ESSAY
PERAN PERAWAT DALAM PRE HOSPITAL PENANGANAN BENCANA DAN
KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI PERAWAT DALAM PERSIAPAN PENANGANAN BENCANA DI
INDONESIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian
Tengah Semester (UTS)
Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat
Dosen: Ns. Ika Setyo Rini, S.
Kep., M. Kep
Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Undang-Undang
No. 24 tahun 2007 mengartikan bencana sebagai suatu peristiwa luar biasa yang
mengganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh
alam ataupun manusia, ataupun keduanya (Toha, 2007). Angka kejadian bencana
yang terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Sejak bencana tsunami
Aceh tahun 2004 hingga saat ini hampir setiap tahunnya terjadi bencana baik itu
tsunami, gempa bumi, gunung meletus, dan bom Bali (BNPB 2010). Dan yang tidak
kalah hebat adalah banjir di hampir seluruh pulau-pulau besar Indonesia awal
tahun 2013 serta masalah lumpur lapindo yang tidak juga kunjung usai hingga
saat ini.
Akibat yang
ditimbulkan bencana memberikan pengaruh yang sangat besar manusia dan lingkungan
sekitarnya seperti kematian masal, kecacatan, kelaparan, kemisikinan dan
kehancuran infrastruktur (Mizam, 2012). Namun, sejauh ini, penanganan bencana
di Indonesia belum banyak mengalami perkembangan sejak tsunami Aceh tahun 2004 (Ed:
Euis Sunarti, 2009).
Untuk
menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan dukungan berbagai
pihak termasuk keterlibatan perawat sebagai bagian dari sebuah negara. Perawat
sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam penanganan
bencana di Indonesia. Diperlukan suatu pengetahuan dan kompetensi yang mumpuni
oleh seorang perawat untuk mengimbangi potensi dan kompleksitas bencana dan
dampaknya yang mungkin akan lebih besar pada masa mendatang.
Peran perawat
dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat bencana dalam
fase pre hospital dan hospital, hingga tahap recovery. Melihat betapa besarnya peran
perawat dalam kondisi bencana, penulis tertarik untuk mengangkat judul peran
perawat dalam sistem pre hospital
penanganan bencana dan kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat dalam
persiapan penanganan bencana di Indonesia sebagai bahan kajian.
B. Tujuan
Penulisan
- Tujuan Umum
Memberikan gambaran peran perawat
dalam sistem pre hospital penanganan
bencana di Indonesia selama ini dan keterampilan yang harus dimiliki perawat
dalam persiapan penanganan bencana di Indonesia masa datang.
- Tujuan Khusus
a.
Memberikan
gambaran pre hospital penanganan bencana.
b.
Memberikan
gambaran peran perawat selama ini dalam sistem pre hospital penangana bencana di Indonesia.
c.
Memberikan
gambaran keterampilan yang harus dimiliki perawat dalam persiapan penanganan
bencana di Indonesia masa mendatang.
C. Metode
Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam
pembuatan makalah ini adalah studi literatur dari berbagai jurnal dan buku yang
terkait dengan topik konsep peran perawat dalam pre hospital penanganan bencana dan kompetensi yang harus dimiliki
perawat dalam persiapan penanganan bencana di Indonesia.
D. Sistematika
Penulisan
- BAB I Pendahuluan
a.
Latar
belakang
b.
Tujuan
penulisan
c.
Metode
penulisan
d.
Sistematika
penulisan.
- BAB II Tinjauan Teori
a.
Manajemen
pre hospital penanganan bencana
b.
Peran
perawat pada sistem pre hospital
penanganan bencana
c.
Kemampuan
yang harus dimiliki perawat dalam persiapan penanganan bencana
- BAB III Pembahasan
a.
Gambaran
peran perawat dalam pre hospital
penanganan bencana di Indonesia
b.
Keterampilan
yang harus dimiliki perawat dalam persiapan penanganan bencana di Indonesia
- BAB IV Penutup
a.
Kesimpulan
b.
Saran
- Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Manajemen
Pre Hospital Penanganan Bencana
Tujuan utama
dari penanganan bencana adalah menghindari atau meminimalkan kerugian yang
terjadi akibat bencana. Selain itu, bertujuan mengurangi penderitaan yang
dialami korban dan mempercepat proses pemulihan. Tujuan terakhir adalah memberikan
perlindungan bagi korban akibat dampak bencana (Mizam, 2012).
Dampak yang
ditimbulkan akibat bencana adalah dampak fisik, psikis, sosial, material dan
ekonomi serta kerusakan infrastruktur. Dampak fisik yang sering ditemukan pada
kondisi bencana adalah gangguan jalan nafas, gagal pernafasan, perdarahan tidak
terkontrol, trauma dan kondisi non-trauma lain yang terkadang juga dapat
menimbulkan kematian. Semua kondisi tersebut membutuhkan manajeman pre hospital bencana yang tepat dan
cepat dari tenaga kesehatan dalam memberikan respon.
Manajemen pre hospital adalah pemberian pelayanan
yang diberikan selama korban pertama kali ditemukan, selama proses transportasi
hingga pasien tiba di rumah sakit. Penanganan koban selam fase pre hospital dapat menjadi penentu
kondisi korban selanjutnya. Pemberian perawatan pre hospital yang tepat dan cepat dapat menurunkan angka kecacatan
dan kematian akibat trauma (WHO, 2005).
Pelayanan yang
dapat diberikan pada tahap pre hospital
adalah langkah-langkah pertolongan dasar dan dilanjutkan dengan penanganan advanced pre hospital. Pertolongan dasar
dapat dimulai dari initial assasment
terhadap korban, evakuasi korban, pemberian oksigenasi, pemantauan kondisi
pasien termasuk tingkat kesadaran, dan perawatan luka. Perawatan kemudian
dilanjutkan dengan penanganan advanced
pre hospital seperti pemberian terapi cairan, krikotiroidektomi, intubasi
endotrakeal, dan perawatan selama proses transportasi pasien ke rumah sakit. Selain
itu, selama proses transport juga dibutuhkan monitoring dan observasi kondisi
pasien (WHO, 2005).
B. Peran
Perawat pada Sistem Pre Hospital
Penanganan Bencana
Peran perawat
dalam tahap pre hospital dimulai
sejak terjadinya bencana (fase tanggap darurat), selama proses transportasi
hingga pasien tiba di rumah sakit rujukan baik itu rumah sakit lapangan mauapun
rumah sakit rujukan. Peran perawat pada tahap ini antara lain: pengkajian
status korban (intial assasment),
penentuan masalah yang dialami korban, penentuan tindakan berdasarkan kondisi
dan kebutuhan korban, koordinasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi
terhadap korban dan komunikasi dengan rumah sakit sebagai pusat rujukan
(AWHONN, 2012).
Perawat juga
berperan sebagai fasilitator komunikasi dan koordinasi antara tim tenaga
kesehatan, korban dan keluarga. Komunikasi yang jelas dan tepat selama proses
penanganan korban bencana menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan dan
respon terhadap bencana. Komunikasi yang dimaksud dapat berupa komunikasi
verbal dan non verbal baik melalui elektronik maupun dokumentasi keperawatan
(AWHONN, 2012).
C. Kemampuan
yang Harus Dimiliki Perawat Dalam Persiapan Penanganan Bencana
Agar mampu
menjalankan perannya dengan tepat dalam situasi luar biasa seperti bencana, International Nursing Coalition for Mass
Casuality Education (INCMCE) (2003) mengungkapkan bahwa terdapat standar
kompetensi dan pengetahuan minimal yang harus dimiliki oleh seorang perawat.
Kemampuan yang harus disiapkan oleh perawat dalam penangan bencana antaralain;
manajemen bencana, manajemen rumah sakit lapangan, emergency nursing, Advanced
Trauma Life Support (ATLS) dan Advanced
Cardiovascular Life Support (ACLS) (Raharja, 2010).
Selain
itu, World Health Organization (WHO)
dan International Council of Nurses
(ICN) menyusun suatu formulasi konsep kerja ICN dalam penyusunan kompetensi
keperawatan bencana. Kompetensi ini diharapkan mampu menjelaskan mengenai peran
perawat dalam bencana. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi pedoman dalam
perencanaan pelatihan dan pendidikan manajemen bencana bagi perawat (Chan,
Chan, Cheng, Fung, Lai, Leung, Leung, Li, Yip, Pang, 2010).
Kompetensi
keperawatan bencana yang disusun oleh ICN dikembangkan berdasarkan empat area
yaitu; public helath, mental health, management emergensi, disaster
nursing. Keempat konsep kerja kemudian dikembangkan menjadi sepuluh domain
yang tercakup dalam empat kategori yang disesuaikan dengan manajemen penanganan
bencana yaitu; kompetensi mitigasi-prevention,
preparedness competencies, response competencies, dan recovery competencies (Chan dkk, 2010).
Kompetensi
yang dibutuhkan yaitu; promosi kesehatan dalam tahap mitigasi, triage,
komunikasi dan transportasi, pre hospital
transfer skills, wound management,
interviewing skills, dan psychological first aid, pengkajian
individu, keluarga dan komunitas (Chan
dkk, 2010). Selain kompetensi di atas, ICN juga menyebutkan terdapat beberapa
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seluruh perawat adalah pengkajian
kardiovaskular, pengkajian luka bakar, pengkajian mental status, dan manajemen crush injuries dan fraktur. Kompetensi
ini yang dianggap sangat penting oleh ICN sehingga tidak hanya diberikan
melalui pelatihan, tetapi juga hendaknya kompetensi ini menjadai kompetensi
dasar yang diberikan dalam kurikulum pendidikan keperawatan sejak dini (Chan
dkk, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran
Peran Perawat dalam Pre Hospital
Penanganan Bencana di Indonesia
Bencana tidak
dapat diprediksi kapan dan dimana akan terjadi. Banyaknya hal yang dapat
dilakukan perawat dalam tahap pre hospital
bencana menjadikan perawat memiliki peran yang sangat penting. American Nursing Asociation (ANA)
menyebutkan bahwa tujuan aktifitas perawat dalam bencana adalah pengkajian
terhadap pasien, keluarga dan komunitas untuk memunculkan masalah emosional, fisik,
psikososial, spiritual, cultural, dan
kondisi lingkungan yang membutuhkan pertolongan perawat (Goodwin, 2007).
Perawat
sebagai salah satu tenaga kesehatan memiliki peran sentral dalam penanggulangan
dan penanganan bencana. Namun sejauh ini dapat dilihat bahwa kurangnya peran
perawat dalam penanganan sebuah bencana tidak hanya di Indonesia tetapi juga di
dunia. Hal ini dapat dimungkinkan akibat kurangnya percaya diri perawat dalam
penanganan bencana akibat kuranganya pengetahuan ataupun kompetensi yang
dimiliki.
Penelitian
yang dilakukan oleh Cut Husna (2011) kepada
97 perawat rumah sakit di Banda Aceh menemukan bahwa kompetensi klinik yang
dimiliki perawat dalam penanganan tsunami berada dalam level moderate atau pertengahan dengan skala
yang digunakan rentang rendah, pertengahan hingga tinggi. Hal ini berkontribusi
terhadap kecakapan perawat dalam pemberian pelayanan kesehatan selama tsunami
(Husna, 2011).
Collander
(2007) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi penerimaan pasien dalam bencana tsunami adalah tidak efisiennya
respon tenaga medis dan skill yang ditunjukkan perawat dalam penanganan
bencana. Ketidakefisienan ini diakibatkan kurang cakapnya penggunaan peralatan
dan perlengakapan yang ada yang mendukung penanganan. Selain itu, Collander
juga menyebutkan ketidakpuasan pasien akibat ketidakadekuatan nursing care, medical care, keterbatasan komunikasi dan manajemen evakuasi pasien
yang kurang tepat (Collander, 2007).
Kondisi
tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi di seluruh wilayah di Indonesia.
Namun minimnya survey terkait kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat dalam
menghadapi bencana menjadi kendala tersendiri untuk melihat peran perawat
Indonesia dalam menghadapi bencana. Melihat kondisi tersebut, sangat
disayangkan sekali bahwa Indonesia yang notabennya adalah negara yang rawan
bencana tidak mempersiapkan perawatnya dalam penanganan bencana.
B. Keterampilan
yang Harus Dimiliki Perawat dalam Persiapan Penanganan Bencana di Indonesia
Kondisi
emergensi dan disaster merupakan suatu peristiwa yang membutuhkan kompetensi
yang unik dalam penanganannya. Dalam setiap tahapan penanganan bencana, perawat
membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda. Pada tahap mitigasi-prevention and preparedness
competencies, kompetensi yang dibutuhkan adalah public health promotion and
education. Pada tahap ini perawat memiliki peran untuk memberikan pendidikan
dan promosi kesehatan terkait pencegahan bencana, tanda-tanda bencana,
penanggulangan bencana oleh masyarakat dan juga respon masyarakat saat terjadi
bencana. Sehingga persiapan yang perlu dilakukan perawat adalah meningkatkan
pengetahuannya terkait bencana dan manajemen bencana.
Penelitian
yang dilakukan oleh Dewi Hermawati (2010) bertujuan mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan dan keterampilan perawat dalam kesiapsiagaan bencana (preparedness) serta menyelidiki hubungan
antara keparahan dan risiko yang dirasakan, pengalaman klinis, pelatihan dan
pendidikan dan juga kehadiran perawat dalam simulasi manajemen bencana di rumah
sakit serta pengetahuan dan keterampilan kesiapan perawat dalam merawat pasien
akibat tsunami. Hasil penelitian menunjukkan keparahan dan risiko yang
dirasakan, pengalaman klinis, pelatihan dan pendidikan memiliki tingkat signifikansi
korelasi yang rendah dengan pengetahuan dan keterampilan perawat yang dirasakan
dalam menghadapi bencana. Hermawati menyimpulkan bahwa diperlukan penyusunan
kurikulum perawat dalam tatanan klinik mengenai kesiapan perawat dalam
menghadapi bencana (Hermawati, 2010).
Penelitian
lain dilakukan oleh Fung dkk (2008) kepada 164 perawat Register Nurse (RN) yang melanjutkan study S 2 Keperawatan di Universitas di Hongkong. Penelitian ini
menyebutkan, untuk mendukung kemampuan perawat dalam penanganan bencana,
terdapat beberapa kompetensi yang harus dipenuhi yaitu: First aid, Basic Life Support
(BCLS), Advanced Cardiovascular Life
Support (ACLS), infection control,
field triage, pre-hospital trauma life support, advanced trauma care nursing, post
traumatic psychological care, dan peri-trauma
counseling (Fung, Loke, and Lai, 2008).
Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Yin dkk (2011) kepada 24 perawat yang menjadi bagian
dalam penanganan bencana gempa bumi di Wenchuan. Hasil penelitian yang
didapatkan terhadap kompetensi yang sangat penting harus dimiliki perawat saat
terjadi bencana adalah; intravenous
insertion, monitoring dan observasi, mas
casualty triage, manajemen pasien trauma (control homeostatis, bandaging, fixation, manual handling), dan mas casualty transportation. Sedangkan
kompetensi yang sering digunakan adalah: debridement
dan dressing, intravenous
insertion, observasi dan monitoring. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat
beberapa kompetensi membutuhkan pelatihan khusus, seperti: mas casualty transportation, emergensi manajemen, dan trauma
manajemen (Yin,He, Arbon, Zhu, 2011).
Kesimpulan
hasil penelitian yang dilakukan Yin dkk (2011), terdapat 11 kompetensi yang
dibutuhkan oleh perawat untuk dapat ikutserta dalam penanganan bencana.
Kompetensi yang harus dimiliki tersebut antaralain; mas casualty transportation, emergency
management, trauma management,
monitor dan observasi, mas casualty
triage, controlling specific
infection, psychological clinis
intervention, CPR, debridement and
dressing, centralvenouse chateterisation,
patient care recording.
Hasil
penelitian yang didapatkan oleh Yin (2011) menunjukkan hasil yang sedikit
berbeda dengan yang dilakukan oleh Fung (2008). Hal ini terjadi karena
partisipan pada masing-masing penelitian memiliki karakteristik berbeda. Pada
penelitian Yin, partisipan yang terlibat mengalami sendiri ikut serta dalam tim
penanganan bencana gempa bumi di Wenchuan, sedangkan partisipan Fung belum
memiliki pengalaman dalam penanganan bencana.
Berdasarkan
beberapa hasil penelitian-penelitian yang telah dijabarkan di atas, kompetensi
yang harus dimiliki perawat dalam persiapan penanganan bencana dapat dirangkum
ke dalam 11 kompetensi. Kompetensi tersebut adalah; public helath promotion and education, mas casualty transportation/prehospital transportation, emergency management (BLS and ACLS), trauma management (BLS dan ATLS),
monitor dan observasi, mas casualty
triage, controlling specific
infection, psychological first aid
and crisis intervention, wound management (debridement and dressing), community health assessment dan terakhir
patient care recording. Kesebelas
kompetensi tersebut diharapkan mampu mencakup keseluruhan peran perawat dalam
tiap tahapan manajemen bencana yang diklasifikasikan oleh ICN yaitu tahap
mitigasi-prevention, preparedness competencies,
response competencies, dan recovery competencies.
Penelitian
yang dilakukan oleh Husna (2011) mendukung kesebelas kompetensi yang telah
disebutkan di atas. Dimana beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat
ketika akan berperan dalam penanganan bencana adalah triage, acute respiratory care, spiritual care, mental health care,
wound care, patient referral, psychosocial care. Selain itu, kompetensi
lain yang memerlukian pelatihan adalah BLS, ATLS, ACLS, BTLS, disaster management, dan mental health care untuk penanganan
tsunami (Husna, 2011).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Manajemen pre hospital
adalah pemberian pelayanan yang diberikan selama korban pertama kali
ditemukan, selama proses transportasi hingga pasien tiba di rumah sakit.
Pelayanan yang diberikan adalah langkah-langkah pertolongan dasar dan
dilanjutkan dengan penanganan advanced
pre hospital.
- Gambaran peran perawat dalam tahap pre hospital penanganan bencana
masih kurang. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri
perawat, kurangnya pengetahuan dan kompetensi dalam penanganan bencana.
- Terdapat sebelas kompetensi yang harus disiapkan
perawat dalam tahap prehospital yaitu; mas
casualty transportation/prehospital transportation, emergency management (BLS and ACLS),
trauma management (BLS dan ATLS),
monitor dan observasi, mas casualty
triage, controlling specific
infection, psychological first
aid, wound management (debridement and dressing), dan terakhir patient care recording.
B. Saran
- Perawat hendaknya lebih proaktif untuk meningkatkan
pengetahuan dan kompetensi dalam manajemen penanganan bencana dengan
mengikuti pelatihan-pelatihan manajemen bencana.
- Rumah sakit hendaknya memberikan dukungan dengan
memfasilitasi diadakannya pelatihan kompetensi-kompetensi yang terkait
manajemen penanganan bencana bagi perawatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Association of
Women’s Health Obstetric and Neonatal Nurses (AWHONN). (2012). The role of the
nurse in emergency preparedness. JOGNN.
41: 322-324.
Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). (2010). Rencana Nasional Penanggulangan Bencana
2010-2014. Safe Comunities Through Disaster Risk Reduction (SC-DRR).
Chan, S, S,
S., Chan, W., Cheng, Y., Fung, O., Lai, T, K., Leung, A, W, K., Leung, K., Li
Sijian, Yip, A., Pang, S. (2010). Development and Evaluation of an
Undergraduate Training Course for Developing International Council of Nurses
Disaster Nursing Competencies in China. Journal
of Nursing Scholarship. 42 (2): 405-413.
Collander, B.,
Green, B., Millo, Y., Shamloo, C., Donnellan, J., & Deatley, C. (2007).
Development of an “All-Hazards” hospital disaster preparedness training course
utilizing multi-modality teaching. Prehospital
and Disaster Medicine. 63-68
Euis Sunarti
(Ed). (2009). Evaluasi Penanggulangan Bencana di Indonesia (Lesson Learned 2006-2007). Pusat Studi
Bencana Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masayarakat Institust
Pertanian Bogor.
Fung, O, W,
M., Loke, A, Y, and Lai, C, K, Y. (2008). Disaster preparedness among Hong Kong
nurses. Journal of Advanced Nursing.
62(6): 698-703.
Goodwin, V, T
(Ed). (2007). Disaster Nursing and Emergency Preparedness: For Chemical,
Biological and Radilogical Terrosism and Other Hazards. Second Edition. Library
of Congress Cataloging. www.ebooke.org
Hermawati, D.
(2010). Nurses’s perceived preparedness
of knowledge and skills in caring for patients attacked by tsunami in Banda
Aceh, Indonesia and Its related factors. The 2nd International
Conference on Humanities and Social Sciences. Faculty of Liberal Arts. Prince
of Songkla University.
Husna Cut.
(2011). Emergency training, education and perceived clinical skills for tsunami
care among nurses in Banda Aceh Indonesia. Nurse
Media Journal of Nursing. 1: 75-86.
Mizam Ari
Kurniyanti. (2012). Peran Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Bencana. Program
Studi Keperawatan STIKES Widya Gamahusada.
Jurnal Ilmiah Kesedatan Media Husada I. Vol 01. No. 01. Agustus .
Raharja,
Eddie. (2010). Pengaruh Kompetensi Kepemimpinan dalam Pengorganisasian
Kesiapsiagaan dan Penggerakan Kegawatdaruratan Bencana Terhadap Kinerja Petugas
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatra Utara. Universitas
Sumatera Utara.
Toha, M.
(2007). Berkwan dengan Ancaman; Strategi dan Adaptasi Mengurangi Resiko
Bencana. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.
Training
Course for Developing International Council of Nurses Disaster Nursing
Competencies in China. Journal of Nursing
Scholarship. 42(4): 405-413.
World Health
Organization (WHO). (2005). Pre hospital
Trauma Care System.
Yin. H., He.
H., Arbon, P., Zhu. J. (2011). A survey of the practice of nurse’s skills in
Wenchuan earthquake disaster sites; implication for disaster training. Journal of Advanced Nursing. 67(10):
2231-2238.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar