Selasa, 26 Maret 2013

INDIKASI HUKUM DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN DI INDONESIA

                  INDIKASI HUKUM DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN DI INDONESIA

Etika dan Hukum Dalam Keperawatan

Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015



PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

A.   Pendahuluan
Pendokumentasian merupakan unsur terpenting dalam pelayanan keperawatan. Karena melalui pendokumentasian yang lengkap dan akurat akan memberi kemudahan bagi perawat dalam menyelesaikan masalah klien (Martono, 2012). Profesi perawat mengemban tanggung jawab yang besar dan menuntut untuk memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diterapkan pada asuhan keperawatan sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Dimana keperawatan yang memberikan pelayanan 24 jam terus menerus pada klien, dan menjadi satu-satunya profesi kesehatan di rumah sakit yang banyak memberikan pelayanan kesehatan pada diri klien (Ferawati, 2012).
Dokumentasi asuhan keperawatan mempunyai aspek hukum, jaminan mutu, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian, dan akreditasi (Nursalam,2001). Dokumentasi keperawatan adalah suatu mekanisme yang digunakan untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. Fungsi pendokumentasian keperawatan bertanggugjawab untuk mengumpulkan data dan mengkaji status klien, menyusun rencana asuhan keperawatan dan menentukan tujuan, mengkaji kembali dan merevisi rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2001).
Dokumentasi keperawatan merupakan suatu aspek penting yang sampai saat ini perlu ditingkatkan. Menurut Ferawati (2012) masalah yang sering terjadi di Indonesia pada rumah sakit pemerintah maupun swasta yaitu masih membahas tentang kelengkapan dokumentasi keperawatan yang kurang lengkap sehingga ketika terjadi suatu permasalahan, berpotensi untuk menjadi kasus hukum. Berdasar pada latar belakang di atas, penulis ingin membahas mengenai indikasi hukum dalam dokumentasi keperawatan di Indonesia.
B.   Issu Hukum
Salah satu tugas dan tanggungung jawab perawat adalah melakukan pendokumentasian mengenai intervensi yang telah dilakuan, akan tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berubah, akibatnya isi dan fokus dokumentasi telah di modifikasi. Dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan proses pendokumentasian adalah kegiatan mencatat atau merekam peristiwa baik dari objek maupun pemberi jasa yang dianggap penting atau berharga (Ferawati, 2012).
Tanpa adanya dokumentasi yang jelas dan benar, kegiatan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan perbaikan status klien. Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Maka pendokumentasian itu sangat penting bagi perawat karena sebagai dasar hukum tindakan keperawatan yang sudah di lakukan jika suatu saat nanti ada tuntutan dari pasien.
Sayang, dokumentasi ini pun sering kali terbengkalai. Sebagian perawat melengkapi dokumentasi ketika pasien sudah pulang. Atau tidak semua kaidah dokumentasi dipatuhi sehingga kualitas dokumentasi keperawatan buruk.
Sebagai upaya untuk melindungi pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Hal ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle concern, artinya dokumentasi dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum.
Menurut hukum jika sesuatu tidak didokumentasikan berarti pihak yang bertanggung jawab tidak melakukan apa yang seharusnya di lakukan. Jika perawat tidak melaksanakan atau tidak menyelesaikan suatu aktifitas atau mendokumentasikan secara tidak benar, dia bisa di tuntut melakukan malpraktik.

C.   Kajian Pustaka
  1. Dokumentasi
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan (Nursalam, 2001).
Disamping itu, catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggungjawabkan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian, pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi keperawatan secara baik dan benar.
Dokumentasi dapat dijadikan sarana komunikasi antara petugas kesehatan dalam rangka pemulihan kesehatan klien. Perawat memerlukan standar dokumentasi sebagai petunjuk dan arah terhadap petunjuk terhadap teknik pencatatan yang sistematis dan mudah diterapkan, agar tercapai catatan keperawatan yang akurat dan informasi yang bermanfaat.
Beberapa alasan yang menyebabkan kurang terpenuhinya standar dokumentasi keperawatan dalam penyusunan dokumentasi keperawatan, antara lain:
a.    Banyak kegiatan di luar tanggung jawab perawat menjadi beban dan harus menjadi tanggungjawab perawat.
b.    Sistem pencatatan yang dilaksanakan terlalu sulit dan menyita waktu.
c.    Tidak semua perawat dalam instansi keperawatan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sama dalam membuat dokumen sesuai standar yang ditetapkan, sehingga mereka tidak mau membuatnya.
d.    Tenaga keperawatan yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan (SPK, D3, D4, S1, dan lain-lain ) dan dari rentang waktu lulusan yang sangat berbeda (lulusan tahun delapan puluhan hingga dua ribuan ) tapi memiliki tugas yang cenderung sama.
e.     Perawat lebih banyak mengerjakan pekerjaan koordinasi dan limpah wewenang.
Dokumentasi keperawatan harus dapat diparcaya secara legal, yaitu harus memberikan laporan yang akurat mengenai perawatan yang diterima klien. Tappen,weiss,dan whitehead (2001) manyatakan bahwa dokumen dapat dipercaya apabila hal-hal sebagai berikut:
a.       Dilakukan pada periode yang sama dimana pencatatan dilakukan pada waktu perawatan diberikan.
b.       Akurat. Laporan yang akurat ditulis mengenai apa yang dilakukan oleh perawat dan bagaimana klien berespon.
c.       Jujur. Dokumentasi mencakup laporan yang jujur mangenai apa yang sebenarnya dilakukan atau apa yang sebenarnya diamati.
d.       Tepat. Apa saja yang dianggap tepat oleh seseorang untuk dibahas di lingkungan umum di dokumentasikan
  1. Aspek Legal Dokumentasi Keperawatan
Dalam Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, tercantum bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan. Bertolak dari dasar tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan keperawatan memegang peranan penting di dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Dalam pelaksanaan tugas profesi keperawatan diperlukan berbagai data kesehatan klien sebagai dasar dari penentuan keputusan model asuhan keperawatan yang akan diberikan, olehkarenanya sangat diperlukan suatu proses pendokumentasian yang berisikan data dasar keperawatan, hasil pemeriksaan atau assesment keperawatan, analisa keperawatan, perencanaan tindak lanjut keperawatan.
Harus diyakini bahwa keberhasilan tujuan keperawatan akan sangat bergantung pada keberhasilan mekanisme pendokumentasian. Disamping itu berkesesuaian juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996, tentang tenaga kesehatan Bab I pasal 11: yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Makna yang dapat diambil dan dipahami dari Peraturan Pemerintah di atas adalah bahwa dalam melakukan tugas dan kewenangannya seorang perawat harus dapat membuat keputusan model asuhan keperawatan yang akan dilakukan, proses tersebut dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan keperawatan yang dimiliki oleh perawat, kemampuan tata kelola masalah yang dimiliki oleh perawat dan kewenangan yang melekat pada profesi keperawatan. Rangkaian proses tatalaksana masalah keperawatan tersebut digambarkan dalam suatu lingkaran tidak terputus yang terdiri dari mengumpulkan data, memproses data, umpan balik, tentunya untuk dapat menunjang terlaksananya seluruh kegiatan di atas diperlukan upaya pencatatan dan pendokumentasian yang baik.
Berdasarkan Permenkes No. 269/Menkes/Per III/2008, dinyatakan bahwa rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Jelas sekali dinyatakan bahwa rekam medik berisikan berkas catatan baik catatan medik (dokter) maupun catatan paramedik (perawat) dan atau catatan petugas kesehatan lain yang berkolaborasi melakukan upaya pelayanan kesehatan dimaksud. Selain itu rekam medik juga berisikan dokumen yang dapat terdiri dari lembaran expertise pemeriksaan radiologi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG dan lain-lain.
Berdasarkan hal di atas serta melihat pada tanggung jawab atas tugas profesi dengan segala risiko tanggung gugatnya dihadapan hukum, maka dokumentasi keperawatan memang benar diakui eksistensinya dan keabsahannya serta mempunyai kedudukan yang setara dengan dokumen medik lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Permenkes yang berisikan tentang kewajiban tenaga kesehatan untuk mendokumentasikan hasil kerjanya di dalam rekam kesehatan juga berlaku untuk profesi keperawatan.
Berikut ini adalah pedoman dalam membuat sebuah dokumen yang legal (Hastuti, 2011):
a.               Mengetahui tentang konteks malpraktik.
b.              Memberi informasi yang akurat mengenai informasi klien seperti terapi dan asuhan keperawatan.
c.               Mencerminkan keakuratan penggunaan proses keperawatan, misalnya: pengkajian keperawatan, riwayat kesehatan klien, rencana asuhan keperawatan, dan intervensi.
d.              Waspada terhadap situasi tertentu, misalnya klien dengan masalah yang komleks atau yang membutuhkan perawatan yang intensif.
e.               Dokumentasi yang legal selalu mencerminkan apa yang telah terjadi dan yang telah dilakukan.
f.                Dokumentasi keperawatan mencerminkan kolaborasi antara penyediaan asuhan antara tenaga kesehatan lain dan perawat.
g.               Dokumentasi yang rutin selalu mencerminkan gejala dan komplain oleh klien.
  1. Pedoman Pendokumentasian menurut Hastuti 2011:
a.       Pengobatan
1)       Catat waktu,rute,dosis dan respon
2)       Catat obat dan respon klien
3)       Catat saat obat tidak diberikan dan intervensi keperawatan
4)       Catat semua penolakan obat dan laporkan hal tersebut kepada orang yang tepat.
b.    Dokter
1)    Dokumentasikan tiap kali menghubungi dokter bahkan jika dokter tersebut tidak dapat dihubungi. Cantumkan waktu tepatnya panggilan dilakukan jika dokter dapat dihubunhi dokumentasikan rincuan pesan dan respon dokter.
2)    Bacakan kembali program lisan kepeda dokter dan klarifikasi nama klien di catatan klien untuk memastikan identitas klien.
3)    Catat program lisan hanya jika anda pernah mendengarnya, bukan yang di beritahu kepada anda oleh perawat lain atau oleh personal unit.
c.    Isu formal dalam pencatatan
1)    Sebelum menulis pastikan anda mengambil catatan klien yang benar.
2)    Koreksi semua pencatatan yang salah sesuai dalam kebijakan dan prosedur di institusi anda.
3)    Catat dengan gaya yang terorganisasi mengikuti proses keperawatan.
4)    Tulis dengan jelas dan singkat agar menghindari pernyataan subyektif
5)    Catat deskripsi yang akurat dan spesifik

D.   Analisis
Dokumen keperawatan selain merupakan salah satu alat bukti hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat melindungi diri, mitra kerja dan bahkan rumah sakit tempat bekerja dari permasalahan hukum. Perlu dipahami proses pembuatan suatu dokumen keperawatan tidak sebatas hanya mengisi data pada format yang telah disiapkan, akan tetapi juga harus mampu menterjemahkan dan mendokumentasikan semua aktifitas fungsional keperawatan yang dilakukan.
Dokumentasi perawat merupakan bukti pelayanan bagi klien dan juga bukti pelayanan yang baik dan aman oleh perawat. Jika terjadi tuntutan hukum, maka catatan perawat merupakan hal pertama yang ditinjau oleh pengacara (Hastuti, 2011). Pengkajian dan laporan perubahan kondisi klien oleh perawat merupakan faktor pembela yang penting di dalam tuntutan hukum. Oleh karena itu, perawat harus mengidentifikasi kepastian bahwa dokter atau penyelenggara layanan kesehatan telah dihubungi; informasi kepada dokter atau penyelenggara layanan kesehatan telah disampaikan; dan juga respon dokter atau penyelenggara layanan kesehatan.
Kesemuanya di atas hendaknya didokumentasikan secara jelas. Laporan kejadian yang ditulis pada lembar dokumentasi memberikan data dasar untuk penelitian selanjutnya dalam upaya mejelaskan penyimpangan dari standar pelayanan, memperbaiki tindakan yang diperlukan untuk mencegah rekurensi dan untuk mengingatkan manajemen risiko terhadap situasi yang berpotensi menjadi tuntutan.
Seperti diketahui tujuan dari dokumentasi keperawatan adalah untuk kepentingan komunikasi, yaitu sebagai sarana koordinasi asuhan keperawatan, sebagai sarana untuk mencegah informasi berulang, sebagai sarana untuk meminimalkan kesalahan dan meningkatkan penerapan asuhan keparawatan, dan terakhir sebagai sarana mengatur penggunaan waktu agar lebih efisien. Tujuan lain adalah memudahkan mekanisme pertanggungjawaban dan tanggung gugat, karena dapat dipertanggungjawabkan baik kualitas asuhan keperawatan dan kebenaran pelaksanaan serta sebagau sarana perlindungan hukum bagi perawat bila sampai terjadi gugatan di pengadilan.
Salah satu cara untuk membuat dokumentasi keperawatan yang baik adalah selalu berfokus pada: proses pencatatan yang aktual, faktual dan realistik serta hasil pencatatan yang dibuat harus jelas, sistematik dan terarah. Hal tersebut menjadi penting karena akurasi dan kelengkapan data dokumentasi keperawatan selain dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Selain itu juga dapat menghindari kesalahan pembacaan, kesalahan penilaian dan kesalahan penentuan intervensi yang dapat membahayakan nyawa klien.
Dalam membuat dokumentasi keparawatan perlu diperhatikan substansi dasar yang harus ada, hal ini dimaksudkan agar dokumen tersebut berguna dan memiliki arti untuk berbagai kepentingan baik bagi keperawatan sendiri, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan hukum. Ditambah lagi dengan belum jelasnya Undang-Undang Keperawatan menjadikan posisi perawat akan semakin tersudut jika mengalami gugatan hukum. Sehingga sangat diperlukan usaha dari perawat sendiri untuk meminimlakan kelalaian dan kesalahan melalui dokuemntasi keperawatan yang lengkap sebagai bukti autentik jika terjadi gugatan.
Dokumentasi keperawatan dapat menjadi alat bukti hukum yang sangat penting, kebiasaan membuat dokumentasi yang baik tidak hanya mencerminkan kualitas mutu keperawatan tetapi juga membuktikan pertanggunggugatan setiap anggota tim keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Agar mempunyai nilai hukum maka penulisan suatu dokumentasi keperawatan sangat dianjurkan untuk memenuhi standar profesi, kelengkapan dan kejelasan mutlak disyaratkan dalam penulisan dokumen keperawatan. Bila salah satu kriteria belum terpenuhi maka dokumentasi tersebut belum bisa dianggap sempurna secara hukum. Berdasarkan Permenkes Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis yang dijelaskan pada BAB III pasal 5 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis adalah:
1.    Rekam Medis harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan
2.    Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
3.    Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu (perawat) yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.
4.    Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan.
5.    Pembetulan yang dimaksud adalah hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu (perawat) yang bersangkutan.
Secara statistik terdapat beberapa situasi yang memiliki kecenderungan untuk munculnya proses tuntutan hukum dalam pemberian asuhan keperawatanyaitu:
1.    Kesalahan dalam administrasi pengobatan/salah member obat
2.    Kelemahan dalam supervise diagnosis
3.    Asisten dalam tindakan bedah lalai dalam mengevaluasi operasi maupun bahan habis pakai yang digunkanan (kasa steril)
4.    Akibat kelalaian menyababkan klien terancam perlukaan
5.    Penghentian obat olehh perawat
6.    Tidak memperhatikan teknik dan antiseptik
7.    Tidak mengikuti standar operasional yang seharusnya

E.    Kesimpulan dan Saran
1.    Kesimpulan
Dokumentasi keperawatan merupakan media informasi dan komunikasi antar tenaga kesehatan guna mengetahui kondisi pasien. Dokumentasi keperawatan memiliki fungsi hukum sebagai alat bukti dalam menjawab kondisi pasien ketika mendapatkan tuntutan hukum. Dalam membuat dokumentasi keparawatan perlu diperhatikan substansi dasar yang harus ada, hal ini dimaksudkan agar dokumen tersebut berguna dan memiliki arti untuk berbagai kepentingan baik bagi keperawatan sendiri, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan hukum.
2.    Saran
Dengan makin meningkatnya kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan keperawatan yang baik, aman dan bermutu, maka sudah menjadi keharusan bagi profesi perawat untuk lebih maju, lebih berhati-hati, lebih mengerti kemungkinan munculnya tuntutan hukum dan lebih profesional dalam menjalankan tugasnya. Sehingga dibutuhkan ketelitian, keterampilan dan kemauan untuk terus meningkatkan isi kualitas dokumentasi keperawatan. Hal ini nantianya akan menguatkan posisi perawat sebagai suatu profesi yang benar-benar profesioanl baik dalam tindakan maupun dalam pendokumentasiannya.

F.    Daftar Pustaka
Ferawati. (2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Aduhan Keperawatan di RSI Ibnu Sina Padang. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Hastuti. A., P. (2011). Aspek Legal Serta Manajemen Resiko dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan. Malang: Politeknik Kesehatan RS dr. Soeparoen.
Martono Yun. (2012). Evaluasi Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Kamar Bayi Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Keperawatan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar