INDIKASI HUKUM DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN DI INDONESIA
Etika dan Hukum Dalam
Keperawatan
Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015
PROGRAM MAGISTER
KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
A. Pendahuluan
Pendokumentasian merupakan unsur terpenting dalam
pelayanan keperawatan. Karena melalui pendokumentasian yang lengkap dan akurat
akan memberi kemudahan bagi perawat dalam menyelesaikan masalah klien (Martono,
2012). Profesi perawat mengemban
tanggung jawab yang besar dan menuntut untuk memiliki sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang diterapkan pada asuhan keperawatan sesuai dengan standar dan
kode etik profesi. Dimana keperawatan yang memberikan pelayanan 24 jam terus
menerus pada klien, dan menjadi satu-satunya profesi kesehatan di rumah sakit
yang banyak memberikan pelayanan kesehatan pada diri klien (Ferawati, 2012).
Dokumentasi asuhan keperawatan mempunyai aspek hukum, jaminan
mutu, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian, dan akreditasi
(Nursalam,2001). Dokumentasi keperawatan adalah suatu mekanisme yang digunakan
untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. Fungsi
pendokumentasian keperawatan bertanggugjawab untuk mengumpulkan data dan
mengkaji status klien, menyusun rencana asuhan keperawatan dan menentukan tujuan,
mengkaji kembali dan merevisi rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2001).
Dokumentasi keperawatan merupakan suatu aspek penting yang sampai saat
ini perlu ditingkatkan. Menurut Ferawati (2012) masalah yang sering terjadi di Indonesia
pada rumah sakit pemerintah maupun swasta yaitu masih membahas tentang kelengkapan
dokumentasi keperawatan yang kurang lengkap sehingga ketika terjadi suatu
permasalahan, berpotensi untuk menjadi kasus hukum. Berdasar pada latar
belakang di atas, penulis ingin membahas mengenai indikasi hukum dalam
dokumentasi keperawatan di Indonesia.
B. Issu Hukum
Salah satu tugas dan
tanggungung jawab perawat adalah melakukan pendokumentasian mengenai intervensi
yang telah dilakuan, akan tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat
terhadap dokumentasi sudah berubah, akibatnya isi dan fokus
dokumentasi telah di modifikasi. Dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat
dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan proses
pendokumentasian adalah kegiatan mencatat atau merekam peristiwa baik dari
objek maupun pemberi jasa yang dianggap penting atau berharga (Ferawati, 2012).
Tanpa adanya dokumentasi
yang jelas dan benar, kegiatan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat
tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
keperawatan dan perbaikan status klien. Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan
dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien
sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi
tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Maka
pendokumentasian itu sangat penting bagi perawat karena sebagai dasar hukum
tindakan keperawatan yang sudah di lakukan jika suatu saat nanti ada tuntutan
dari pasien.
Sayang, dokumentasi ini
pun sering kali terbengkalai. Sebagian perawat melengkapi dokumentasi ketika
pasien sudah pulang. Atau tidak semua kaidah dokumentasi dipatuhi sehingga
kualitas dokumentasi keperawatan buruk.
Sebagai upaya untuk
melindungi pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan
perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka
perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Hal
ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan pasien
terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat
dijadikan settle concern, artinya
dokumentasi dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan
yang diterima secara hukum.
Menurut hukum jika
sesuatu tidak didokumentasikan berarti pihak yang bertanggung jawab tidak
melakukan apa yang seharusnya di lakukan. Jika perawat tidak melaksanakan atau
tidak menyelesaikan suatu aktifitas atau mendokumentasikan secara tidak benar,
dia bisa di tuntut melakukan malpraktik.
C. Kajian Pustaka
- Dokumentasi
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan
adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi
asuhan kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi
status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta
respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi
keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasien yang
menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan (Nursalam, 2001).
Disamping itu, catatan juga dapat sebagai wahana
komunikasi dan koordinasi antar profesi (interdisipliner)
yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk
dipertanggungjawabkan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral
dari asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian,
pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu
hal yang mutlak bagi setiap tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi keperawatan
secara baik dan benar.
Dokumentasi dapat dijadikan sarana komunikasi
antara petugas kesehatan dalam rangka pemulihan kesehatan klien. Perawat
memerlukan standar dokumentasi sebagai petunjuk dan arah terhadap petunjuk
terhadap teknik pencatatan yang sistematis dan mudah diterapkan, agar tercapai
catatan keperawatan yang akurat dan informasi yang bermanfaat.
Beberapa alasan yang menyebabkan kurang
terpenuhinya standar dokumentasi keperawatan dalam penyusunan dokumentasi
keperawatan, antara lain:
a.
Banyak kegiatan di luar
tanggung jawab perawat menjadi beban dan harus menjadi tanggungjawab perawat.
b.
Sistem pencatatan yang
dilaksanakan terlalu sulit dan menyita waktu.
c.
Tidak semua perawat
dalam instansi keperawatan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sama dalam
membuat dokumen sesuai standar yang ditetapkan, sehingga mereka tidak mau
membuatnya.
d.
Tenaga keperawatan yang
berasal dari berbagai jenjang pendidikan (SPK, D3, D4, S1, dan lain-lain ) dan
dari rentang waktu lulusan yang sangat berbeda (lulusan tahun delapan puluhan
hingga dua ribuan ) tapi memiliki tugas yang cenderung sama.
e.
Perawat lebih banyak mengerjakan pekerjaan
koordinasi dan limpah wewenang.
Dokumentasi keperawatan harus dapat diparcaya
secara legal, yaitu harus memberikan laporan yang akurat mengenai perawatan
yang diterima klien. Tappen,weiss,dan whitehead (2001) manyatakan bahwa dokumen
dapat dipercaya apabila hal-hal sebagai berikut:
a. Dilakukan pada periode yang sama dimana pencatatan dilakukan pada
waktu perawatan diberikan.
b. Akurat. Laporan yang akurat ditulis mengenai apa yang dilakukan
oleh perawat dan bagaimana klien berespon.
c. Jujur. Dokumentasi mencakup laporan yang jujur mangenai apa yang
sebenarnya dilakukan atau apa yang sebenarnya diamati.
d. Tepat. Apa saja yang dianggap tepat oleh seseorang untuk dibahas
di lingkungan umum di dokumentasikan
- Aspek
Legal Dokumentasi Keperawatan
Dalam Undang-Undang RI
No.23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, tercantum bahwa
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan. Bertolak dari dasar tersebut
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan keperawatan memegang peranan
penting di dalam penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan.
Dalam pelaksanaan tugas
profesi keperawatan diperlukan berbagai data kesehatan klien sebagai dasar dari penentuan keputusan model asuhan keperawatan yang akan
diberikan, olehkarenanya sangat diperlukan suatu proses pendokumentasian yang
berisikan data dasar keperawatan, hasil pemeriksaan atau assesment keperawatan,
analisa keperawatan, perencanaan tindak lanjut keperawatan.
Harus diyakini bahwa keberhasilan tujuan keperawatan akan sangat bergantung pada keberhasilan mekanisme
pendokumentasian. Disamping itu
berkesesuaian juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor
32 tahun 1996, tentang tenaga kesehatan Bab I pasal 11: yang menyatakan bahwa
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Makna yang dapat diambil dan dipahami dari
Peraturan Pemerintah di atas adalah bahwa dalam melakukan tugas dan
kewenangannya seorang perawat harus dapat membuat keputusan model asuhan
keperawatan yang akan dilakukan, proses tersebut dilakukan berdasarkan ilmu
pengetahuan keperawatan yang dimiliki oleh perawat, kemampuan tata kelola masalah
yang dimiliki oleh perawat dan kewenangan yang melekat pada profesi keperawatan.
Rangkaian proses tatalaksana masalah keperawatan tersebut digambarkan dalam
suatu lingkaran tidak terputus yang terdiri dari mengumpulkan data, memproses
data, umpan balik, tentunya untuk dapat menunjang terlaksananya seluruh
kegiatan di atas diperlukan upaya pencatatan dan pendokumentasian yang baik.
Berdasarkan Permenkes No.
269/Menkes/Per III/2008, dinyatakan bahwa rekam medik adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Jelas sekali dinyatakan
bahwa rekam medik berisikan berkas catatan baik catatan medik (dokter)
maupun catatan paramedik (perawat) dan
atau catatan petugas kesehatan lain yang
berkolaborasi melakukan upaya pelayanan kesehatan dimaksud. Selain itu rekam
medik juga berisikan dokumen yang
dapat terdiri dari lembaran expertise pemeriksaan radiologi, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan EKG dan lain-lain.
Berdasarkan hal di atas
serta melihat pada tanggung jawab atas tugas profesi dengan segala risiko
tanggung gugatnya dihadapan hukum, maka dokumentasi keperawatan memang benar
diakui eksistensinya dan keabsahannya serta mempunyai kedudukan yang setara
dengan dokumen medik lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Undang-undang, Peraturan
Pemerintah dan Permenkes yang berisikan tentang kewajiban tenaga kesehatan
untuk mendokumentasikan hasil kerjanya di dalam rekam kesehatan juga berlaku
untuk profesi keperawatan.
Berikut ini adalah pedoman dalam membuat
sebuah dokumen yang legal (Hastuti, 2011):
a.
Mengetahui tentang
konteks malpraktik.
b.
Memberi informasi yang
akurat mengenai informasi klien seperti terapi dan asuhan keperawatan.
c.
Mencerminkan keakuratan
penggunaan proses keperawatan, misalnya: pengkajian keperawatan, riwayat
kesehatan klien, rencana asuhan keperawatan, dan intervensi.
d.
Waspada terhadap situasi
tertentu, misalnya klien dengan masalah yang komleks atau yang membutuhkan
perawatan yang intensif.
e.
Dokumentasi yang legal
selalu mencerminkan apa yang telah terjadi dan yang telah dilakukan.
f.
Dokumentasi keperawatan
mencerminkan kolaborasi antara penyediaan asuhan antara tenaga kesehatan lain dan
perawat.
g.
Dokumentasi yang rutin
selalu mencerminkan gejala dan komplain oleh klien.
- Pedoman
Pendokumentasian menurut Hastuti 2011:
a. Pengobatan
1) Catat waktu,rute,dosis dan respon
2) Catat obat dan respon klien
3) Catat saat obat tidak diberikan dan intervensi keperawatan
4) Catat semua penolakan obat dan laporkan hal tersebut kepada orang
yang tepat.
b.
Dokter
1)
Dokumentasikan tiap kali
menghubungi dokter bahkan jika dokter tersebut tidak dapat dihubungi. Cantumkan
waktu tepatnya panggilan dilakukan jika dokter dapat dihubunhi dokumentasikan
rincuan pesan dan respon dokter.
2)
Bacakan kembali program
lisan kepeda dokter dan klarifikasi nama klien di catatan klien untuk
memastikan identitas klien.
3)
Catat program lisan
hanya jika anda pernah mendengarnya, bukan yang di beritahu kepada anda oleh
perawat lain atau oleh personal unit.
c.
Isu formal dalam pencatatan
1)
Sebelum menulis pastikan
anda mengambil catatan klien yang benar.
2)
Koreksi semua pencatatan
yang salah sesuai dalam kebijakan dan prosedur di institusi anda.
3)
Catat dengan gaya yang
terorganisasi mengikuti proses keperawatan.
4)
Tulis dengan jelas dan
singkat agar menghindari pernyataan subyektif
5)
Catat deskripsi yang
akurat dan spesifik
D. Analisis
Dokumen keperawatan selain merupakan salah satu alat bukti
hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat melindungi diri, mitra
kerja dan bahkan rumah sakit tempat bekerja dari permasalahan hukum. Perlu
dipahami proses pembuatan suatu dokumen keperawatan tidak sebatas hanya mengisi
data pada format yang telah disiapkan, akan tetapi juga harus mampu
menterjemahkan dan mendokumentasikan semua aktifitas fungsional keperawatan
yang dilakukan.
Dokumentasi
perawat merupakan bukti pelayanan bagi klien dan juga bukti pelayanan yang baik
dan aman oleh perawat. Jika terjadi tuntutan hukum, maka catatan perawat
merupakan hal pertama yang ditinjau oleh pengacara (Hastuti, 2011). Pengkajian
dan laporan perubahan kondisi klien oleh perawat merupakan faktor pembela yang
penting di dalam tuntutan hukum. Oleh karena itu, perawat harus mengidentifikasi
kepastian bahwa dokter atau penyelenggara layanan kesehatan telah dihubungi;
informasi kepada dokter atau penyelenggara layanan kesehatan telah disampaikan;
dan juga respon dokter atau penyelenggara layanan kesehatan.
Kesemuanya
di atas hendaknya didokumentasikan secara jelas. Laporan kejadian yang ditulis
pada lembar dokumentasi memberikan data dasar untuk penelitian selanjutnya
dalam upaya mejelaskan penyimpangan dari standar pelayanan, memperbaiki
tindakan yang diperlukan untuk mencegah rekurensi dan untuk mengingatkan
manajemen risiko terhadap situasi yang berpotensi menjadi tuntutan.
Seperti
diketahui tujuan dari dokumentasi keperawatan adalah untuk kepentingan
komunikasi, yaitu sebagai sarana koordinasi asuhan keperawatan, sebagai sarana
untuk mencegah informasi berulang, sebagai sarana untuk meminimalkan kesalahan
dan meningkatkan penerapan asuhan keparawatan, dan terakhir sebagai sarana
mengatur penggunaan waktu agar lebih efisien. Tujuan lain adalah memudahkan mekanisme
pertanggungjawaban dan tanggung gugat, karena dapat dipertanggungjawabkan baik
kualitas asuhan keperawatan dan kebenaran pelaksanaan serta sebagau sarana
perlindungan hukum bagi perawat bila sampai terjadi gugatan di pengadilan.
Salah
satu cara untuk membuat dokumentasi keperawatan yang baik adalah selalu berfokus pada: proses pencatatan yang aktual, faktual dan
realistik serta hasil pencatatan yang dibuat harus jelas, sistematik dan
terarah. Hal tersebut menjadi penting karena akurasi dan kelengkapan data
dokumentasi keperawatan selain dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Selain itu juga dapat menghindari kesalahan pembacaan, kesalahan penilaian dan
kesalahan penentuan intervensi yang dapat membahayakan nyawa klien.
Dalam membuat dokumentasi keparawatan perlu
diperhatikan substansi dasar yang harus ada, hal ini dimaksudkan agar dokumen
tersebut berguna dan memiliki arti untuk berbagai kepentingan baik bagi
keperawatan sendiri, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan hukum.
Ditambah lagi dengan belum jelasnya Undang-Undang Keperawatan menjadikan posisi
perawat akan semakin tersudut jika mengalami gugatan hukum. Sehingga sangat
diperlukan usaha dari perawat sendiri untuk meminimlakan kelalaian dan
kesalahan melalui dokuemntasi keperawatan yang lengkap sebagai bukti autentik
jika terjadi gugatan.
Dokumentasi keperawatan
dapat menjadi alat bukti hukum yang sangat penting, kebiasaan membuat
dokumentasi yang baik tidak hanya mencerminkan kualitas
mutu keperawatan tetapi juga membuktikan pertanggunggugatan setiap anggota tim keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan. Agar
mempunyai nilai hukum maka penulisan suatu dokumentasi keperawatan sangat
dianjurkan untuk memenuhi standar profesi, kelengkapan dan kejelasan mutlak
disyaratkan dalam penulisan dokumen keperawatan. Bila salah satu kriteria belum
terpenuhi maka dokumentasi tersebut belum bisa dianggap sempurna secara hukum. Berdasarkan
Permenkes Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang
Rekam Medis yang dijelaskan pada BAB III pasal 5 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Rekam Medis adalah:
1.
Rekam Medis harus dibuat segera dan dilengkapi
setelah pasien menerima pelayanan
2.
Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui
pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
3.
Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus
dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan
tertentu (perawat) yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.
4.
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan
pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan.
5.
Pembetulan yang dimaksud adalah hanya dapat
dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan
dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu (perawat)
yang bersangkutan.
Secara statistik terdapat beberapa situasi yang memiliki
kecenderungan untuk munculnya proses
tuntutan hukum dalam pemberian asuhan keperawatanyaitu:
1.
Kesalahan dalam administrasi pengobatan/salah
member obat
2.
Kelemahan dalam
supervise diagnosis
3.
Asisten dalam tindakan
bedah lalai dalam mengevaluasi operasi maupun bahan habis pakai yang digunkanan
(kasa steril)
4.
Akibat kelalaian
menyababkan klien terancam perlukaan
5.
Penghentian obat olehh
perawat
6.
Tidak memperhatikan
teknik dan antiseptik
7.
Tidak mengikuti standar
operasional yang seharusnya
E. Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
Dokumentasi
keperawatan merupakan media informasi dan komunikasi antar tenaga kesehatan
guna mengetahui kondisi pasien. Dokumentasi keperawatan memiliki fungsi hukum
sebagai alat bukti dalam menjawab kondisi pasien ketika mendapatkan tuntutan
hukum. Dalam membuat dokumentasi keparawatan perlu
diperhatikan substansi dasar yang harus ada, hal ini dimaksudkan agar dokumen
tersebut berguna dan memiliki arti untuk berbagai kepentingan baik bagi
keperawatan sendiri, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan hukum.
2.
Saran
Dengan makin meningkatnya
kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
keperawatan yang baik, aman dan bermutu, maka sudah menjadi keharusan bagi profesi perawat untuk lebih maju, lebih
berhati-hati, lebih mengerti kemungkinan munculnya tuntutan hukum dan lebih
profesional dalam menjalankan tugasnya. Sehingga dibutuhkan ketelitian,
keterampilan dan kemauan untuk terus meningkatkan isi kualitas dokumentasi
keperawatan. Hal ini nantianya akan menguatkan posisi perawat sebagai suatu
profesi yang benar-benar profesioanl baik dalam tindakan maupun dalam
pendokumentasiannya.
F. Daftar Pustaka
Ferawati. (2012). Hubungan
Antara Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian
Aduhan Keperawatan di RSI Ibnu Sina Padang. Padang: Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Hastuti. A., P. (2011). Aspek
Legal Serta Manajemen Resiko dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan.
Malang: Politeknik Kesehatan RS dr. Soeparoen.
Martono Yun. (2012). Evaluasi
Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Kamar Bayi Rumah Sakit PKU
Muhamadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Keperawatan Universitas
Muhamadiyah Yogyakarta.
Nursalam. (2001). Proses
dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.