EFEKTIFITAS
SENGSTAKEN BLAKEMORE TUBE
PADA
PASIEN DENGAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL
Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015
PROGRAM MAGISTER
KEPERAWATAN
PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
A. Latar
Belakang
Perdarahan gastrointestinal merupakan
salah satu kasus yang sering dijumpai pada emergency
department. Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering
mengalami perdarahan, hampir 80% kasus perdarahan gastrointestinal berasal dari
perdarahan esofagus, gaster dan deudenum. Sebagian pasien datang dengan kondisi
stabil namun tidak sedikit juga datang dalam kondisi gawat darurat. Kejadian
perdarahan akut saluran pencernaan tidak hanya terjadi di luar rumah sakit tetapi
dapat juga terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. yang membutuhkan
penanganan cepat dan tepat (Djumhana, 2005).
Manajemen perdarahan gastrointestinal
terutama seperti pada kasus hemoragi varises esovagus merupakan suatu hal yang
sangat menantang. Hal ini dikarenakan banyaknya komplikasi yang mungkin muncul
baik sebelum maupun setelah penanganan. Salah satu tindakan life saving yang dapat dilakukan adalah esophagostric tamponade tubes dengan Sengstaken BlakemoreTube (SBT) (Day, 2001). Pada 60-90% pasien dengan acute variceal haemorrhage, Sengstaken
Blakemore dapat menjadi alternatif terapi modalitas yang efektif dalam
penanganan varies esophagus dan gastric varises (Yoshida, Marmada, Taniai,
Yoshioka, Hirakata, Kawano, Mizuguchi, Shimizu, Ueda, and Uchid, 2012)
Sengstaken Blakmore tube telah mulai diperkenalkan
sejak tahun 1930an sebagai treatmen untuk perdarahan varises esophagus dan
mulai sangat berkembang sejak tahun 1950 yang kemudian mulai muncul komplikasi
(Hanna, Warren, Galambos, and Millikan, 1981). Meskipun tehnik Sengstaken
Blakmore tube telah menjadi metode
sejak lama dalam mengontrol perdarahan terutama pada varises esophagus,
digambarkan juga beberapa kegagalan dalam menghentikan perdarahan dan tingginya
morbiditas dan mortalitas yang dihasilkan akibat dari pemberian tehnik ini (Bauer,
Kreel, and Kark, 1974). Melihat pro
dan kontra dari latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
mengambil tema mengenai efektifitas Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal sebagai bahan kajian.
Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi
kajian referensi baru dalam dunia keperawatan untuk melihat efektifitas Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal. Bagi perawat sendiri dalam praktik klinik dapat
menjadi referensi terapi alternative mandiri keperawatan yang dapat diterapkan
pada pasien jika Sengstaken Blakemore tube
terbukti
efektif dalam menghentikan perdarahan gastrointestinal.
B. Analisis
Literature
Sengstaken-Blakemore
merupakan
sebuah pipa yang memiliki 4 lumen, yaitu esophageal
lumen balloon, gastric balloon lumen,
dan dua lumen yang mengaspirasi isi esofgus dan gastric (Abbenbroek, 2005). Sengstaken-Blakemore terdiri atas bagian
distal ballon yang mengembang hingga ke abdomen dan bagian proksimal balloon
yang mengembang hingga ke dalam esophagus (Barchini
and Holt, 2011). Ketika gastric balloon dikembangkan
kondisi ini akan mendesak dan memberikan tekanan pada area gastric dan varises
esophagus sehingga dapat menahan adanya perdarahan. Esophageal lumen balloon dapat dikembangkan dan memiliki tekanan
hingga 20-40 mm Hg (Abbenbroek, 2005).
Sengstaken-Blakemore
menjadi
salah satu alternative penanganan pertama dalam prosedur tetap di Royal Prince
Alfre Hospital Intensive Care selain Linton
Nachlas Tube. Sengstaken-Blakemore
tube memiliki volume maksimal hingga 250 ml. Sedangkan esophageal lumen balloon memiliki kapasitas maksimal 150 ml
(Abbenbroek, 2005).
Namun dalam wacana mengenai
keefektifan Sengstaken Blakemore tube
sebagai life saving dalam
menghentikan perdarahan gastrointestinal, Sengstaken
Blakemore tube juga memiliki komplikasi (Abbenbroek, 2005). Komplikasi yang
mungkin muncul 10-40% kasus adalah aspirasi pneumonia, perforasi esophagus dan
gastric, rupture balloon, obstruksi jalan nafas, fistula bronkoesofageal, dan
nekrosis pressure (Barchini and Holt,
2011). Di bawah ini merupakan gambar Sengstaken-Blakemore
tube.
Gambar
1: Sengstaken BlakemoreTube
Bauer et al
(1974) melakukan penelitian kepada 47 pasien yang dibagi ke dalam 2 kelompok.
Dua pulu lima (25) pasien dengan perdarahan aktif varises esophagus dan
tamponade esophagus diberikan Sengstaken Blakmore tube untuk mengontrol
perdarahan, sedangkan 22 lainnya tidak mendapatkan Sengstaken Blakmore tube.
Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah Sengstaken Blakmore tube sukses
dalam menghentikan perdarahan pada 21 pasien dan 4 lainnya harus mendapatkan emergency
portosystemic shunt sebagai penanganan lanjutan. Dari 21 pasien yang sukses
dengan Sengstaken Blakmore tube, 12 diantaranya tidak mengalami
perdarahan berulang dan 9 lainnya mengalami perdarahan berulang. Dari 9 pasien
yang mengalami perdarahan berulang 6 diantaranya dilakukan pengembangan Sengstaken
Blakmore tube ulang dan 3 lainnya gagal untuk di kontrol hingga harus
dilakukan urgent operasi. Sedangkan 6 pasien yang dilakukan pengembangan ulang Sengstaken-Blakmore
tube perdarahan berulang dapat dikontrol dengan sukses (Bauer, Kreel, and Kark,
1974).
Literatur
review yang dilakukan oleh Garcia-Tsao
et al (2007) mencoba menganalisa berbagai jurnal terkait beberapa manajemen
tindakan pada pasien dengan varises dan variceal hemoragi salah satunya adalah Ballon
tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube. Hasil analisa didapatkan Ballon
tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube sangat efektif dalam
mengontrol perdarahan pada lebih dari 80% pasien (109 pasien). Bagaimanapun,
tindakan ini digunakan dengan potensial komplikasi yang mungkin terjadi seperti
aspirasi, perpindahan posisi tube, dan nekrosisi/perforasi pada esophagus dan
terakhir tingginya mortalitas 20% pada pasien. Meskipun begitu, Ballon
tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube tetap harus diberikan pada
pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang tidak terkontrol dengan terapi
lain seperti TIPS. Hal yang harus diperhatikan selama penggunaan adalah
manajemen jalan nafas pasien. Garcia-Tsao et al (2007) merekomendasikan, Ballon
tamponade dengan Sengstaken Blakmore tube sebagai terapi efektif
dalam 24 jam pada pasien dengan perdarahan tidak terkontrol dengan level
evidence based Kelas 1 dan Level B. Kelas I diartikan sebagai kondisi untuk
penerapan evidence base disetujui untuk diterapkan dalam prosedur diagnostic,
perawatan, penggunaan dan efektif dalam pemberiannya. Level B diartikan sebagai
hasil-hasil analisa literature yang didapat terdiri atas randomized trial atau non
randomized study (Garcia-Tsao, Sanyal, and Grace, 2007).
Review yang dilakukan oleh McLean and McCartan (2008) terkait prosedur tetap
(protap) pada Intensive Care Unit
Management Committee Wenthworth Area Health Service mengenai pemasangan Sengstaken
Blakemore Tube mendapatkan
hasil protap pertama kali dibuat pada tahun 2000 dan direvisi pertama kali
April 2005 dan mulai efektif digunakan April 2005. Review kemudian dilakukan
oleh McLean and McCartan pada
tahun 2008. Dalam
protap terakhir ini dijelaskan tujuan dari pemasangan Sengstaken Blakemore Tube bertujuan untuk mengontrol perdarahan
tidak lebih dari 24 jam. Spesialis gastroenterology pada intensive care unit
atau perawat RN harus memasang Sengstaken
Blakemore Tube pada pasien dengan perdarahan dan perawat RN melakukan monitor, merawat dan melepas Sengstaken Blakemore Tube setelah 24
jam.
Sebuah studi kasus lain dilakukan oleh
Barchini and Holt (2011) terhadap pasien berusia 62 tahun dengan AIDS dan
serosis hepatis yang mengalami melena dan hematemesis. Ketika prosedur ini
digunakan sebagai pengganti prosedur TIPS (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt), angka kejadian mortalitas selama 6 minggu pertama adalah
60%. Meskipun pemberian dan penempatan Sengstaken
Blakemore memiliki banyak komplikasi secara signifikan, ini adalah simple bedside procedure yang dapat
dilakukan sebagai life saving pada acute variceal haemorrhage (Barchini and
Holt, 2011).
Wu et al pada tahun 2013 melakukan
sebuah studi kasus yang dilakukan kepada pasien laki-laki 82 tahun dengan
perdarahan aktif saluran pencernaan bagian atas dan mengalami syok hipovolemik.
Perdarahan pasien berhenti dan hemodinamik pasien menjadi stabil setelah
dilakukan tindakan pemasangan Sengstaken
Blakemore Tube pada pasien. Pasien juga mendapatkan operasi sebagai
penghentian perdarahan. Dalam penelitian ini Sengstaken Blakemore Tube tetap digunakan selama procedure operasi
untuk meminimalisir perdarahan selama operasi. Berdasarkan study kasus yang
dilakukannya, Sengstaken Blakemore Tube merupakan
metode konvensional yang mudah untuk dipelajari, tehnik yang simple dan lebih
efektif dan metode yang efisien dengan rendahnya komplikasi. Rekomendasi yang
diberikan adalah Sengstaken BlakemoreTube
dapat digunakan sebelum dan dalam intraoperatif pasien dengan perdarahan
gastrointestinal (Wu, Hsu, Hung, Peng, and Chang, 2013).
C. Strategi
Penerapan/Pembahasan
Pro dan kontra penelitian yang
dilakukan terkait penggunaan Sengstaken
Blakemore Tube sebagai terapi
pada pasien perdarahan gastrointestinal menjadi penentu dalam penerapannya di
praktik klinik. Meskipun dirasa efektif sebagai
prosedur terapi dan telah menajdi prosedur tetap pada Unit Perawatan
Intensive (ICU) dan emergency department (ED), namun dibutuhkan clinical
signifikansi dalam menentukan layak tidaknya terapi ini diterapkan dalam
praktik klinik.
Tabel
1. Studi Klinis Keberhasilan SBT pada Pasien dengan Perdarahan GI
Peneliti/Tahun/Jurnal
Publikasi/Judul Penelitian
|
Jumlah Resp
|
Penyakit
|
Intervensi
Penelitian
|
Hasil
|
Level
Evidance Based
|
Bauer
et al./1974/ Ann Surg. 179 (3):
273-277/The use of the sengstaken-balemore tube for immediate control of
bleeding esophageal varices
|
45
|
Pasien dengan perdarahan aktif varises esophagus
|
25 pasien dengan SBT dan 22 pasien tanpa SBT
(case study)
|
21 pasien yang diberikan tindakan Sengstaken Blakmore tube (SBT) sukses
dalam menghentikan perdarahan. Dan 4 pasien lainnya membutuhkan emergency portosystemic shunt.
|
4
|
Garcia-Tsao et al./2007./ American Journal of
Gastroenterol. 102: 2086-2102./ Prevention and management of
gastroesophageal varices and variveal hemorrhage in cirrhosis.
(Systematic Review)
|
-
|
Pasien dengan varises dan variceal hemoragi
|
SBT
|
Terapi SBT efektif dalam 24 jam pada pasien
dengan perdarahan tidak terkontrol dengan level evidence based Kelas 1 dan
Level B.
|
2
|
Barchini
et al./2011/ Yale Primary Care Residency Program. New Haven and Waterbury/
Interactable upper gastrointestinal
bleeding: to Blakemore or Blakeless?
(Study case)
|
1
|
Pasien
dengan AIDS dan serosis hepatis yang mengalami melena dan hematemesis.
|
SBT
|
Selama 6 minggu setelah pemberian angka mortalitas 60%. SBT sebagai simple bedside procedure yang dapat
dilakukan sebagai life saving pada acute variceal haemorrhag.
|
4
|
Wu
et al/2013./ Journal of Sace Reports.
3(1): 137-141./Successful Intraoperative Resucitation following upper
gastrointestinal bleeding using the retrograde insertion of a sengstaken
balkemore tube.
|
1
|
Pasien
dengan perdarahan aktif saluran pencernaan bagian atas dan mengalami syok
hipovolemik
|
SBT sebelum dan selama operasi.
|
Perdarahan
pasien berhenti dan Hemodinamik pasien menjadi stabil
|
4
|
*
Sumber: (National Health and Medical Research Council, 2009) dan
(Melynyk,
& Fineout-Overholt, 2011) dan (CEBM, 2011)
Efektifitas penerapan Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal dapat dilihat berdasarkan penilaian level evidence
based jurnal dan resferensi yang didapat. Level 1
pada penelitian dengan systematic review
yang menggunakan randomize control trial,
level 2 penelitian dengan randomize
control, level 3 penelitian yang tidak menggunakan randomized konrol tetapi
terdapat kelompok kontrol dan perlakuan atau bentuk eksperimen (Melynyk,
and Overholt, 2011). Jurnal, artikel dan abstrak yang
didapat level 4 jika berupa study kasus dan level 5 jika sebuah opini (CEBM, 2011).
Sebagai
penguat clinical signifikansi penerapan Sengstaken Blakemore tube
di praktik
klinik, penulis mencoba membuat analisa
SWOT terkait penerapannya. Kekuatan penerapan Sengstaken Blakemore tube pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal dapat
dilihat berdasarkan level evidence basednya. Kelemahan dalam penerapannya
adalah banyaknya komplikasi yang mungkin muncul pada pasien selama dan setelah
pemasangan Sengstaken Blakemore tube.
Dukungan dalam
penerapan Sengstaken Blakemore tube
ini dapat
dilihat berdasarkan adanya protap di beberapa rumah sakit yang telah sejak lama
menggunakan Sengstaken Blakemore tube
sebagai
terapi (Abbenbroek, 2005). Ancaman
dalam penerapan Sengstaken Blakemore tube dapat
berupa urgent operasi atau emergency portosystemic shunt sebagai
penanganan lanjutan jika dirasa gagal. Hal ini terjadi pada penelitian yang
dilakukan oleh Bauer et al (1974), dimana 4 pasien yang langsung gagal dan 3
pasien yang mengalami perdarahan berulang dan kemudian gagal dalam menghentikan
perdarahan membutuhkan emergency portosystemic shunt. Ancaman lain dapat
terjadi jika komplikasi pemasangan Sengstaken Blakemore tube
muncul,
hal ini justru dapat memperparah kondisi pasien.
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
dan restorasi volume intravascular dalam menghentikan perdarahan dengan cepat adalah tujuan tata
laksana awal dalam perdarahan gastrointestinal. Infus kristaloid awal,
sampai 30 mL/ kg, dapat diikuti transfusi darah O-negatif atau yang crossmatched
jika diperlukan. Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi
secepatnya terkait tindakan esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang
mungkin diperlukan. Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau, diobservasi,
dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Jika tindakan ini gagal menghentikan
perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin
diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises, tata
laksana medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan definitif. Oktreotid dapat
digunakan untuk menurunkan tekanan vena porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore
dapat dipasang sebagai tindakan sementara untuk bertahan (Yoshida, Marmada,
Taniai, Yoshioka, Hirakata, Kawano, Mizuguchi, Shimizu, Ueda, and Uchid, 2012). Maksimal waktu untuk mempertahankan terapi ini
adalah 36 jam untuk esophageal balloon
dan 72 jam untuk gastric balloon
(Day, 2001).
Meskipun
dirasa efektif,
namun tidak dapat di kesampingkan komplikasi yang mungkin muncul pada kasus
pemasangan Sengstaken Blakemore tube.
Salah satu komplikasi yang jarang terjadi pada pasien dengan Sengstaken
Blakemore tube adalah Transesofageal fistula (TEF). Kim et al (2012) melakukan
study kasus pada seorang pasien wanita (80 tahun) yang memiliki pengalaman TEF
setelah terapi Sengstaken Blakemore tube.
Pada pasien ini, Sengstaken Blakemore
tube berperan sebagai terapi mengontrol perdarahan khususnya varises
esophagus dengan atau tanpa farmakologi terapi. Sengstaken Blakemore tube dirasa efektif untuk diberikan pada pasien
(Kim, Kim, Lee, Jeon, Cho, H. J., Park, C. H., Cheung, D. H., and Cdo, 2012).
Sebelum melakukan tindakan, ada
beberapa alat yang harus dipersiapkan saat pemasangan yaitu; Sengstaken-Blakemore tube, trolley
perlengkapan, lubricant, 50 ml syringe, klem, kantung cairan 500-1000mls, IV
pole, perlengkapan resusitasi. Kemudian dilanjutkan dengan prosedur pemasangan.
Sebelum melakukan tindakan, jelaskan kepada pasien terkait procedure yang akan
dilakukan, lakukan uji kemampuan balon untuk mengembang dan mengempis, lakukan
kontrol infeksi pada pembatasan manajemen cairan, ukur panjang tube, berikan
pelumas pada tube, masukkan tube dapat melalui nasal atau oral dan dilanjutkan
hingga ke abdomen. Balon kemudian
dikembangkan, dan kunci dengan 50 ml udara. Kaji kemungkinan adanya resistensi gastric ballon. Terakhir periksa posisi
kepatenan balloon dengan foto rontgen (Barchini
and Holt, 2011). Di bawah ini merupakan gambar pemasangan Sengstaken
Blakmore tube pada pasien.
Gambar 2: Pasien yang terpasang Sengstaken-Blakmore
tube
Tehnik Sengstaken-Blakmore
tube yang dilakukan oleh Bauer et al (1974) dalam penelitiannya kepada 25
pasien diberikan melalui nasal. Prosedure yang dilakukan dalam penelitian Bauer et al tidak berbeda dengan prosedur yang dijadikan sebagai
prosedur tetap pada Royal Prince Alfre Hospital
Intensive Care (Abbenbroek,
2005). Kepatenan lumen dan
pengembangan balon dipastikan dengan baik. Sebelum pemasangan Sengstaken-Blakmore
tube, dilakukan lavase lambung dengan menggunakan cairan normal saline es.
Tube diberikan lubrikan dan kemudian dimasukkan via rute nasal, panjang tube 50
cm dengan pengembangan maksimal gastric balloon 200 ml untuk udara sebagai
klem. Sengstaken-Blakmore tube dipertahankan selama 24 jam. Volume
darah, fungsi hati, status koagulan, cairan dan elektrolit dikaji, gangguan
lain dikoreksi jika memungkinkan. Karena darah residual dari traktus
gastrointestinal mungkin menyebabkan portosystemic ensefalopati, kolon
dikosongkan dengan enema dan diulangi hingga benar-benar bersih (Bauer,
Kreel, and Kark, 1974).
Ada
beberapa hal yan harus dipertimbangkan sebelum, dan selama pemberian Sengstaken
Blakmore tube
yaitu memberikan pendidikan kepada pasien berkaitan dengan tube yang akan
dipasang, mempertimbangkan
pemberian sedasi dan analgesi untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat prosedur
tindakan. Selama pasien menggunakan Sengstaken-Blakmore tube periksa hidung dan mulut untuk
memastikan kemungkinan berpindahnya atau bergesernya tube. Posisi pasien kepala 45 derajat
untuk membantu mengosongkan gastric dan mencegah aspirasi. Berikan oral dan nasal hygine dan terakhir pastikan esophagus bersih dari
drainage (Abbenbroek, 2005).
Selain itu, ada beberapa hal yang
harus diantisipasi oleh perawat selama pasien di berikan Sengstaken-Blakmore
tube yaitu selama periode aktif
perdarahan, pantau tanda dan gejala syok hipovolemik yang mungkin muncul pada
pasien. Observasi tanda-tanda vital pasien serta haluran urine terkait jumlah, warna
dan karakteristik urine. Jika pasien sadar dan Sengstaken-Blakmore tube dipasang
melalui oral, sampaikan pada paien untuk tidak menggigit tube yang terpasang. Periksa
tekanan esophageal balloon dengan manometer yang terpasang setiap 30-60 menit
sekali. Hal ini dikarenakan esophageal balloon dapat berubah dengan adanya
pergerakan respiratory dan kontraksi esophageal (Dunton, 1963).
Beberapa
hal lain yang harus diantisipasi adalah kemungkinan terjadinya rupture
esophageal dan gastric balloon, dan jika itu terjadi balloon harus segera
dikempiskan dan dimulai dilakukannya CPR. Perawat dapat mengempiskan balon
selama 5-10 menit setiap 12 jam sekali untuk mencegah tekanan yang berlebihan
pada esophagus. Untuk mengecek kepatenan dapat dilakukan irigasi lumen dengan
menggunakan normal saline. Perhatikan posisi pasien selama terpasang Sengstaken-Blakmore
tube. Pasien tetap harus berada dalam posisi semi fowler. Terakhir pasien
harus selalu diberikan perawatan mulut dan hidung selama terpasang Sengstaken-Blakmore
tube (Patient Services Committee, 1983).
D. Kesimpulan
Perdarahan gastrointestinal merupakan
salah satu kasus yang sering dijumpai tidak hanya di emergency department, tetapi juga pada pasien-pasien yang di rawat
di rumah sakit. Melihat kondisi ini dibutuhkan suatu penanganan yang cepat dan
tepat untuk menghentikan peradarahan. Salah satu tindakan life saving yang dapat dilakukan adalah esophagostric tamponade tubes dengan Sengstaken-Blakemore. Meskipun dirasa efektif sebagai prosedur terapi dan telah menjadi
prosedur tetap pada beberapa Unit Perawatan Intensive (ICU) dan emergency
department (ED), tidak dapat di kesampingkan komplikasi yang mungkin muncul
pada pemasangannya. Sehingga
membutuhkan monitoring dari perawat baik
sebelum, selama dan sesudah pemasangan Sengstaken
Blakemore Tube pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal.
E. Daftar
Pustaka
Abbenbroek
Brett. (2005). Intensive Care Service
Nursing Policy and Procedures. Royal Prince Alfre Hospital Intensive Care
Services.
Bauer,
J. J., Kreel, I., and Kark, A. E. (1974). The use of the sengstaken-balemore
tube for immediate control of bleeding esophageal varices. Ann Surg. 179 (3): 273-277.
Barchini,
S., and Holt, S. (2011). Interactable
upper gastrointestinal bleeding: to Blakemore or Blakeless?. Yale Primary
Care Residency Program. New Haven and Waterbury.
Day,
M. W. (2001). Esophagogastric tamponade
tube. In D. Lynn-McHale & K. Carlson (Eds). AACN procedure manual for
critical care (4th ed). Philadelphia: Saunders.
Djumhana
Ali. (2005). Perdarahan Akut Saluran
Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. RS Dr. Hasan Sadikin.
Bandung.
Dunton, F. R. (1963). Science concepts: nursing
care ofpatients with bleeding esophageal varices. The School of Nursing
Bostoon University.
Garcia-Tsao, G., Sanyal, A. J., and Grace, N. D.
(2007). Prevention and management of gastroesophageal varices and variveal
hemorrhage in cirrhosis. American Journal of Gastroenterol. 102: 2086-2102.
Hanna,
S. S., Warren, D., Galambos, J., and Millikan, W. J. (1981). Bleeding varices:
emergency management. CMA Journal.
1(124). 29-41.
Kim,
H. J., Kim, J. H., Lee, S. J., Jeon, J. H, Cho, H. J., Park, C. H., Cheung, D.
H., and Cdo, S. H. (2012). Tracheoesophageal fistula in the treatment of
gastric variceal hemorrhage with Sengstaken-Blakemore Tube. The Korean Journal of Helicobacter and Upper
Gastrointestinal Research. 12(3). 188-191.
McLean, A., and McCartan,
A. (2008). Insertion, care and removel of
the Sengstaken Blakemore or Linton Tube. Wentworth Area Health Service.
Melynyk,
B. & Fineout-Overholt, E. (2011). Evidence-based
practice in nursing & healthcare: A guide to best practice (2nd
ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins.
National Health and
Medical Research Council (2009). NHMRC
levels of evidence and grades for recommendations for developers of guidelines
(2009). Australian Government: NHMRC.
Oxford Centre for Evidence-Based Medicine (CEBM).
(2011). Levels of Evidence Levels
of Evidence Working Group. www.cebm.net
Patient Services Committee. (1983). Blakemore
(Sengstaken) Tube-Care of Patient with-assisting with removal. Saskatoon
Health Region.
Wu,
C., Hsu, H., Hung, C., Peng, C., and Chang, Y. (2013). Successful
Intraoperative Resucitation following upper gastrointestinal bleeding using the
retrograde insertion of a sengstaken balkemore tube. Journal of Sace Reports. 3(1): 137-141.
Yoshida,
H., Marmada, Y., Taniai, N., Yoshioka, M., Hirakata, A., Kawano, Y., Mizuguchi,
Y., Shimizu, T., Ueda, J., and Uchida, E. (2012). Treatment Modalities for
Bleedingg Esophagogastric Varices. J Nippon Med. 79(1): 19-30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar