STUDI
KASUS PASIEN DENGAN CHEST PAIN
PRE
– TO IN HOSPITAL MANAGEMENT
Kecenderungan
dan Isue dalam Keperawatan
Oleh:
ANISSA
CINDY NURUL AFNI
126070300111015
PROGRAM
MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
STUDI
KASUS PASIEN DENGAN CHEST PAIN
PRE
– TO IN HOSPITAL MANAGEMENT
Penyakit
kardiovaskuler dewasa ini merupkan masalah global dan menjadi penyebab kematian
terbesar di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 terdapat
7,2 juta kematian di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler
atau 12,2 % dari seluruh kematian penduduk dunia (Priyanto Ade, 2011). Di
Amerika Serikat, 5.8 juta pasien datang ke emergency
department pada umumnya mengeluhkan nyeri dada dan 85% diantaranya nyeri
dada yang dirasakan akibat penyakit kardiovaskuler (LaSalvia,
Nadkarni, Bal, 2010).
Didapatkan
hasil yang berbeda dalam epidemiologi nyeri dada pada unit rawat jalan dan unit
emergensi. Kondisi kardiovaskular seperti infark miokard, angina, pulmonary embolism, dan gagal jantung
ditemukan lebih dari 50% pasien yang datang ke unit emergensi dengan nyeri
dada. Sedangkan pada unit rawat jalan di pelayanan primer penyebab nyeri dada
pada pasien antara lain kondisi pada musculoskeletal, penyakit
gastrointestinal, coronary artery disease
(CAD) yang stabil, gangguan panic atau kondisi psikologis lainnya dan penyakit
pernafasan (William, 2005).
Angka
kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler juga masih
tinggi. Menurut survey rumah Tangga Depkes RI tahun 2008 angka kematian
mencapai 25%. Data yang dikumpulkan dari Unit Gawat Darurat (UGD) Pusat Jantung
dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita Jakarta pada tahun 2009 terdapat 3862
dan tahun 2010 sejumlah 2529 pasien yang didiagnosis sebagai sindrom koroner
akut (SKA) (Ed: Irmalita, Nani,
Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah, Surya, Isman, 2009).
Keluhan
nyeri dada yang di rasakan pasien dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi
antara lain: penyakit jantung (cardiac
cause) dan penyebab selain penyakit jantung (non cardiac cause). Untuk penyebab penyakit jantung sendiri terdiri
dari coronary artery disease, aortic
stenosis, coronary artery spasm dan hypertropic cardiomyopath, pericarditis,
dissecting aortic aneurysm dam mitral valve prolapsed. Sedangkan untuk
penyebab selain penyakit jantung terdiri dari penyakit pernafasan, penyakit
pencernaan (gastroesophageal),
penyakit muskuloskeletal, penyakit dermatologis dan kondisi psikologis.
Masing-masing penyebab dari nyeri dada mempunyai karasteristik yang berbeda
satu sama lain, oleh karena itulah di sini pentingnya bagi seorang perawat atau
dokter mengenali tipe dan penyebab nyeri dada pada pasien (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel,
Dafsah, Surya, Isman, 2009).
Pengkajian
dan penilaian yang tepat akan menghasilkan diagnose yang tepat. Diperlukan pengkajian
yang komprehensif terkait keluhan nyeri dada, pemeriksaan fisik dan serangkaian
tes diagnostik lain sebagai penunjang. Meskipun penyebab keluhan nyeri dada
pada pasien dapat disebabkan oleh banyak hal dan ada yang tiak mengancam jiwa,
namun penanganan yang diberikan di ruang UGD harus menggunakan prinsip respon time dan melakukan penilaian
dengan time risk SKA (myocard infrak
atau angina) (Mayo Foundation for Medical
Education and Research, 2010). Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan perawat
atau dokter dapat menegakkan diagnosa dengan cepat dan segera memberikan
penanganan secara tepat untuk menghindari kemungkinan terjadinya kecacatan atau
kematian pada pasien. Sehingga dalam essay ini penulis tertarik untuk membahas
kasus pasien dengan chest pain dan
penanganannya.
Pada
kasus didapatkan data bahwa terdapat seorang pasien laki-laki 45 tahun tiba-tiba mengeluh nyeri dada pada saat
menunggu antrian pada dokter umum. Pasien dalam kondisi pasien pucat dan berkeringat dingin. Nyeri muncul
10 menit yang lalu dan saat ini masih nyeri. Saat ini pasien tersebut sedang
dibawa ke rumah sakit.
Berdasarkan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami keluhan nyeri dada (chest pain)
pada waktu menunggu antrian dokter praktik. Nyeri yang dirasakan lebih dari 10
menit, dan gejala yang menyertai keluhan adalah pucat dan berkeringat dingin
dan pasien dalam kondisi sadar. Sedangkan tanda-tanda vital pasien tidak didapatkan data
yang jelas.
Selama fase transport, penyebab nyeri harus ditanyakan
pada pasien. Apakah selama menunggu atau mengantri pasien melakukan aktivitas
lain atau hanya duduk. Apakah ada sebab pemicu yang menyebabkan nyeri muncul.
Pasien harus ditanyakan dengan jelas apa penyebab nyerinya agar dapat
memberikan tindakan selanjutnya.
Keluhan nyeri dada yang
di rasakan pasien dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi antara lain:
penyakit jantung (cardiac cause) dan
penyebab selain penyakit jantung (non
cardiac cause). Untuk penyebab penyakit jantung sendiri terdiri dari coronary artery disease, aortic stenosis,
coronary artery spasm dan hypertropic cardiomyopath, pericarditis, dissecting
aortic aneurysm dam mitral valve prolapsed. Sedangkan untuk penyebab selain
penyakit jantung terdiri dari penyakit pernafasan, penyakit pencernaan (gastroesophageal), penyakit
muskuloskeletal, penyakit dermatologis dan kondisi psikologis. Masing-masing
penyebab dari nyeri dada mempunyai karasteristik yang berbeda satu sama lain,
oleh karena itulah di sini pentingnya bagi seorang perawat atau dokter
mengenali tipe dan penyebab nyeri dada pada pasien (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel,
Dafsah, Surya, Isman, 2009).
Keluhan nyeri dada yang
disebabkan oelh penyakit kardiovaskuler dan dicurigai SKA, umumnya dirasakan di
substernal dan bias menjalar ke lengan kiri atau kanan, rahang, bahu. Keluhan
biasanya berupa sensasi terbakar, tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas,
seperti diremas, atau hanya berupa keluhan nyeri di dada kanan. Keluhan sering
disertai keringat dingin, mual, muntah atau pingsan (Priyanto, 2011).
Selain itu, selama
proses transport pasien juga dilakukan pengukuran dan pemantauan tanda-tanda
vital pasien. Selama kondisi pasien masih sadar, pasien dapat dikaji lebih
lanjut mengenai PQRST nyeri yang di rasakan untuk menentukan penyebab dan
diagnosis sementara. Pasien dapat dibantu dengan pemberian oksigen 4 liter
permenit guna mencukupi suplai oksigen ke jaringan dan mengurangi nyeri yang di
rasakan. Jika memungkinkan dilakukan perekaman EKG selama proses transportasi
untuk mempertegas diagnosis. Dan kemudian dilakukan penanganan apakah dengan
pemberian medikasi.
Dalam melakukan
pengkajian nyeri, menggunakan pedoman pengkajian PQRST (provokative/palliative, quality/quantity,
region/radiation, severity dan timing). Dalam pengkajian nyeri ini, ada beberapa pertanyaan yang
diajukan oleh perawat atau dokter untuk mengkaji lebih jauh tentang nyeri dada
yang dialami pasien dan mengetahui penyebab dari nyeri dada tersebut (Orlolo
and Albarran, 2010). Pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya: Provocative atau palliative (P), Quality atau quantity (Q), Region atau radiation (R),
Severity (S), dan Timing (T). Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan pada Provocative atau palliative adalah; Apa saja yang bisa menyebabkan
nyeri dada terjadi?, Apa saja yang bisa membuat nyeri dada mereda? (istirahat,
postur, nitrat, oksigen atau analgesia), Apa saja yang membuat nyeri dada yang
dirasakan semakin memburuk? (aktivitas, bernafas, bergerak atau batuk).
Pada tahap pertanyaan Quality atau quantity, yang perlu
ditanyakan adalah; Nyeri dada yang dirasakan seperti apa? (seperti ditekan,
diremas, tertindih beban, tajam, tumpul, seperti rasa terbakar), Apakah sampai
saat ini nyeri dada masih dirasakan? jika iya, apakah rasanya lebih berat atau
lebih ringan dari biasanya?, Sampai seberapa besar nyeri dada yang dirasakan
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien?. Pada tahap Region atau radiation yang perlu ditanyakan adalah; Di daerah mana
nyeri dada itu terjadi?, Apakah nyeri dada yang dirasakan dijumpai di tempat
yang lain?, Sampai seberapa jauh penjalaran nyeri yang dirasakan? (lengan,
punggung, tenggorokan, rahang, gigi atau abdomen).
Pada tahap Severity, yang perlu ditanyakan adalah; Seberapa
parah nyeri dada yang dirasakan?, Semisal digunakan skala 0 sampai 10 dengan
skala 10 sebagai angka tertinggi untuk menunjukkan nyeri yang paling parah maka
skala berapa yang dipilih untuk nyeri yang dirasakan oleh pasien?, Apakah rasa
nyeri dada tersebut semakin berkurang, bertambah atau menetap?.Terakhir adalah Timing; Kapan nyeri dada itu terjadi?, Apakah
nyeri dada yang dirasakan mendadak atau bertahap?, Seberapa sering nyeri dada
terjadi?, Berapa lama nyeri dada yang dirasakan?.
Setelah pasien tiba di
ruang UGD rumah sakit, pengkajian PQRST dapat dilakukan jika selama proses
transport kondisi pasien belum memungkinkan, atau jika sudah dilakukan
pengkajian riwayat kesehatan pasien dan pemerikasaan fisik. Hal-hal yang perlu
dikaji menurut Knut Schroeder (2008) antara lain apakah pasien pernah menjalani
terapi pembedahan sebelumnya, penyakit yang pernah diderita pasien, riwayat
kesehatan keluarga, faktor resiko untuk
penyakit kardiovaskular (hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia,
angina), dan juga tentang gaya hidup pasien (kebiasaan merokok, obesitas, kurangnya
exercise, pola diet yang salah dan stres).
Setelah mengkaji
riwayat kesehatan pasien, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik pasien. Menurut
Michael (2010) pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji
tingkat resiko pada pasien dan menentukan penyebab dari nyeri dada tersebut.
Temuan penting untuk identifikasi pasien dengan resiko tinggi adalah adanya
gagal jantung kronis dan ketidakstabilan hemodinamika (penurunan tekanan darah,
peningkatan denyut jantung). Pemeriksaan juga harus menargetkan potensi
penyebab selain penyakit jantung (non
cardiac causes), seperti adanya prominent murmur (endocarditis), friction
rub (pericarditis), adanya demam dan suara paru yang abnormal (pneumonia), dan
adanya nyeri dada yang timbul setelah dilakukan palpasi (penyebab
muskuloskeletal).
Selain dari data
anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik, penegakan diagnosa dapat ditunjang dengan
melakukan beberapa pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan diagnostik yang bisa
dilakukan pada pasien tersebut untuk membantu mengetahui penyebab nyeri dada
antara lain (Priyanto, 2011; Orlolo, 2010 dan Knut, 2008):
a)
Tes
darah yang meliputi : pemeriksaan darah lengkap untuk mengabaikan terjadinya
anemia dan memeriksa apakah terjadi
infeksi, pemeriksaan kadar urea dan elektrolit, pemeriksaan kadar glukosa
darah, pemeriksaan lipid profil.
b)
Pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG)
Rekaman EKG dapat berupa perubahan segmen ST baik elevasi
maupun depresi atau adanya inverse gelombang T dapat memberikan gambaran
kejadian SKA. Namun demikian, EKG bukansatu-satunya alat diagnostic untuk
menegakkan diagnosa sehingga dapat
dilakukan dengan pemeriksaan enzim jantung.
c)
Foto
thorax dada untuk mengkaji ukuran jantung dan melihat adanya pneumonia atau
pneumothoraks.
d)
Penanda
Jantung (Cardiac Biomarkers)
Pemeriksaan enzyme jantung pada kejadian injury di
miokard akan terdapat perubahan yang signifikan, namun demikian pemeriksaan
enzyme ini harus dilakukan secara periodic atau serial 4-6 jam karena enzyme
jantung akan terakumulasi dalam aliran darah apabila otot-otot jantung
mengalami kerusakan/infark. Enzyme yang spesifik sebagai penanda adanya
kerusakan miokard adalah CKMB dan Troponin T. CKMB akan mulai meningkat 3-4 jam
setelah infark, demikian dengan Troponin T. Peningkatan keduanya
mengindikasikan adanya miokard infark.
e)
Exercise tes
Exercise tes merupakan pemeriksaan EKG yang
dilakukan pada saat pasien melakukan aktivitas (treadmill atau bersepeda).
Penggunaan tes diagnostik ini dilakukan untuk mendiagnosa ischaemic heart disease, di mana 75% pasien dengan ischaemic heart disease menunjukkan
hasilyang positif.
f)
Coronary
Angiography
Pada pemeriksaan ini sebuah kateter dimasukkan melalui
arteri brachialis atau arteri femoralis menuju ke jantung. Sebagian besar
pasien yang akan menjalani kateterisasi jantung dilakukan coronary angiography. Indikasi pemeriksaan ini meliputi : Penegakan
diagnosa coronary artery disease,
Mengkaji angina yang tidak dapat dikontrol oleh pengobatan. Komplikasi yang
perlu diwaspadai oleh perawat antara lain perdarahan pada lokasi penusukan,
aritmia, infark miokard, stroke, tromboembolisme, trauma pada pembuluh darah
atau jantung, infeksi sampai terjadi kematian.
Setelah
melakukan pemeriksaan yang komprehensif terhadap keluhan nyeri dada pasien,
diharapkan dokter atau perawat dapat menegakkan diagnosa yang tepat mengenai
penyebab nyeri dada pada pasien tersebut. Penyebab dari nyeri dada yang
dirasakan kemungkinan bisa berasal dari
penyakit jantung (cardiac cause) atau
penyebab lain selain penyakit jantung (pulmonal, muskuloskeletal,
gastroesophageal, herpes atau psikologis). Dengan penegakan diagnosa yang
akurat maka dapat segera dilakukan penanganan pada pasien tersebut sesuai
dengan penyebab nyeri dadanya. Di bawah ini merupakan gambar algoritma
penegakan diagnosis nyeri ada akut (acute
chest pain).
Gambar 1: Algoritma for the
diagnosis of chest pain
(Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai,
Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002)
Tabel. 1 Perbedaan Hasil Pengkajian Nyeri Dada
Penyebab
Nyeri
|
Karakteristik
nyeri
|
Durasi
|
Kejadian
pencetus
|
Tindakan
yang mengurangi
|
Angina pektoris
|
Nyeri substernal atau retrosternal yang menyebar di
atas dada, menyebar ke lengan bagian dalam, leher atau dagu
|
5-15 menit
|
Biasanya berhubungan dengan aktivitas, emosi, makan,
dingin
|
Istirahat, nitrogliserin, oksigen
|
Infark miokardial
|
Nyeri substernal atau nyeri di atas periakrdium, dapat
menyebar meluas di dada, dapat terjadi nyeri ketidakmampuan pada bahu dan
lengan
|
>15 menit
|
Terjadi secara spontantapi dapat berakibat pada angina
yang tidak stabil
|
Morfin, reperfusi yang berhasil dari arteri koronaria
yang tersekat
|
Perikarditis
|
Tajam, nyeri substernal berat atau nyeri pada bagian
kiri sternum, dapat terasa di sebelah kiri epigastrik dan dapat menjalar ke
leher, lengan dan punggung
|
Intermitten
|
Awitan tiba-tiba, nyeri meningkat saat inspirasi,
menelan, batuk, rotasi badan
|
Duduk tegak, pengobatan analgesik, antiinflamasi
|
Nyeri pulmonis
|
Nyeri timbul dari bagian pleura, dapat menjalar ke
batas iga atau abdomen bagian atas, pasien mungkin mampu melokalisasi nyeri
|
30 menit
|
Biasanya terjadi secara spontan, nyeri terjadi atau
meningkat saat inspirasi
|
Istirahat, penanganan penyebab yang mendasari,
bronkodilator
|
Nyeri esophageal
|
Nyeri substernal, dapat diproyeksikan sekitar dada
|
5-60 menit
|
Posisi rekumben, cairan dingin, latihan, dapat terjadi
secara spontan
|
Makanan, antasida, nitrogliserin, pereda spasme
|
Nyeri muskuloskeletal
|
Tajam, terlokalisasi secara spesifik pada area di dada,
adanya tender points pada dada
bagian atas
|
Beberapa jam-minggu
|
Nyeri timbul pada waktu palpasi pada dada, diperburuk
dengan bergerak, nafas dalam, pergerakan pada lengan
|
Penanganan penyebab
|
Ansietas (psikologis)
|
Nyeri di atas dada kiri, dapat bervariasi, tidak
menyebar, adanya keluhan kebas dan rasa “geli” pada tangan dan mulut
|
2-3 menit
|
Stres, takipnea, emosional
|
Menghilangkan stimulus, relaksasi
|
Penatalaksanaan pasien dengan akut chest pain baik
dalam pre hospital maupun in hospital yang terpenting adalah mengetahui
penyebab nyeri yang dirasakan. Nyeri yang dirasakan timbula secara tiba-tiba
ataukahnada penyakit lain sebelumnya yang menyebabkan atau kondisi psikologis
pasien yang menyebabkan nyeri dada. Penilaian berdasarkan kondisi pasien
seperti riwayat kesehatan, gejala aktulam tanda klinis yang tampak, penemuan
hasil EKG, dan pemeriksaan lab lainya untuk melengkapi data-data penegakan
diagnosa adalah sangat penting (Erhardt, Herlitz,
Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Evaluasi dan perawatan pasien selama transport di
ambulan bertujuan mengkaji dan memberikan perawatan pertama kali pada pasien
oleh tim ambulan (tim pre hospital).
Tindakan yang dappat diberikan selama di ambulan adalah: mengkoreksi
tanda-tanda vital, menstabilkan kondisi, memulai diagnostic kerja dengan
pengkajian PQRST yang dapat digunakan dan penyebab nyeri, memberikan tindakan
berdasar pada gejala yang muncul, dan terakhir mencegah komplikasi dan
menetapnya gejala (Erhardt, Herlitz,
Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Selama tahap pre hospital, jika kondisi pasien dapat
dipastikan bahwa nyeri disebabkan penyakit jantung terutama miokard infrak,
maka secepat mungkin tim pre hospital harus segera memberikan penganan guna
meningkatkan harapan hidup pasien dan mengurangi risiko kematian. Dalam waktu
yang singkat tim harus mampu memberikan keputusan dan mempertimbangkan baik
buruknya tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Salah satunya adalah
dengan pemberian terapi fibrinolitik. Generasi terbaru dengan rapid action fibrinolitik, sebagai
trombolitik akan memberikan kemungkinan
hidupp pasien lebih besar (Erhardt, Herlitz,
Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Isu yang terkadang muncul dalam pemberian
firbinolitik pre hospital adalah harus dilakukan perekaman EKG 12 lead
sebelumnya dan setelahnya. Jika tim yang ada dalam pre hospital mampu
menganalisa EKG, perekaman EKG dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Namun
jika tim tidak mampu menganalisis, maka perekaman EKG tetap dapat dilakukan dan
pemberian fibrinoliti juga tetap dapat diberikan. Hal ini lebih baik
dibandingkan dengan tidak memberikan pertolongan kepada pasien. Sehingga untuk
mensiasati agar tim pre hospital mampu memberikan penanganan yang terbaik
kepada pasien, maka dibutuhkan pelatihan terhadap tim terutama kompetensi yang
dibutuhkan dalam penanganan prehospital (Erhardt,
Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Setelah pasien tiba di rumah sakit, penatalaksanaa
chest pain yang paling penting adalah: mengetahui gejala actual dan penyerta,
mengontrol pernafasan, mengontrol sirkulasi, perekaman dan pemantauan EKG dan
terakhir mempertahankan saturasi oksigen > 90%. Penggunaan klinikal pathway
untuk manajemen pasien chest pain
akan sangat membantu. Pasien chest pain
yang di dinilai memiliki risiko rendah untuk mengalami akut miokard infrak dapat bertahan di rumah
sakit maksimal 6 jam untuk pemantauan. Setelah dirasa tidak terjadi nyeri dan
komplikasi lainnya, pasien dapat diarahkan untuk melakukan exercise test. Empat puluh persen pasien akan menunjukkan
tanda-tanda klinis setelah dilakukan exercise
test. Jika pasien dalam kondisi baik, pasien dan keluarga dapat diberikan
perencanaan pemulangan dengan dibekali panduan penanganan awal ketika merasakan
nyeri dada muncul kembali. Namun jika hasil yang didapatkan ternyata mendukung
adanya penyakit kardiovaskuler, maka dapat diberikan perawatan dan pemeriksaan
lanjutan dapat dengan perfusion
tomography dan bertahan di rumah sakit beberapa waktu untuk mendapatkan
perawatan (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen,
Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Indikator kualitas dalam manajeman penanganan chest pain pre – to in hospital dilihat
berdasarkan evaluassi struktur dan evaluasi proses. Indikasi evaluasi struktur
antaralain: penanganan berdasarkan clinical practice guidelines, memonitor
perawatan dan hasil dari tindakan pada passion chest pain, dan terakhir
kelengkapan peralatan penanganan dan pengobatan. Sedangkan indikasi evaluasi
proses antara lain: kemampuan tim dalam mengkaji gejala dan penyebab yang
muncul, kemampuan menanganai gejala dalam waktu 24 jam dimana waktu tunggu
pelayanan tidak terlalu lama, penampilan pelayanan yang diberikan (waktu sejak
informasi diberikan hingga ambulan datang, penanganan dan tiba di rumah sakit
dengan cepat serta kondisi pasien stabil), pelayana ambulan yang baik, terakhir
pengorganisasian emergency department yang mampu menangani gejala
ketidaknyamanan nyeri dada, pemantauan EKG yang tepat hingga pemberian terapi
door to nidle time untuk trombilitik. Kesemuanya menjadi acuan evaluasi
keberhasilan penanganan pasien dengan chest pain (Erhardt,
Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Nyeri dada merupakan
gejala yang timbul akibat adanya cedera, tidak hanya akibat cedera atau penyakit
kardiovaskuler, damun juga akibat penyakit lain. Penanganan pasien nyeri dada,
dapat dilakukan sejak pasien di temukan, selama transport ke rumah sakit dan
setelah tiba di ruang emergensi. Pasien chest
pain baik dalam pre hospital dan
di ruang UGD harus segera dilakukan pengkajian yang tepat pada gejala nyeri
yang di rasakan. Karena hal ini akan berdampak positif pada hasil yang
diharapkan terhadap kondisi pasien.
Kemampuan mengkaji
secara komprehensif, mengenali penyebab, gejala dan mengumpulkan data-data lain,
melakukan pemeriksaan fisik sangat membantu penanganan selama pre hospital.
Selama fase prehospital jika memungkinkan pengkajian penyebab dan PQRST nyeri
dapat dilakukan, dan jika tidak memungkinkan pemberian oksigen 4 liter permenit
dapat memberikan pertolongan pertama jika penyebab nyeri belum jelas. Setelah
tiba di UGD rumah sakit, penanganan lanjutan dapat dilakukan dengan melengkapi
pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab lain
penunjang sangat membantu menentukan diagnosis medis pasien sehingga
penatalaksanaan yang diberikan tepat.
Untuk mendapatkan hasil
maksimala dalam penangan pasien chest pain pre – to in hospital dibutuhkan
kerjasama berbagai pihak baik penemu korban pertama kali, tim transport (tim pre hospital) dan tim di ruang
emergensi. Bagi tim pre hospital dan
tim ambulan, perlu diberikan pelatihan-peltihan terkait penanganan pasien
dengan chest pain agar dapat memberikan pertolongan yang tepat bagi pasien. Hal
ini diharapkan mampu menurunkan angak kejadian kematian dan kecacatan akibat
chest pain terutama yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler.
Daftar
Pustaka
Erhardt, L., Herlitz, J.,
Bossaert, L., Halinen, M., Keltai, M., Koster, R., Marcassa, C., Quinn, T., and
Weert, H. (2002). Task force on the management of chest pain. European Heart Journal. 23:
1153-1176.
Irmalita, Nani, H., Ismoyono, Indriwanto, S.,
Hananto, A., Iwan, D., Daniel, P. L. T., Dafsah, A. J., Surya, D., Isman, F.
(Ed). (2009). Standar Pelayanan Medik
(SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi III.
Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Knut Schroeder. (2008). Assesment of chest pain in
primary care. Oxford University Press on behalf
of the RCGP.
doi:10.1093/innovait/inm011.
LaSalvia, L., Nadkarni, P., Bal,
T., A. (2010). Chest Pain Triage in The Emergency Department: An Integrated
Diagnostic Approach. USA: Perspectives. www.slemens.com/diagnostic
Mayo Foundation for Medical
Education & Research. (2010). Emergency Department Assesment of Acute-Onset
Pain: Contemporary Approaches and Their Consequences. Mayo Clinical Proceding. 85(4): 309-313.
Michael C. Kontos., Deborah B. Diercks., & J.
Douglas Kirk. (2010). Emergency department and office-Based Evaluation of
patients with chest pain. Mayo Clin Proc,March 2010:85(3):284-299. doi:0.4O65/mcp.2009.0560.
Orlolo, V., and Albarran J., W. (2010). Assesment of
Acute Chest Pain. British Journal of
Cardiac Nursing. 5(12): 587-593.
Priyanto Ade. (2011). The Role of Nurse in Acute Coronary Syndrome.
Jakarta: Univeritas Muhamadiyah Jakarta.
William E. Cayley, Jr., M.D. (2005).
Diagnosing the cause of chest pain. American Family Physician, Volume 72, Number 10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar