Kegiatan
Belajar 4
|
A.
KONSEP
SINDROM KORONER AKUT
1.
Definisi
Sindrom koroner akut (SKA)
adalah kumpulan keadaan dan gejala yang disebabkan adanya penurunan pasokan
oksigen secara tiba-tiba ke otot jantung (miokar) akibat adanya rupture atau
robekan pada plak aterosklerosis. Gambaran klinis SKA terdiri dari angina pectoris tidak stabil
(UAP), infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI), dan infark miokard non ST
elevasi (N-STEMI).
2.
Patofisiologi
SKA umumnya disebabkan oleh
proses artherosklerosis yang progresiif. Di bawah ini merupakan pathway
terjadinya SKA.
Gambar: Pathway SKA
Proses terjadinya SKA
diawali adanya penimbunan lemak pada tunika intima yang menjadi plak fibrosus
dan menjadi ateroma dan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah koroner
sehingga pasokan darah ke otot miokard menurun. Adanya pencetus ateroma menjadi
ruptur akan mengawali timbulnya proses thrombosis hingga terjadi sumbatan total
di pembuluh darah koroner, kondisi ini menimbulkan perubahan pada segmen ST (ST
elevasi/Non ST elevasi).
Penurunan suplai darah,
oksigen dan nutrisi pada otot jantung juga mengakibatkan perubahan metabolism
aerob menjadi anerob hal ini memicu pelepasan enzim jantung CKB dan protein
kontraktil Troponin T dan I dan terakumjulasi dalam siste peredaran darah hasil
akhir dari metabolime juga bisa menimbulkan penumpukan aslam laktat yang
ditenggarai sebagai penyebab timbulnya nyeri dada.
3.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis sangat
penting dalam penegakan diagnos SKA yang meliputi anamnesa terhadap adanya
nyeri dada, EKG, dan pertanda jantung (cardiac
marker).
a.
Nyeri dada
Nyeri dada terutama dirasakan di daerah sub sterna
dan bisa menjalar ke lengan kiri atau kanan, ke rahang, bahu. Keluhan biasanya
berupa sensasi terbakar, tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas, seperti
diremas, atau hanya berupa keluhan tidak nyaman di dada. Keluhan sering
disertai keringat dingin, mual, muntah atau pingsan.
b.
Elektrokardiogram
Hasil berupa perubahan segment ST baik ST elevasi
mauapun deprese atau adanya inverse gelombang Tdapat memberikan gambaran
kejadian SKA.. Harus dilengkapai dengan pemeriksaan cardiac marker.
c.
Pertanda Jantun (Cardiac Marker)
Pemeriksaan enzyme jantung pada kejadian injury
miokard akan memberikan hasil yang signifiokan. Pemeriksaan enzyme jangtung ini
juga harus dilakukan secara serial periodic 4-6 jam karena enzyme jantung akan
terakumulasi dalam aliran darah apabila otot-otot jantung mengalami
kerusakan/infark.
Enzyme yang spesifik antaralain CKMB dan troponin T.
·
CKMB meningkat pada 3-4 jam setelah infark
·
Trop[oni T meningkat pada 3-4 jam setelah infark
4.
Spektrum ACS dan Stratifikasi ACS
Ada tiga spectrum klinis dari SKA yang ditegakkan atas
dassa manifestasi klinis itu:
a.
STEMI
(Miokard Infrak dengan ST Elevasi)
b.
N-STEMI
(Miokard Infrak Non-ST Elevasi)
c.
UAP
(Angina Pectoris Unstable)
Tanda dan Gejala
|
Keluhan
|
EKG
|
Petanda Jantung
|
Spektrum
|
|||
STEMI
|
Nyeri dada khas lebih dari
20 menit tidak hilang dengan istirahat dan pemberian nitrat
|
ST segemen elevasi > 1
mm di dua leada atau lebih yang berhubungan
|
CKMB atau Trop T à meningkat
|
N-STEMI
|
Nyeri dada khas lebih dari
20 menit tidak hilang dengan istirahat dan pemberian nitrat
|
- ST elevasi ≠
- ST depresi
- T inverse
|
CKMB atau Trop T à meningkat
|
UAP
|
Nyeri dada khas lebih dari
20 menit timbul saat istirahat, bersifat progresif
|
- ST elevasi ≠
- ST depresi
- T inverse
|
Ckmb DAN trop tidak meningkat
|
5.
Stratifikasi Risiko SKA
Tatalaksana awal
pada pasien yang dicurigai STEMI dapat didukung dengan menentukan stratifikasi
risiko sesuai dengan prognosis pasca serangan. Di bawah ini merupakan tabel
klasifikasi STEMI dengan Klasifikasi Killip berdasarkan pada pemeriksaan fisik
sederhana dan TIMI Risk score STEMI.
a. Klasifikasi Killip berdasarkan pada
pemeriksaan fisik sederhana
Tabel: Klasifikasi Killip
Klas
|
Definisi
|
Mortalitas (%)
|
I
|
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
|
6
|
II
|
+ S3 dan atau ronki basah
|
17
|
III
|
Edema Paru
|
30-40
|
IV
|
Syok Kardiogenik
|
60-80
|
*Modifikasi dari:
ACC/AHA Practice Guidlines STEMI (Antman et
al., 2004)
b.
TIMI Risk score STEMI
Tabel : TIMI Risk score
STEMI
Faktor Risiko
|
Poin
|
Usia 65-74 tahun
|
2
|
Usia > 75 tahun
|
3
|
Diabetes Melitus/hipertensi atau
angina
|
1
|
Tekanan darah sistolik <100mmHg
|
2
|
Frekuensi jantung >100
|
2
|
Klasifikasi Killip II-IV
|
2
|
Berat <67 kg
|
1
|
Elevasi ST anterior atau LBBB
|
1
|
Waktu ke reperfusi > 4 jam/ Onset >24 jam
|
1
|
Skor Total
|
14
|
*Modifikasi
dari: ACC/AHA Practice Guidlines STEMI (Antman et al., 2004)
Kesimpulan Risiko:
< 7 : rendah
7 – 10 : sedang
>10 : tinggi
c.
TIMI
Risk Skor N-STEMI
Faktor Risiko
|
Poin
|
Usia ≥ 65 th
|
1
|
Usia ≥ 75 tahun
|
1
|
Mempuanyai
3 ≥
faktor risiko PJK
|
1
|
Penggunaan
ASA dalam 7 hari terakhir
|
1
|
Diketahui
menderita PJK terdapat stenosis > 60%
|
1
|
PRESENTASI
|
|
Riwayat
Nyeri dada ≥ 2 kali dalam 24 jam
|
1
|
Cardiac
marker meningkat
|
1
|
Deviasi
segmen ST ≥
0.5 mm
|
1
|
Skor Total
|
7
|
*Modifikasi
dari: ACC/AHA Practice Guidlines STEMI (Antman et al., 2004)
Kesimpulan
Risiko:
0
– 2 : rendah
3
– 4 : sedang
5
– 7 : tinggi
B.
PENATALAKSANAAN
AKUT KORONARI SINDROM
1.
Tujuan
Penanganan
a.
Penanganan kegawatdaruratan diperlukan untuk
menegakkan diagnosa secara cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko,
menghilangkan atau mengurangi nyeri dada dan pencegahan atau penanganan henti
jantung.
b.
Penanganan dini untuk membuat keputusan segera
terapi reperfusi untuk membatasi perluasan infark dan mencegah komplikasi
lanjutan seperti gagal jantung, aritmi yang mengancam.
c.
Penanganan selanjutnya untuk menanganai komplikasi mencegah terjadinya perkembangan penyakit arteri
koroner, infark baru, gagal jantung dan kematian.\
2.
Penanganan
Prehospital
Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan pada fase prehospital oleh tenaga kesehatan di
ambulan ataupun di primary care
adalah (O’Gara et al., 2013; Steg et al., 2012; Irmalita
et al.; 2009, Antman et al., 2004):
a. Kaji
kepatenan Airway, Breathing dan Circulation.
b. Lakukan
perekaman EKG 12 lead dan monitoring hasil perekaman EKG.
c. Berikan
oksigen (saturasi dipertahankan >90%), Aspirin (dikunyah), Isosorbit
Dinitrat diberikan 5 mg Sublingual (dapat diulang 3x), Morfin IV dapat
diberikan jika nyeri tidak teratasi dengan nitrat
d. Lakukan
rujukan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta peralatan PCI.
Hubungi rumah sakit untuk menyiapkan tempat, peralatan dan tenaga yang
diperlukan guna penanganan lanjutan STEMI
Gambar: Alur penanganan STEMI pre to in hospital
(Antman et al., 2004; ACC/AHA Pocket Guideline, 2004)
3.
Penanganan
di Rumah Sakit
Tujuan tatalaksana pasien STEMI di IGD adalah
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien dan tidak
menunda dilakukannya reperfusi baik trombolisis ataupun PPCI (Primary Percutaneus Coronary Intervention).
Pemberian trombolisis dapat dilakukan dengan target waktu 30 menit (Door-to-Drug) dan pada pelaksanaan PPCI
adalah 90 menit (Door-to-Ballon)
sejak pertama kali pasien tiba di IGD rumah sakit (O’Gara et al.,
2013; Thuresson, 2012).
Tatalaksana umum dan terapi pada pasien STEMI (O’Gara
et al., 2013; Steg et al., 2012; Irmalita et al., 2009)
a.
Oksigen 3-4 Liter/menit: Suplemen oksigen
harus diberikan dan saturasi dipertahankan >90%. Pada semua pasien STEMI
tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin:
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 5 mg
Sublingual (dapat diulang 3x) dengan interval 5 menit.
- Morfin:
Sangat efektif mengurangi nyeri dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana STEMI jika nyeri tidak teratasi dnegan nitrat.
- Aspirin:
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI. Dosis yang dapat
diberikan 160-325 mg di ruang emergensi, dan selanjutnya dapat diberikan
peroral dengan dosis 75-162 mg.
- Penyekat
Beta : Jika morfin tidak berhasil
mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta intravena dapat menjadi
alternative salah satunya
dengan Clopidogrel 300 mg.
c. Terapi
reperfusi
- Primary
Percutaneous Coronary Intervention (PPCI)
Merupakan
intervensi perkutan koroner yang tanpa didahului pemberian fibrinolitik. PPCI
efektif mengembalikan perfusi pada STEMI beberapa jam pertama setelah terjadi
infark miokard akut. PPCI dianjurkan pada presentasi ≥ 3 jam setelah onset.
Harus dipastikan juga waktu kontak antara pasien tiba di IGD hingga inflasi
balon adalah < 90 menit. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa PCI lebih
efektif dibandingkan dengan terapi fibrinolitik. Namun, pelaksanaan PCI harus
memperhatikan ada tidaknya kontraindikasi PPCI yaitu gagal jantung kongestif
dan Killip ≥3 (O’Gara et al., 2013; Steg et al., 2012; Irmalita et al., 2009).
Gambar:
Percutaneous Coronary Intervention
- Fibrinolitik
Terapi
fibrinolitik dapat dilakukan dengan presentasi ≤ 3 jam, dan akan lebih
bermanfaat jika < 30 menit sejak pasien masuk di ruang IGD.
-
CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
Gambar: Jantung yang dilakukan CABG
C.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Airway
: periksa kepatenan
jalan nafas, lihat jika terdapat kesulitan untuk bernafas.
Breathing : pasien umumnya mengeluh sesak nafas, terasa berat untuk
bernafas (ampeg), RR meningkat, adanya usaha untuk bernafas lebih kuat,
dispneu, adanya penggunaan otot bantu
nafas, adanya nafas cuping hidung, pada beberapa kondisi terdengar suara ronkhi
dan wheezing pada saat auskultasi.
Circulation : Peningkatan HR, nadi terapa kuat dan cepat, pucat,
diaphoresis, peningkatan vena jugularis, TD dapat meningkat atau menurun,
gamabaran EKG terdapat
Disability : periksa adanya penurunan kesadaran, keluhan pusing dan
sinkop biasanya terjadi.
Keluhan Nyeri Dada :
Paliatif/Profokatif : Nyeri dapat timbul secara tiba-tiba, dengan atau tanpa
pemicu.
Quality : seperti ditekan, ditindih benda berat. Gejala
juga
biasanya disertai dengan gejala lain yitu: mual, muntah, keringat dingin, dan
berdebar-debar, sesak nafas.
Regio : Pasien umumnya
mengeluhkan adanya nyeri dada di tengah yang menjalar ke lengan, rahang, atau
leher, bahu, punggung
belakang.
Scale : dapat dangat berat 8 – 10
Time : Nyeri biasanya
dirasakan lebih lebih dari 30 menit dan tidak berkurang setelah diberi
nitrogliserin pada STEMI dan
pada UAP dan N-STEMI dapat berkurang dengan pemberiann nitrat.
Prosedur Diagnostik :
·
EKG :
Monitor EKG kaji adanya aritmia, Rekam EKG lengkap dah perhatikan adanya T
inverted, ST depresi atau Q patologis.
·
Laboratorium :
darah rutin, CKMB, Trop T, fungsi ginjal, fungsi hati, Profil lipid
·
Foto Thorak
·
Ekokardiogravi : Melihat fungsi jantung
·
Katertersai : melihat lokasi sumbatan
2.
Masalah
Keperawatan
a.
Nyeri
b.
Penurunan curah jantung
c.
Gangguan perfusi miokard
d.
Intoleransi aktifitas
3.
Intervensi
a.
Tujuan
Utama Intervensi
·
Menurunkan kebutuhan oksigen
·
Meningkatkan suplai oksigen ke miokard
·
Mencegah perluasan kerusakan miokard
·
Mencegah komplikasi
b.
Intervensi
Umum ACS di IGD
·
Tirah baring / berikan posisi nyaman
·
Observasi tanda-tanda vital dan perhatikan
obat-obatan yang dapat menurunkan atau meningkatakn detakan darah seperti
dopamine dan dobutamin.
·
Memasang infuse
·
Memonitor EKG 12 lead atau dengan bedside monitor
·
Kolaborasi dengan pemberian:
-
Oksigen 3-4 liter/menit
-
Obat: nitrogliserin, beta bloker, Calsium ANtagnois,
Morfin, Antikoagulan dna trombolitik.
·
Bantu aktifitas sehari-hari
·
Cek darah rutin
·
Observasi setiap efeks amping obat
D. REFERENSI
- Sheehy’s. (2010). Emergency Nursing Principles and Practice; sixth Edition. Mosby Elsevier
2. American
Heart Association (AHA). (2011). ACLS
for Healthcare Providers; Student Manual. United States of
America.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar