Selasa, 26 Maret 2013

STUDI KASUS PASIEN DENGAN CHEST PAIN PRE – TO IN HOSPITAL MANAGEMENT


STUDI KASUS PASIEN DENGAN CHEST PAIN 
PRE – TO IN HOSPITAL MANAGEMENT


Kecenderungan dan Isue dalam Keperawatan




Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015
  

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012




STUDI KASUS PASIEN DENGAN CHEST PAIN 
PRE – TO IN HOSPITAL MANAGEMENT

Penyakit kardiovaskuler dewasa ini merupkan masalah global dan menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 terdapat 7,2 juta kematian di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler atau 12,2 % dari seluruh kematian penduduk dunia (Priyanto Ade, 2011). Di Amerika Serikat, 5.8 juta pasien datang ke emergency department pada umumnya mengeluhkan nyeri dada dan 85% diantaranya nyeri dada yang dirasakan akibat penyakit kardiovaskuler (LaSalvia, Nadkarni, Bal, 2010).
Didapatkan hasil yang berbeda dalam epidemiologi nyeri dada pada unit rawat jalan dan unit emergensi. Kondisi kardiovaskular seperti infark miokard, angina, pulmonary embolism, dan gagal jantung ditemukan lebih dari 50% pasien yang datang ke unit emergensi dengan nyeri dada. Sedangkan pada unit rawat jalan di pelayanan primer penyebab nyeri dada pada pasien antara lain kondisi pada musculoskeletal, penyakit gastrointestinal, coronary artery disease (CAD) yang stabil, gangguan panic atau kondisi psikologis lainnya dan penyakit pernafasan (William, 2005).
Angka kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler juga masih tinggi. Menurut survey rumah Tangga Depkes RI tahun 2008 angka kematian mencapai 25%. Data yang dikumpulkan dari Unit Gawat Darurat (UGD) Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita Jakarta pada tahun 2009 terdapat 3862 dan tahun 2010 sejumlah 2529 pasien yang didiagnosis sebagai sindrom koroner akut (SKA) (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah, Surya, Isman, 2009).   
Keluhan nyeri dada yang di rasakan pasien dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi antara lain: penyakit jantung (cardiac cause) dan penyebab selain penyakit jantung (non cardiac cause). Untuk penyebab penyakit jantung sendiri terdiri dari coronary artery disease, aortic stenosis, coronary artery spasm dan hypertropic cardiomyopath, pericarditis, dissecting aortic aneurysm dam mitral valve prolapsed. Sedangkan untuk penyebab selain penyakit jantung terdiri dari penyakit pernafasan, penyakit pencernaan (gastroesophageal), penyakit muskuloskeletal, penyakit dermatologis dan kondisi psikologis. Masing-masing penyebab dari nyeri dada mempunyai karasteristik yang berbeda satu sama lain, oleh karena itulah di sini pentingnya bagi seorang perawat atau dokter mengenali tipe dan penyebab nyeri dada pada pasien (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah, Surya, Isman, 2009).
Pengkajian dan penilaian yang tepat akan menghasilkan diagnose yang tepat. Diperlukan pengkajian yang komprehensif terkait keluhan nyeri dada, pemeriksaan fisik dan serangkaian tes diagnostik lain sebagai penunjang. Meskipun penyebab keluhan nyeri dada pada pasien dapat disebabkan oleh banyak hal dan ada yang tiak mengancam jiwa, namun penanganan yang diberikan di ruang UGD harus menggunakan prinsip respon time dan melakukan penilaian dengan time risk SKA (myocard infrak atau angina) (Mayo Foundation for Medical Education and Research, 2010). Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan perawat atau dokter dapat menegakkan diagnosa dengan cepat dan segera memberikan penanganan secara tepat untuk menghindari kemungkinan terjadinya kecacatan atau kematian pada pasien. Sehingga dalam essay ini penulis tertarik untuk membahas kasus pasien dengan chest pain dan penanganannya.
Pada kasus didapatkan data bahwa terdapat seorang pasien laki-laki 45 tahun tiba-tiba mengeluh nyeri dada pada saat menunggu antrian pada dokter umum. Pasien dalam kondisi pasien pucat dan berkeringat dingin. Nyeri muncul 10 menit yang lalu dan saat ini masih nyeri. Saat ini pasien tersebut sedang dibawa ke rumah sakit
Berdasarkan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami keluhan nyeri dada (chest pain) pada waktu menunggu antrian dokter praktik. Nyeri yang dirasakan lebih dari 10 menit, dan gejala yang menyertai keluhan adalah pucat dan berkeringat dingin dan pasien dalam kondisi sadar. Sedangkan  tanda-tanda vital pasien tidak didapatkan data yang jelas.
Selama fase  transport, penyebab nyeri harus ditanyakan pada pasien. Apakah selama menunggu atau mengantri pasien melakukan aktivitas lain atau hanya duduk. Apakah ada sebab pemicu yang menyebabkan nyeri muncul. Pasien harus ditanyakan dengan jelas apa penyebab nyerinya agar dapat memberikan tindakan selanjutnya.
Keluhan nyeri dada yang di rasakan pasien dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi antara lain: penyakit jantung (cardiac cause) dan penyebab selain penyakit jantung (non cardiac cause). Untuk penyebab penyakit jantung sendiri terdiri dari coronary artery disease, aortic stenosis, coronary artery spasm dan hypertropic cardiomyopath, pericarditis, dissecting aortic aneurysm dam mitral valve prolapsed. Sedangkan untuk penyebab selain penyakit jantung terdiri dari penyakit pernafasan, penyakit pencernaan (gastroesophageal), penyakit muskuloskeletal, penyakit dermatologis dan kondisi psikologis. Masing-masing penyebab dari nyeri dada mempunyai karasteristik yang berbeda satu sama lain, oleh karena itulah di sini pentingnya bagi seorang perawat atau dokter mengenali tipe dan penyebab nyeri dada pada pasien (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah, Surya, Isman, 2009).
Keluhan nyeri dada yang disebabkan oelh penyakit kardiovaskuler dan dicurigai SKA, umumnya dirasakan di substernal dan bias menjalar ke lengan kiri atau kanan, rahang, bahu. Keluhan biasanya berupa sensasi terbakar, tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas, seperti diremas, atau hanya berupa keluhan nyeri di dada kanan. Keluhan sering disertai keringat dingin, mual, muntah atau pingsan (Priyanto, 2011).
Selain itu, selama proses transport pasien juga dilakukan pengukuran dan pemantauan tanda-tanda vital pasien. Selama kondisi pasien masih sadar, pasien dapat dikaji lebih lanjut mengenai PQRST nyeri yang di rasakan untuk menentukan penyebab dan diagnosis sementara. Pasien dapat dibantu dengan pemberian oksigen 4 liter permenit guna mencukupi suplai oksigen ke jaringan dan mengurangi nyeri yang di rasakan. Jika memungkinkan dilakukan perekaman EKG selama proses transportasi untuk mempertegas diagnosis. Dan kemudian dilakukan penanganan apakah dengan pemberian medikasi.
Dalam melakukan pengkajian nyeri, menggunakan pedoman pengkajian PQRST (provokative/palliative, quality/quantity, region/radiation, severity dan timing). Dalam pengkajian nyeri ini, ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh perawat atau dokter untuk mengkaji lebih jauh tentang nyeri dada yang dialami pasien dan mengetahui penyebab dari nyeri dada tersebut (Orlolo and Albarran, 2010). Pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya: Provocative atau palliative (P), Quality  atau quantity (Q), Region atau radiation (R), Severity (S), dan Timing (T). Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan pada Provocative atau palliative adalah; Apa saja yang bisa menyebabkan nyeri dada terjadi?, Apa saja yang bisa membuat nyeri dada mereda? (istirahat, postur, nitrat, oksigen atau analgesia), Apa saja yang membuat nyeri dada yang dirasakan semakin memburuk? (aktivitas, bernafas, bergerak atau batuk).
Pada tahap pertanyaan Quality atau quantity, yang perlu ditanyakan adalah; Nyeri dada yang dirasakan seperti apa? (seperti ditekan, diremas, tertindih beban, tajam, tumpul, seperti rasa terbakar), Apakah sampai saat ini nyeri dada masih dirasakan? jika iya, apakah rasanya lebih berat atau lebih ringan dari biasanya?, Sampai seberapa besar nyeri dada yang dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari pasien?. Pada tahap Region atau radiation yang perlu ditanyakan adalah; Di daerah mana nyeri dada itu terjadi?, Apakah nyeri dada yang dirasakan dijumpai di tempat yang lain?, Sampai seberapa jauh penjalaran nyeri yang dirasakan? (lengan, punggung, tenggorokan, rahang, gigi atau abdomen).
Pada tahap Severity, yang perlu ditanyakan adalah; Seberapa parah nyeri dada yang dirasakan?, Semisal digunakan skala 0 sampai 10 dengan skala 10 sebagai angka tertinggi untuk menunjukkan nyeri yang paling parah maka skala berapa yang dipilih untuk nyeri yang dirasakan oleh pasien?, Apakah rasa nyeri dada tersebut semakin berkurang, bertambah atau menetap?.Terakhir adalah Timing; Kapan nyeri dada itu terjadi?, Apakah nyeri dada yang dirasakan mendadak atau bertahap?, Seberapa sering nyeri dada terjadi?, Berapa lama nyeri dada yang dirasakan?.
Setelah pasien tiba di ruang UGD rumah sakit, pengkajian PQRST dapat dilakukan jika selama proses transport kondisi pasien belum memungkinkan, atau jika sudah dilakukan pengkajian riwayat kesehatan pasien dan pemerikasaan fisik. Hal-hal yang perlu dikaji menurut Knut Schroeder (2008) antara lain apakah pasien pernah menjalani terapi pembedahan sebelumnya, penyakit yang pernah diderita pasien, riwayat kesehatan keluarga, faktor resiko  untuk penyakit kardiovaskular (hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, angina), dan juga tentang gaya hidup pasien (kebiasaan merokok, obesitas, kurangnya exercise, pola diet yang salah dan stres).
Setelah mengkaji riwayat kesehatan pasien, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik pasien. Menurut Michael (2010) pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji tingkat resiko pada pasien dan menentukan penyebab dari nyeri dada tersebut. Temuan penting untuk identifikasi pasien dengan resiko tinggi adalah adanya gagal jantung kronis dan ketidakstabilan hemodinamika (penurunan tekanan darah, peningkatan denyut jantung). Pemeriksaan juga harus menargetkan potensi penyebab selain penyakit jantung (non cardiac causes), seperti adanya prominent murmur (endocarditis), friction rub (pericarditis), adanya demam dan suara paru yang abnormal (pneumonia), dan adanya nyeri dada yang timbul setelah dilakukan palpasi (penyebab muskuloskeletal).
Selain dari data anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik, penegakan diagnosa dapat ditunjang dengan melakukan beberapa pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada pasien tersebut untuk membantu mengetahui penyebab nyeri dada antara lain (Priyanto, 2011; Orlolo, 2010 dan Knut,  2008):
a)    Tes darah yang meliputi : pemeriksaan darah lengkap untuk mengabaikan terjadinya anemia  dan memeriksa apakah terjadi infeksi, pemeriksaan kadar urea dan elektrolit, pemeriksaan kadar glukosa darah, pemeriksaan lipid profil.
b)   Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Rekaman EKG dapat berupa perubahan segmen ST baik elevasi maupun depresi atau adanya inverse gelombang T dapat memberikan gambaran kejadian SKA. Namun demikian, EKG bukansatu-satunya alat diagnostic untuk menegakkan diagnosa  sehingga dapat dilakukan dengan pemeriksaan enzim jantung.
c)    Foto thorax dada untuk mengkaji ukuran jantung dan melihat adanya pneumonia atau pneumothoraks.
d)   Penanda Jantung (Cardiac Biomarkers)
Pemeriksaan enzyme jantung pada kejadian injury di miokard akan terdapat perubahan yang signifikan, namun demikian pemeriksaan enzyme ini harus dilakukan secara periodic atau serial 4-6 jam karena enzyme jantung akan terakumulasi dalam aliran darah apabila otot-otot jantung mengalami kerusakan/infark. Enzyme yang spesifik sebagai penanda adanya kerusakan miokard adalah CKMB dan Troponin T. CKMB akan mulai meningkat 3-4 jam setelah infark, demikian dengan Troponin T. Peningkatan keduanya mengindikasikan adanya miokard infark.
e)    Exercise tes
Exercise tes merupakan pemeriksaan EKG yang dilakukan pada saat pasien melakukan aktivitas (treadmill atau bersepeda). Penggunaan tes diagnostik ini dilakukan untuk mendiagnosa ischaemic heart disease, di mana 75% pasien dengan ischaemic heart disease menunjukkan hasilyang positif.
f)    Coronary Angiography
Pada pemeriksaan ini sebuah kateter dimasukkan melalui arteri brachialis atau arteri femoralis menuju ke jantung. Sebagian besar pasien yang akan menjalani kateterisasi jantung dilakukan coronary angiography. Indikasi pemeriksaan ini meliputi : Penegakan diagnosa coronary artery disease, Mengkaji angina yang tidak dapat dikontrol oleh pengobatan. Komplikasi yang perlu diwaspadai oleh perawat antara lain perdarahan pada lokasi penusukan, aritmia, infark miokard, stroke, tromboembolisme, trauma pada pembuluh darah atau jantung, infeksi sampai terjadi kematian.
Setelah melakukan pemeriksaan yang komprehensif terhadap keluhan nyeri dada pasien, diharapkan dokter atau perawat dapat menegakkan diagnosa yang tepat mengenai penyebab nyeri dada pada pasien tersebut. Penyebab dari nyeri dada yang dirasakan kemungkinan bisa  berasal dari penyakit jantung (cardiac cause) atau penyebab lain selain penyakit jantung (pulmonal, muskuloskeletal, gastroesophageal, herpes atau psikologis). Dengan penegakan diagnosa yang akurat maka dapat segera dilakukan penanganan pada pasien tersebut sesuai dengan penyebab nyeri dadanya. Di bawah ini merupakan gambar algoritma penegakan diagnosis nyeri ada akut (acute chest pain).

Gambar 1: Algoritma for the diagnosis of chest pain
(Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002)


Tabel. 1 Perbedaan Hasil Pengkajian Nyeri Dada
Penyebab Nyeri
Karakteristik nyeri
Durasi
Kejadian pencetus
Tindakan yang mengurangi
Angina pektoris
Nyeri substernal atau retrosternal yang menyebar di atas dada, menyebar ke lengan bagian dalam, leher atau dagu
5-15 menit
Biasanya berhubungan dengan aktivitas, emosi, makan, dingin
Istirahat, nitrogliserin, oksigen
Infark miokardial
Nyeri substernal atau nyeri di atas periakrdium, dapat menyebar meluas di dada, dapat terjadi nyeri ketidakmampuan pada bahu dan lengan
>15 menit
Terjadi secara spontantapi dapat berakibat pada angina yang tidak stabil
Morfin, reperfusi yang berhasil dari arteri koronaria yang tersekat
Perikarditis
Tajam, nyeri substernal berat atau nyeri pada bagian kiri sternum, dapat terasa di sebelah kiri epigastrik dan dapat menjalar ke leher, lengan dan punggung
Intermitten
Awitan tiba-tiba, nyeri meningkat saat inspirasi, menelan, batuk, rotasi badan
Duduk tegak, pengobatan analgesik, antiinflamasi
Nyeri pulmonis
Nyeri timbul dari bagian pleura, dapat menjalar ke batas iga atau abdomen bagian atas, pasien mungkin mampu melokalisasi nyeri
30 menit
Biasanya terjadi secara spontan, nyeri terjadi atau meningkat saat inspirasi
Istirahat, penanganan penyebab yang mendasari, bronkodilator
Nyeri esophageal
Nyeri substernal, dapat diproyeksikan sekitar dada
5-60 menit
Posisi rekumben, cairan dingin, latihan, dapat terjadi secara spontan
Makanan, antasida, nitrogliserin, pereda spasme
Nyeri muskuloskeletal
Tajam, terlokalisasi secara spesifik pada area di dada, adanya tender points pada dada bagian atas
Beberapa jam-minggu
Nyeri timbul pada waktu palpasi pada dada, diperburuk dengan bergerak, nafas dalam, pergerakan pada lengan
Penanganan penyebab
Ansietas (psikologis)
Nyeri di atas dada kiri, dapat bervariasi, tidak menyebar, adanya keluhan kebas dan rasa “geli” pada tangan dan mulut
2-3 menit
Stres, takipnea, emosional
Menghilangkan stimulus, relaksasi

Penatalaksanaan pasien dengan akut chest pain baik dalam pre hospital maupun in hospital yang terpenting adalah mengetahui penyebab nyeri yang dirasakan. Nyeri yang dirasakan timbula secara tiba-tiba ataukahnada penyakit lain sebelumnya yang menyebabkan atau kondisi psikologis pasien yang menyebabkan nyeri dada. Penilaian berdasarkan kondisi pasien seperti riwayat kesehatan, gejala aktulam tanda klinis yang tampak, penemuan hasil EKG, dan pemeriksaan lab lainya untuk melengkapi data-data penegakan diagnosa adalah sangat penting (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Evaluasi dan perawatan pasien selama transport di ambulan bertujuan mengkaji dan memberikan perawatan pertama kali pada pasien oleh tim ambulan (tim pre hospital). Tindakan yang dappat diberikan selama di ambulan adalah: mengkoreksi tanda-tanda vital, menstabilkan kondisi, memulai diagnostic kerja dengan pengkajian PQRST yang dapat digunakan dan penyebab nyeri, memberikan tindakan berdasar pada gejala yang muncul, dan terakhir mencegah komplikasi dan menetapnya gejala (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).   
Selama tahap pre hospital, jika kondisi pasien dapat dipastikan bahwa nyeri disebabkan penyakit jantung terutama miokard infrak, maka secepat mungkin tim pre hospital harus segera memberikan penganan guna meningkatkan harapan hidup pasien dan mengurangi risiko kematian. Dalam waktu yang singkat tim harus mampu memberikan keputusan dan mempertimbangkan baik buruknya tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Salah satunya adalah dengan pemberian terapi fibrinolitik. Generasi terbaru dengan rapid action fibrinolitik, sebagai trombolitik  akan memberikan kemungkinan hidupp pasien lebih besar (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Isu yang terkadang muncul dalam pemberian firbinolitik pre hospital adalah harus dilakukan perekaman EKG 12 lead sebelumnya dan setelahnya. Jika tim yang ada dalam pre hospital mampu menganalisa EKG, perekaman EKG dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Namun jika tim tidak mampu menganalisis, maka perekaman EKG tetap dapat dilakukan dan pemberian fibrinoliti juga tetap dapat diberikan. Hal ini lebih baik dibandingkan dengan tidak memberikan pertolongan kepada pasien. Sehingga untuk mensiasati agar tim pre hospital mampu memberikan penanganan yang terbaik kepada pasien, maka dibutuhkan pelatihan terhadap tim terutama kompetensi yang dibutuhkan dalam penanganan prehospital (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Setelah pasien tiba di rumah sakit, penatalaksanaa chest pain yang paling penting adalah: mengetahui gejala actual dan penyerta, mengontrol pernafasan, mengontrol sirkulasi, perekaman dan pemantauan EKG dan terakhir mempertahankan saturasi oksigen > 90%. Penggunaan klinikal pathway untuk manajemen pasien chest pain akan sangat membantu. Pasien chest pain yang di dinilai memiliki risiko rendah untuk mengalami  akut miokard infrak dapat bertahan di rumah sakit maksimal 6 jam untuk pemantauan. Setelah dirasa tidak terjadi nyeri dan komplikasi lainnya, pasien dapat diarahkan untuk melakukan exercise test. Empat puluh persen pasien akan menunjukkan tanda-tanda klinis setelah dilakukan exercise test. Jika pasien dalam kondisi baik, pasien dan keluarga dapat diberikan perencanaan pemulangan dengan dibekali panduan penanganan awal ketika merasakan nyeri dada muncul kembali. Namun jika hasil yang didapatkan ternyata mendukung adanya penyakit kardiovaskuler, maka dapat diberikan perawatan dan pemeriksaan lanjutan dapat dengan perfusion tomography dan bertahan di rumah sakit beberapa waktu untuk mendapatkan perawatan (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Indikator kualitas dalam manajeman penanganan chest pain pre – to in hospital dilihat berdasarkan evaluassi struktur dan evaluasi proses. Indikasi evaluasi struktur antaralain: penanganan berdasarkan clinical practice guidelines, memonitor perawatan dan hasil dari tindakan pada passion chest pain, dan terakhir kelengkapan peralatan penanganan dan pengobatan. Sedangkan indikasi evaluasi proses antara lain: kemampuan tim dalam mengkaji gejala dan penyebab yang muncul, kemampuan menanganai gejala dalam waktu 24 jam dimana waktu tunggu pelayanan tidak terlalu lama, penampilan pelayanan yang diberikan (waktu sejak informasi diberikan hingga ambulan datang, penanganan dan tiba di rumah sakit dengan cepat serta kondisi pasien stabil), pelayana ambulan yang baik, terakhir pengorganisasian emergency department yang mampu menangani gejala ketidaknyamanan nyeri dada, pemantauan EKG yang tepat hingga pemberian terapi door to nidle time untuk trombilitik. Kesemuanya menjadi acuan evaluasi keberhasilan penanganan pasien dengan chest pain (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Nyeri dada merupakan gejala yang timbul akibat adanya cedera, tidak hanya akibat cedera atau penyakit kardiovaskuler, damun juga akibat penyakit lain. Penanganan pasien nyeri dada, dapat dilakukan sejak pasien di temukan, selama transport ke rumah sakit dan setelah tiba di ruang emergensi. Pasien chest pain baik dalam pre hospital dan di ruang UGD harus segera dilakukan pengkajian yang tepat pada gejala nyeri yang di rasakan. Karena hal ini akan berdampak positif pada hasil yang diharapkan terhadap kondisi pasien.
Kemampuan mengkaji secara komprehensif, mengenali penyebab, gejala dan mengumpulkan data-data lain, melakukan pemeriksaan fisik sangat membantu penanganan selama pre hospital. Selama fase prehospital jika memungkinkan pengkajian penyebab dan PQRST nyeri dapat dilakukan, dan jika tidak memungkinkan pemberian oksigen 4 liter permenit dapat memberikan pertolongan pertama jika penyebab nyeri belum jelas. Setelah tiba di UGD rumah sakit, penanganan lanjutan dapat dilakukan dengan melengkapi pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab lain penunjang sangat membantu menentukan diagnosis medis pasien sehingga penatalaksanaan yang diberikan tepat.
Untuk mendapatkan hasil maksimala dalam penangan pasien chest pain pre – to in hospital dibutuhkan kerjasama berbagai pihak baik penemu korban pertama kali, tim transport (tim pre hospital) dan tim di ruang emergensi. Bagi tim pre hospital dan tim ambulan, perlu diberikan pelatihan-peltihan terkait penanganan pasien dengan chest pain agar dapat memberikan pertolongan yang tepat bagi pasien. Hal ini diharapkan mampu menurunkan angak kejadian kematian dan kecacatan akibat chest pain terutama yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler.


Daftar Pustaka
Erhardt, L., Herlitz, J., Bossaert, L., Halinen, M., Keltai, M., Koster, R., Marcassa, C., Quinn, T., and Weert, H. (2002). Task force on the management of chest pain. European Heart Journal. 23: 1153-1176.
Irmalita, Nani, H., Ismoyono, Indriwanto, S., Hananto, A., Iwan, D., Daniel, P. L. T., Dafsah, A. J., Surya, D., Isman, F. (Ed). (2009). Standar Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi III. Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Knut Schroeder. (2008). Assesment of chest pain in primary care. Oxford University Press on behalf of the RCGP. doi:10.1093/innovait/inm011.
LaSalvia, L., Nadkarni, P., Bal, T., A. (2010). Chest Pain Triage in The Emergency Department: An Integrated Diagnostic Approach. USA: Perspectives. www.slemens.com/diagnostic
Mayo Foundation for Medical Education & Research. (2010). Emergency Department Assesment of Acute-Onset Pain: Contemporary Approaches and Their Consequences. Mayo Clinical Proceding. 85(4): 309-313.
Michael C. Kontos., Deborah B. Diercks., & J. Douglas Kirk. (2010). Emergency department and office-Based Evaluation of patients with chest pain. Mayo Clin Proc,March 2010:85(3):284-299. doi:0.4O65/mcp.2009.0560.
Orlolo, V., and Albarran J., W. (2010). Assesment of Acute Chest Pain. British Journal of Cardiac Nursing. 5(12): 587-593.
Priyanto Ade. (2011). The Role of Nurse in Acute Coronary Syndrome. Jakarta: Univeritas Muhamadiyah Jakarta.
William E. Cayley, Jr., M.D. (2005). Diagnosing the cause of chest pain.  American Family Physician, Volume 72, Number 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar