebih dari 18 bulan.
  4. IFA (Indirect Immunofluorescence Assays); uji ini lebih sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan lebih mahal. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.

F.    Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan bagi AIDS sehingga hal yang paling utama adalah pencegahan HIV. Namun, jika telah terinfeksi pengobatan dengan antiretroviral (ARV) dapat disarankan. Berdasarkan pedoman nasional tahun 2004, tujuan pengobatan dengan antiretrovirus adalah:
  1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat.
  2. Menurunkan angka kematian dan kesakitan di masyarakat
  3. Memperbaiaki kualitas hidup ODHA
  4. Memelihara fungsi kekebalan tubuh
  5. Menekan replikasi virus secara maksimal dan terus menerus

Prosedur memulai ARV sesuai dengan pedoman nasional tahun 2007, tes HIV dapat dilakukan pada pasien yang menginginkannya setelah mendapatkan konseling dan pemeriksaan sukarela VCT (Voluntary Counseling and Testing).
WHO pada tahun 2009 merekomendasikan untuk memulai terapi ARV:
  1. Pengobatan ARV dimulai pada semua pasien HIV dengan CD4 ≤ 350 sel/mm3 tanpa memandang gejala klinik.
  2. Tes CD4 segera dilakukan jika pasien dengan stdium klinik 1 dan 2 perlu memulai terapi ARV.
  3. Mulai pengobatan ARV pada stadium klinik 3 dan 4 tanda memandang jumlah CD4.

Pilihan terapi antiretroviral (ARV) dimaksudkan untuk mengurangi jumlah virus di dalam tubuh. Biasanya obat akan diberikan dalam dua atau tiga kombinasi antara laian golongan Nukleosid ReverseTranscript Inhibitor (NRTI), Non-Nukleoside Reverse Transcript Inhibitor (NNRTI) dan Protease Inhibitor (PI) (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; Price and Wilson, 2011; 2006).
  1. Golongan Nukleosid ReverseTranscript Inhibitor (NRTI):
-       Zidovudin (ZDV/Retrovir)
-       Lamivudin (Epivir)
-       Stavudin (d4T, Zerit)
  1. Golongan Non-Nukleoside Reverse Transcript Inhibitor (NNRTI):
-       Neviapin
-       Efavirenz
  1. Golongan Protease Inhibitor (PI):
-       Ritonavir
-       Indinavir
-       Sakuinavir

G.   Daftar Pustaka

  1. Price, S., A and Wilson, L., M. (2006). Patofifiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
  2. Corwin, E., J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
  3. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Jumat, 19 September 2014

KONSEP IMUN

KONSEP IMUN
(RESPON TERHADAP TANTANGAN IMUNOLOGIS)
Oleh: Anissa Cindy Nurul Afni, S. Kep., Ns., M. Kep
Patofisiologi

v  Pengertian
  1. Sistem Imun terdiri atas sel dan molekul yang bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap tubuh dari penyakit, lebih spesifik lagi melindungi tubuh terhadap infeksi.
  2. Fungsi sistem Imun adalah memberikan kekebalan tubuh. Secara fisiologis berfungsi sebagai pembeda antara “diri sendiri” dan benda “asing (Price and Wilson, 2006).

v  Komponen-komponen dalam Sistem Limfoid
Sistem limfoid (imun) merupakan sel, jaringan, dan organ yang merupakan tempat prekursor dan turunan limfosit berasal, berdeferensiasi, mengalami pematangan dan tersangkut (Price and Wilson, 2006). 
  1. Organ limfoid Primer
       Sumsum tulang
       Timus
  1. Organ Limfoid Sekunder
       Limpa
       Jaringan tidak berkapsul (jaringan limfoid terkait Mukosa atau MALT). MALT berfungsi sebagai penjaga untuk melindungi tubuh di beberapa tempat seperti submukosa di saluran gastrointestinal (GI), napas, dan kulit. MALT dibagi berdasarkan letaknya.
-       Jaringan limfoid terkait usus (GALT) mencakup tonsil yang mencegat imunogen yang masuk melalui inhalasi atau ingesti. Imunoglobulin yang di hasilkan GALT m=bermigrasi ke saluran cerna. Saluran air mata, dan kelenjar air liur.
-       Jaringan limfoid terkait bronkus (BALT), ditemukan di percabangan saluran napas ukuran besar.
-       SALT yaitu jaringan limfoid terkait kulit ditemukan di epidermis kulit.
       Kelenjar getah bening

v  3 Fungsi Utama Sistem Imun (Price and Wilson, 2006):
  1. Pertahanan
            menghasilkan resistensi terhadap agen penginvasi seperti mikroorganisme
  1. Surveilens/Pengawasan
mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotensi menjadi neoplasma (tumor)
  1. Homeostatis
membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zat buangan sehingga tipe-tipe sel tetap seragam dan tidak berubah.

v  Pertahanan Tubuh oleh Sel Darah Putih
Sel darah putih berfungsi melindungi tubuh dari infeksi dan kanker serta membantu proses penyembuhan. Sel-sel darah putih mencakup sel radang: Neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan makrofag; dan juga sel-sel respon imun: limfosit (Corwin, 2001).
  1. Neutrofil
-       Merupakan sel pertama yang tiba pada saat terjadinya inflamasi.
-       Sel-sel ini segera mulai memakan sel dan sisa-sisa sel.
  1. Eosinofil
-       muncul ditempat-tempat respon alergi
-       Berfungsi protektif bagi pejamu dengan mengakhiri respon peradangan
-       Berfungsi memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat yang lebih rendah dibandingkan neutrofil
  1. Basofil
-       Bersirkulasi dalam darah
-       Bila diaktifkan oleh cedera atau alergi akan menghasilkan histamine, bradikinin, serotionin yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler dan aliran darah ke daerah/tempat yang bersangkutan.
-       Mengeluarkan bahan alami antipembekuan heparin yang memastikan tidak terjadi koagulasi atau pembekuan terus berlangsung tanpa pengawasan.
-       Meningkat jumlahnya pada saat terjadi reaksi alergi dan respon terhadap stres
-       Memiliki fungsi sangat mirip dengan sel mast (sel pencetus peradangan jaringan)

  1. Monosit - makrofag
-       Setelah berada di jaraingan dalam beberapa jam, sel ini akan matang dan menjadi makrofag. Berfungsi sebagai sel-sel fagosit yang berarti bahwa sel-sel ini dapat menelan, mencerna dan menghancurkan benda asing atau toksin dalam jumlah atau kuantitas yang lebih besar dibandingkan granulosit
  1. Limfosit
-       Limfosit terdiri dari sel-sel T dan sel B, memainkan peranan utama dalam imunitas humoral dan imunitas yang diantarai oleh sel. Sel B dan sel T berasal in utero dari sel-sel yang ditemukan di jaringan limfoid hati dan limpa. Setelah lahir, limfosit terus berproliferasi di tempat-tempat tersebut (hati dan limpa) serta di sumsum tulang, kelenjar limfe, timus dan tonsil.
-       Sel T menyusun sistem imun seluler. Pematangan sel T berlangsung selama pergerakan melalui kelenjar timus.
-       Sel B menyusun sistem imun humoral dan bersirkulasi dalam darah (Price and Wilson, 2006).

v  Respon Imun yang diperantarai oleh Sel
Respon imun merupakan reaksi pertahanan seluler yang dikembangkan untuk melindungi diri dari ancaman. Respon imun sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi, atau ganas, serta menghancurkannya (Price and Wilson, 2006).
Respon imun berawal sewaktu sel B atau sel T berikatan, seperti kunci dengan gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Protein yang dapat berikatan dengan sel B atau sel T disebut antigen. Apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif, bermultiplikasi dan berdiferensiasi lebih lanjut, maka antigen itu dikatakan bersifat imunogenik  (Corwin, 2001).
Dua respon yang dikenal dalamm sistem limfoid atau sistem imun adalah imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas selular atau respon imun selular adalah respon imun yang dilaksanakan oleh Sel T (Price and Wilson, 2006).
Imunitas humoral atau imunitas yang diperantarai oleh antibodi adalah imunitas spesifik yang diperantarai oleh sel B.


  1. Respon Sel T tehadap Antigen
Sewaktu berikatan dengan antigen imunogenik, sel T terangsang untuk berreproduksi. Hal ini menghasilkan paling sedikit 5 (lima) subtipe sel T yang mampu bekerja pada satu antigen (Corwin, 2001), yaitu:
1)    Sel T Sitotoksik
Secara langsung menghancurkan antigen dengan mengeluarkan bahan-bahan kimia toksik. Bahan-bahan kimia ini melubagi sel-sel yang membawa antigen. Sel T toksik disebut sel CD8 atau sel pembunuh.
2)    Sel T Hipersensitivitas Tipe Lambat
Merangsang sel-sel peradangan, misalnya makrofag, untuk berpartisipasi dalam respon antigen. Sel-sel hipersensitifitas tipe lambat melakukannya dengan mengeluarkan berbagai mediator kimiawi yang disebut limfokin.
3)    Sel T Helper
Mensekresi bahan-bahan kimia yang penting untuk merangsang respon sel T lainnya. Sel-sel penolong merangsang respon imun humoral dan penting untuk keberhasilan sel B menghancurkan mikroorganisme. Sel-sel ini disebut T4 atau CD4.
4)    Sel T Penekan
Penting untuk menghentikan baik respon imun seluler ataupun respon imun humoral. Apabila fungsi sel T penekan  terganggu, maka reaksi imun dapat menjadi tidak terkontrol dan diarahkan terhadap antigen-antigen diri (self).
5)    Sel T Pengingat
Memungkinkan pejamu untuk berespon segera terhadao antigen berikutnya.

  1. Respon Sel B terhadap Antigen
Apabila sel B berikatan dengan antigen spesifiknya untuk pertama kali, maka sel tersebut mengalami langkah pematangan akhir dan menjadi sel plasma atau sel pengingat (memory cell) (Corwin, 2001).
1)    Sel Plasma
-       Ditemukan di dalam peredaran darah, limpa, dan tempat-tempat yang terinfeksi atau peradangan.
-       Berespon terhadap suatu antigen dengan menghasilkan antibodi  yang berikatan dengan antigen yang bersangkutan. Antibodi disebut Imunoglobulin. Terdapat paling sedikit lima (5) imunoglobulinj yang terbentuk sebagi respon terhadap suatu antigen:
a)    IgG:
o   immunoglobulin yang terbanyak di dalam plasma (80% dari semua immunoglobulin dalam darah)
o   Imunoglobulin utama yang dapat melewati plasenta dari ibu ke janin
o   sebagai pertahanan primer terhadap bakteri piogenik
o   memfiksasi komplemen
o   bertanggung jawab atas respon imun sekunder
b)    IgA:
o   Melindungi permukaan tubuh dan membrane mukosa
o   Paling banyak terdapat di air liur, mukus vagina, air susu, sekresi saluran cerna dan paru, dan semen.
o   Bekerja secara lokal
o   IgA ibu disalurkan kepada bayinya saat menyusui
c)    IgM:
o   Immunoglobulin pertama yang dihasilkan pada respon imun primer
o   Memfiksasi komplemen
o   Bertanggung jawab atas reaksi antigen-antibodi ABO.
d)    IgD:
o   Konsentrasi rendah dalam darah
o   Membantu diferensiasi sel B tetapi kerjanya masih belum jelas
e)    IgE:
o   Merupakan molekul sitofilik yang berikatan dengan sel mast (alergi) dan basofil
o   Terlibat dalam hipersnsitivitas tipe I.
2)    Sel Pengingat
Sel B yang menjadi pengingat akan bersirkulais terus di dalam darah. Sel-sel ini akan menjadi aktif segera setelah terjadi pajanan baru ke antigen dan mengaktifkan respon imun  secara cepat (Corwin, 2001).

v  Imunitas
Merupakan Daya tahan tubuh untuk melawan atau sebagai perlindungan atau kekebalan. Imunitas memiliki sifat daya ingat dan spesifisitas.
  1. Daya ingat à  meningkatnya kemampuan untuk berespon terhadap suatu antigen (suatu sel atau molekul yang memicu respon imun à immunogen) karena pernah terpajan ke antigen tersebut.
  2. Spesifisitas à sifat yang diperhatikan oleh sel-sel sistem imun sebagai kemampuan untuk bereaksi hanya kepada hanya satu determinan asing

v  Tipe Imunitas:
  1. Imunitas Alami
Merupakan imunitas yang pertama kali menghadapi pathogen asing yang masuk. Imunitas alami disebut juga imunitas non spesifik. Karena tidak dapat membedakan masing-masing mikroba yang datang. Terdiri dari 4 tipe;  
          Pertahanan fisik: kulit, mukosa, silia
          Pertahanan Kimia: air mata, mukus, saliva
Getah lambung yang asam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi dalam sekret kalenjar sebasea serta lakrimalis, bekerja secara nonspesifik untuk menghancurkan bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh.

          Sel fagositik; seperti neutrofil, makrofag, sel natular killer (NK)
          Protein dalam darah; termasuk sistem komplemen, mediator inflamasi
          Sel sitokin; suatu protein yang meregulasi aktivasi sel imun lain


  1. Imunitas didapat:
Merupakan sistem kekebalan tubuh yang dapat bereaksi dengan sangat cepat dan sangat baik terhadap mikroba yang telah dikenali sebelumnya. Imunitas didapat ini dapat ‘mengingat” suatu antigen dan dapat bereaksi dengan sangat cepat terhadap antigen tersebut. Imunitas didapat disebut juga imunitas spesifik.
a.    Aktif
Respon imun selular dan humoral yang dibentuk seseorang yang telah terpajan oleh suatu mikroorganisme atau toksin. Pajanan dapat terjadi karena proses penyakit atau akibat imunisasi. Imunitas akitf ditandai oleh memori aktif oleh sel T dan sel B dan pembentukan sel T dan antibodi spesifik.  
b.    Pasif
Mengacu pada imunitas yang diberikan kepada seseorang melalui transfer antibodi dari orang lain atau pemberian antitoksi yang diperispakan. Antitoksi adalah antibodi yang diproduksi secara spesifik terhadap toksi bakteri tertentu.
Contoh:
1)    Imunitas pasif terjadi apabila antibodi IgG ibu melintasi plasenta atau saat IgA atau IgM diberikan melalui air susu.
2)    Seseorang yang terkena bisa dapat diberikan antibisa
           
v  Tahapan aktivitas sel PertahananTubuh dalam menghadapi  zat asing
  1. Pengenalan antigen
Sel-sel darah putih akan mengenali antigen / zat asing, kemudian menandai bentuk, molekul protein dan molekul lain pada permukaan sel. Dapat dibedakan antara sel diri sendiri dan bukan diri sendiri (sel asing)
  1. Komunikasi antar sel
Leukosit yang sudah mengenali molekul asing (misalnya berupa bakteri maupun mikroorganisme lain) selanjutnya menginformasikan kepada sel-sel pertahanan tubuh lain bahwa antigen telah datang. Komunikasi antar sel tersebut diperantarai oleh sitokin (suatu protein yang disekresi oleh sel bernukleus).


  1. Mengalahkan penyerang
Sel penyerang / antigen akan dilemahkan dengan protein spesifik yang diproduksi oleh sel pertahanan tubuh yang disebut antibody. Antibodi akan mengikat antigen sehingga mudah dihancurkan oleh leukosit.

v  Pertahanan Lapis Pertama:
       Kulit (mensekresi asam lemak dan keringat yang mengandung garam sehingga menghambat laju bakteri)
       Membran mukosa (saluran pernapasan yang menyekresi lendir akan memerangkap bakteri)
       Sekresi alami (Liur dan air mata mengandung lisozim. Asam di lambung dapat membunuh bakteri yang masuk lewat makanan. ASI (air susu ibu) mengandung laktoperoksidase. Cairan sperma mengandung spermin.)
       Bakteri alami (Secara normal pada kulit, saluran pencernaan, dan saluran kelamin terdapat beberapa jenis bakteri alami yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen)

v  Pertahanan Lapis kedua:
       Fagosit dan sel pembunuh alami (mampu menghancurkan materi asing, ex. neutrofil & monosit)
       Protein komplemen (ketika antibodi terbentuk, protein komplementer akan menempel pada mikrob)
       Interferon (beberapa sel menyekresi interferon untuk membuat sel kebal terhadap partikel virus)
       Sitokin (pembawa pesan antarsel untuk kekebalan, bekerjasama dengan SSP & sistem jaringan lain. Sel dapat merespons pesan jika sitokin punya reseptor yang cocok)
       Inflamasi (reaksi akibat timbulnya infeksi dan terbukanya arteriol disekitar daerah yang terluka sehingga suplai darah ke daerah yang terluka meningkat. Dikontrol oleh enzim dan beberapa komponen lainnya, seperti serotonin, platelet, dan basofil).

v  Ringkasan Reaksi  Hipersenstifitas
Reaksi hipersensitivitas adalah respon peradangan dan imun yang abnormal. Reaksi hipersensitivitas yaitu respon berlebihan sehingga menimbulkan reaksi alergi. Dipicu overproduksi IgE; kompleks IgE-Ag mengaktifkan sel mast mengalami degranulasi menghasilkan histamin sehingga menimbulkan reaksi alergi. Terdapat empat (4) jenis hipersensitivitas, yaitu:

Tabel: Tipe Reaksi Hipersensitivitas (Price and Wilson; Corwin, 2006; 2001)
Tipe
Mekanisame
Contoh
Tipe  I : Anafilaktik
a.      Antigen bereaksi dengan antibodi  IgE yang terikat ke permukaan sel mast
b.      Menyebabkan pelepasan mediator dan efek mediator
c.      Diperantarai sistem imun humoral
a.    Analfilaksis à alergi pinisilin à gatal, keram abdomen, kemerahan kulit, ggn saluran cerna, kesulitan bernapas.
b.    Alergi saluran napas à kongesti hidung dan peradangan jaringan.
c.    Bisa seranggga à gigitan lebah
TIpe II : Sitotoksik
a.    Berikatan dengan IGG atau IgM
b.    Antibodi berikatan dengan antigen yang merupakan bagian dari sel atau jaringan tubuh;
c.    Terjadi pengaktifan komplemen, degranulasi sel mast, edema, kerusakan jaringan, dan lisis.
d.    Menyebabkan fagositosis sel sasaran oleh makrofag.
e.    Diperantarai sistem imun humoral
a.    Anemia hemolitik otoimun à antibodi dibentuk terhadap sel darah merah
b.    Penyakit Graveà terjadi pembentukan antibody pada kelenjar tiroid.
c.    Inkompatibilitas tranfusi darah Rh dan ABO à terjadi pembentukan antibodi pada darah donor
d.    Purpura trombositopeni otoimun à terjadi pembentukan antibodi terhadap tremobosit.
Tipe III : Kompleks Imun
a.    Melibatkan IgG atau IgM.
b.    Penyatuan antigen dan antibodi membentuk suatu kompleks yang mengaktifkan komplemen,
c.    Menarik leukosit,
d.    Menyebabkan kerusakan jaringan oleh produk-produk leukosit.
e.    Diperantarai sistem imun humoral
a.    Serum sickness/penyakit serum à terbentuk antibodi terhadap darah asing sering sebagai respon penggunaan obat intravena.
b.    Glomerulonefritis à terbentuk kompleks antigen-antibodi sebagai respon terhadap suatu infeksi biasnaya akibat bakteri streptokokus yang mengendap di kapiler glomerulus ginjal.
c.    Lesi pada lupus eritematosus sistemik à terbentuk kompleks antigen antibodi  terhadap kolagen dan DNA sel dan mengendap diberbagai tempat di seluruh tubuh.
Tipe IV : Diperantarai Sel
a.    Antibodi tidak turut terlibat dalam reaksi hipersensitivitas tipe IV
b.    Reaksi limfosit T dengan antigen menyebabkan pelepasan limfokin, sitotoksisitas langsung, dan pengerahan sel-sel reaktif.
c.    Diperantarai oleh sistem imun seluler
a.    Dermatitis kontak alergi
b.    Penolakan transplant organ
c.    Lesi/uji kulit tuberculosis à mengisyaratkan adanya imunitas seluler terhadap basil tuberculosis.


Daftar Pustaka:
  1. Price, S., A and Wilson, L., M. (2006). Patofifiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
  2. Corwin, E., J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.