Kamis, 12 Februari 2015

ACUTE CORONARY SYNDROME



Kegiatan Belajar 4








SINDROM KORONER AKUT
 
 




A.    KONSEP SINDROM KORONER AKUT
1.      Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah kumpulan keadaan dan gejala yang disebabkan adanya penurunan pasokan oksigen secara tiba-tiba ke otot jantung (miokar) akibat adanya rupture atau robekan pada plak aterosklerosis. Gambaran klinis SKA  terdiri dari angina pectoris tidak stabil (UAP), infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI), dan infark miokard non ST elevasi (N-STEMI).

2.      Patofisiologi
SKA umumnya disebabkan oleh proses artherosklerosis yang progresiif. Di bawah ini merupakan pathway terjadinya SKA.


 

















Gambar: Pathway SKA
Proses terjadinya SKA diawali adanya penimbunan lemak pada tunika intima yang menjadi plak fibrosus dan menjadi ateroma dan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah koroner sehingga pasokan darah ke otot miokard menurun. Adanya pencetus ateroma menjadi ruptur akan mengawali timbulnya proses thrombosis hingga terjadi sumbatan total di pembuluh darah koroner, kondisi ini menimbulkan perubahan pada segmen ST (ST elevasi/Non ST elevasi).
Penurunan suplai darah, oksigen dan nutrisi pada otot jantung juga mengakibatkan perubahan metabolism aerob menjadi anerob hal ini memicu pelepasan enzim jantung CKB dan protein kontraktil Troponin T dan I dan terakumjulasi dalam siste peredaran darah hasil akhir dari metabolime juga bisa menimbulkan penumpukan aslam laktat yang ditenggarai sebagai penyebab timbulnya nyeri dada.

3.      Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sangat penting dalam penegakan diagnos SKA yang meliputi anamnesa terhadap adanya nyeri dada, EKG, dan pertanda jantung (cardiac marker).
a.       Nyeri dada
Nyeri dada terutama dirasakan di daerah sub sterna dan bisa menjalar ke lengan kiri atau kanan, ke rahang, bahu. Keluhan biasanya berupa sensasi terbakar, tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas, seperti diremas, atau hanya berupa keluhan tidak nyaman di dada. Keluhan sering disertai keringat dingin, mual, muntah atau pingsan.
b.      Elektrokardiogram
Hasil berupa perubahan segment ST baik ST elevasi mauapun deprese atau adanya inverse gelombang Tdapat memberikan gambaran kejadian SKA.. Harus dilengkapai dengan pemeriksaan cardiac marker.
c.       Pertanda Jantun (Cardiac Marker)
Pemeriksaan enzyme jantung pada kejadian injury miokard akan memberikan hasil yang signifiokan. Pemeriksaan enzyme jangtung ini juga harus dilakukan secara serial periodic 4-6 jam karena enzyme jantung akan terakumulasi dalam aliran darah apabila otot-otot jantung mengalami kerusakan/infark.
Enzyme yang spesifik antaralain CKMB dan troponin T.
·         CKMB meningkat pada 3-4 jam setelah infark
·         Trop[oni T meningkat pada 3-4 jam setelah infark
4.      Spektrum ACS dan Stratifikasi ACS
Ada tiga spectrum klinis dari SKA yang ditegakkan atas dassa manifestasi klinis itu:
a.       STEMI (Miokard Infrak dengan ST Elevasi)
b.      N-STEMI (Miokard Infrak Non-ST Elevasi)
c.       UAP (Angina Pectoris Unstable)

Tanda dan Gejala
Keluhan
EKG
Petanda Jantung
Spektrum
STEMI
Nyeri dada khas lebih dari 20 menit tidak hilang dengan istirahat dan pemberian nitrat
ST segemen elevasi > 1 mm di dua leada atau lebih yang berhubungan
CKMB atau Trop T à meningkat
N-STEMI
Nyeri dada khas lebih dari 20 menit tidak hilang dengan istirahat dan pemberian nitrat
-    ST elevasi ≠
-    ST depresi
-    T inverse
CKMB atau Trop T à meningkat
UAP
Nyeri dada khas lebih dari 20 menit timbul saat istirahat, bersifat progresif
-    ST elevasi ≠
-    ST depresi
-    T inverse
Ckmb DAN trop tidak meningkat


5.      Stratifikasi Risiko SKA
Tatalaksana awal pada pasien yang dicurigai STEMI dapat didukung dengan menentukan stratifikasi risiko sesuai dengan prognosis pasca serangan. Di bawah ini merupakan tabel klasifikasi STEMI dengan Klasifikasi Killip berdasarkan pada pemeriksaan fisik sederhana dan TIMI Risk score STEMI.

a.       Klasifikasi Killip berdasarkan pada pemeriksaan fisik sederhana
Tabel: Klasifikasi Killip
Klas
Definisi
Mortalitas (%)
I
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
6
II
+ S3 dan atau ronki basah
17
III
Edema Paru
30-40
IV
Syok Kardiogenik
60-80
*Modifikasi dari: ACC/AHA Practice Guidlines STEMI (Antman et al., 2004)


b.      TIMI Risk score STEMI
Tabel : TIMI Risk score STEMI
Faktor Risiko
Poin
Usia 65-74 tahun
2
Usia > 75 tahun
3
Diabetes Melitus/hipertensi atau angina
1
Tekanan darah sistolik <100mmHg
2
Frekuensi jantung >100
2
Klasifikasi Killip II-IV
2
Berat <67 kg
1
Elevasi ST anterior atau LBBB
1
Waktu ke reperfusi > 4 jam/ Onset  >24 jam
1
Skor Total
14
            *Modifikasi dari: ACC/AHA Practice Guidlines STEMI (Antman et al., 2004)
            Kesimpulan Risiko:
< 7 : rendah
7 – 10 : sedang
>10 : tinggi

c.       TIMI Risk Skor N-STEMI
Faktor Risiko
Poin
Usia ≥ 65 th
1
Usia ≥ 75 tahun
1
Mempuanyai 3 faktor risiko PJK
1
Penggunaan ASA dalam 7 hari terakhir
1
Diketahui menderita PJK terdapat stenosis > 60%
1
PRESENTASI

Riwayat Nyeri dada  2 kali dalam 24 jam
1
Cardiac marker meningkat
1
Deviasi segmen ST 0.5 mm
1
Skor Total
7
*Modifikasi dari: ACC/AHA Practice Guidlines STEMI (Antman et al., 2004)

Kesimpulan Risiko:
0 – 2 : rendah
3 – 4 : sedang
5 – 7 : tinggi



B.     PENATALAKSANAAN AKUT KORONARI SINDROM
1.      Tujuan Penanganan
a.       Penanganan kegawatdaruratan diperlukan untuk menegakkan diagnosa secara cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko, menghilangkan atau mengurangi nyeri dada dan pencegahan atau penanganan henti jantung.
b.      Penanganan dini untuk membuat keputusan segera terapi reperfusi untuk membatasi perluasan infark dan mencegah komplikasi lanjutan seperti gagal jantung, aritmi yang mengancam.
c.       Penanganan selanjutnya untuk menanganai komplikasi mencegah terjadinya perkembangan penyakit arteri koroner, infark baru, gagal jantung dan kematian.\

2.      Penanganan Prehospital
Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan pada fase prehospital oleh tenaga kesehatan di ambulan ataupun di primary care adalah (O’Gara et al., 2013; Steg et al., 2012; Irmalita et al.; 2009, Antman et al., 2004):
a.    Kaji kepatenan Airway, Breathing dan Circulation.
b.    Lakukan perekaman EKG 12 lead dan monitoring hasil perekaman EKG.     
c.    Berikan oksigen (saturasi dipertahankan >90%), Aspirin (dikunyah), Isosorbit Dinitrat diberikan 5 mg Sublingual (dapat diulang 3x), Morfin IV dapat diberikan jika nyeri tidak teratasi dengan nitrat
d.    Lakukan rujukan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta peralatan PCI. Hubungi rumah sakit untuk menyiapkan tempat, peralatan dan tenaga yang diperlukan guna penanganan lanjutan STEMI
Gambar: Alur penanganan STEMI pre to in hospital
(Antman et al., 2004; ACC/AHA Pocket Guideline, 2004)

3.      Penanganan di Rumah Sakit
Tujuan tatalaksana pasien STEMI di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien dan tidak menunda dilakukannya reperfusi baik trombolisis ataupun PPCI (Primary Percutaneus Coronary Intervention). Pemberian trombolisis dapat dilakukan dengan target waktu 30 menit (Door-to-Drug) dan pada pelaksanaan PPCI adalah 90 menit (Door-to-Ballon) sejak pertama kali pasien tiba di IGD rumah sakit (O’Gara et al., 2013;  Thuresson, 2012). 
Tatalaksana umum dan terapi pada pasien STEMI  (O’Gara et al., 2013; Steg et al., 2012; Irmalita et al., 2009)
a.       Oksigen 3-4 Liter/menit: Suplemen oksigen harus diberikan dan saturasi dipertahankan >90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b.       Nitrogliserin: Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 5 mg Sublingual (dapat diulang 3x) dengan interval 5 menit.
-       Morfin: Sangat efektif mengurangi nyeri dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI jika nyeri tidak teratasi dnegan nitrat.
-       Aspirin: Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI. Dosis yang dapat diberikan 160-325 mg di ruang emergensi, dan selanjutnya dapat diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
-       Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta intravena dapat menjadi alternative salah satunya dengan Clopidogrel 300 mg.
c.       Terapi reperfusi
-       Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI)
Merupakan intervensi perkutan koroner yang tanpa didahului pemberian fibrinolitik. PPCI efektif mengembalikan perfusi pada STEMI beberapa jam pertama setelah terjadi infark miokard akut. PPCI dianjurkan pada presentasi ≥ 3 jam setelah onset. Harus dipastikan juga waktu kontak antara pasien tiba di IGD hingga inflasi balon adalah < 90 menit. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa PCI lebih efektif dibandingkan dengan terapi fibrinolitik. Namun, pelaksanaan PCI harus memperhatikan ada tidaknya kontraindikasi PPCI yaitu gagal jantung kongestif dan Killip ≥3 (O’Gara et al., 2013; Steg et al., 2012; Irmalita et al., 2009).

Gambar: Percutaneous Coronary Intervention

-       Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik dapat dilakukan dengan presentasi ≤ 3 jam, dan akan lebih bermanfaat jika < 30 menit sejak pasien masuk di ruang IGD. 
-       CABG (Coronary Artery Bypass Graft)

Gambar: Jantung yang dilakukan CABG

C.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Airway             : periksa kepatenan jalan nafas, lihat jika terdapat kesulitan untuk bernafas.
Breathing        : pasien umumnya mengeluh sesak nafas, terasa berat untuk bernafas (ampeg), RR meningkat, adanya usaha untuk bernafas lebih kuat, dispneu,  adanya penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung, pada beberapa kondisi terdengar suara ronkhi dan wheezing pada saat auskultasi.
Circulation      : Peningkatan HR, nadi terapa kuat dan cepat, pucat, diaphoresis, peningkatan vena jugularis, TD dapat meningkat atau menurun, gamabaran EKG terdapat
Disability         : periksa adanya penurunan kesadaran, keluhan pusing dan sinkop biasanya terjadi.
Keluhan Nyeri Dada :
Paliatif/Profokatif        : Nyeri dapat timbul secara tiba-tiba, dengan atau tanpa pemicu.
Quality                        : seperti ditekan, ditindih benda berat. Gejala
juga biasanya disertai dengan gejala lain yitu: mual, muntah, keringat dingin, dan berdebar-debar, sesak nafas.
Regio                          : Pasien umumnya mengeluhkan adanya nyeri dada di tengah yang menjalar ke lengan, rahang, atau leher, bahu, punggung belakang.
Scale                            : dapat dangat berat 8 – 10
Time                            : Nyeri biasanya dirasakan lebih lebih dari 30 menit dan tidak berkurang setelah diberi nitrogliserin pada STEMI dan pada UAP dan N-STEMI dapat berkurang dengan pemberiann nitrat. 
Prosedur Diagnostik   :
·         EKG    : Monitor EKG kaji adanya aritmia, Rekam EKG lengkap dah perhatikan adanya T inverted, ST depresi atau Q patologis.
·         Laboratorium : darah rutin, CKMB, Trop T, fungsi ginjal, fungsi hati, Profil lipid
·         Foto Thorak
·         Ekokardiogravi : Melihat fungsi jantung
·         Katertersai : melihat lokasi sumbatan

2.      Masalah Keperawatan
a.       Nyeri
b.      Penurunan curah jantung
c.       Gangguan perfusi miokard
d.      Intoleransi aktifitas
3.      Intervensi
a.      Tujuan Utama Intervensi
·         Menurunkan kebutuhan oksigen
·         Meningkatkan suplai oksigen ke miokard
·         Mencegah perluasan kerusakan miokard
·         Mencegah komplikasi
b.      Intervensi Umum ACS di IGD
·         Tirah baring / berikan posisi nyaman
·         Observasi tanda-tanda vital dan perhatikan obat-obatan yang dapat menurunkan atau meningkatakn detakan darah seperti dopamine dan dobutamin.
·         Memasang infuse
·         Memonitor EKG 12 lead atau dengan bedside monitor
·         Kolaborasi dengan pemberian:
-       Oksigen 3-4 liter/menit
-       Obat: nitrogliserin, beta bloker, Calsium ANtagnois, Morfin, Antikoagulan dna trombolitik.
·         Bantu aktifitas sehari-hari
·         Cek darah rutin
·         Observasi setiap efeks amping obat

D.    REFERENSI
  1. Sheehy’s. (2010). Emergency Nursing Principles and Practice; sixth Edition. Mosby Elsevier
2.      American Heart Association (AHA). (2011). ACLS for Healthcare Providers; Student Manual. United States of America.