Kegiatan
Belajar 1
KONSEP
BANTUAN HIDUP DASAR
Oleh:
Anissa Cindy Nurul Afni, S. Kep., Ns.,
M. Kep
1. Pengertian
dan Perkembangan BHD
Berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai
beberapa menit, akan menyebabkan asupan oksigen ke dalam otak terhenti, yang
kemudian akan terjadi hipoksia otak yang mengakibatkan kemampuan koordinasi
otak untuk menggerakkan organ otonom menjadi terganggu, seperti gerakan denyut
jantung dan pernapasan. Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan
sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walupun tidak
sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti napas,
kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih mampu
mensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi
diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme
tersedia dan henti jantung dapat dicegah.
Kasus-kasus penyebab terjadinya henti jantung dan henti napas
dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Contoh kasusnya
antara lain adalah tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas, menghirup asap,
kercunan obat, tersengat listrik, tercekik, trauma, MCI (myocardial
infarction) atau gagal jantung, dan masih banyak lagi. Kondisi diatas,
ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi karotis dan tidak adanya gerakan
napas dada.
Dalam American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care 2010, AHA menekankan fokus bantuan hidup dasar pada Chain
of Survival (Rantai
Kelangsungan Hidup):
a.
Early recognition and
activation. Melakukan pengenalan segera pada
kondisi henti jantung dan mengaktivasi sistem respons gawat darurat (EMS/Emergency
Medical Responses)
b.
Early CPR. Memberikan resusitasi jantung paru sedini mungkin
c.
Early defibrillation. Melakukan defibrilasi sesegera mungkin. Pada tempat dan
fasilitas umum, biasanya tersedia AED (Automated External Defibrillation)
d.
Effective advanced life
support. Melakukan pemberian bantuan hidup
lanjut dengan efektif
e.
Integration of
post-cardiac arrest care. Melakukan pemberian
perawatan pasca henti jantung yang terintegrasi.
Gambar: Chain of Survival (Rantai Kelangsungan
Hidup)
Bantuan hidup dasar meliputi mata
rantai 1 sampai dengan mata rantai 3, sedangkan mata rantai 4 dan 5 termasuk
pemberian bantuan hidup lanjut (BHL). Setiap
orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba mengalami henti
jantung.
Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi lain yang didasarkan pada
bukti yang telah dipublikasikan, yaitu:
a. Pengenalan segera henti jantung (suddent cardiact arrest)
didasarkan pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas
normal (seperti, korban tidak bernapas atau hanya gasping/terengah-engah).
Penolong tidak boleh menghabiskan waktu lebih dari 10 detik untuk melakukan
pemeriksaan nadi. Jika nadi tidak dapat dipastikan dalam 10 detik, maka
dianggap tidak ada nadi dan RJP harus dimulai atau memakai AED (automatic
external defibrilator) jika tersedia.
b. Perubahan pada RJP ini berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi
tapi tidak pada bayi baru lahir.
c. “Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari
algoritme bantuan hidup dasar.
d. Jumlah kompresi dada setidaknya 100 kali per menit.
e. Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of
spontaneous circulation (ROSC).
f. Kedalaman kompresi untuk korban dewasa telah diubah dari 1 ½ - 2
inchi menjadi sedikitnya 2 inchi (5 cm).
g. Peningkatan fokus untuk memastikan bahwa RJP diberikan dengan high-quality
didasarkan pada :
·
Kecepatan dan kedalaman
kompresi diberikan dengan adekuat dan memungkinkan full chest recoil antara
kompresi
·
Meminimalkan interupsi saat
memberikan kompresi dada
·
Menghindari pemberian
ventilasi yang berlebihan
- Tujuan dari BHD adalah:
a. Mencegah berhentinya sirkulasi darah atau berhentinya pernapasan
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (melalui kompresi
dada) dan ventilasi (melalui bantuan napas penolong) dari pasien yang mengalami
henti jantung atau henti napas melalui rangkaian kegiatan Resusitasi Jantung
Paru (RJP).
3. Algoritma
BHD
Berikut ini adalah algoritma bantuan hidup dasar berdasarkan 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovacular Care, yaitu :
Gambar: Algoritma BHD untuk Tenaga Kesehatan
- Cek Respon
Pastikan dengan memanggil
nama/sebutan yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu
dengan mantap. Prosedur ini disebut sebagai teknik “touch and talk”. Hal ini cukup untuk membangunkan orang
tidur atau merangsang seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon,
kemungkinan pasien tidak sadar.
Terdapat
tiga level tingkat kesadaran, yaitu:
1)
Sadar penuh: sadar,
berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat
2)
Setengah sadar: mengantuk atau bingung/linglung
3)
Tidak sadar: tidak
berespon
Jika pasien berespon Tinggalkan pada posisi dimana
ditemukan dan hindari kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi. Analisa
kebutuhan tim gawat darurat.
1)
Jika
sendirian, tinggalkan pasien sementara, minta bantuan
2)
Observasi
dan kaji ulang secara regular
Jika pasien tidak berespon
1) Berteriak minta tolong
Gambar: Meminta Pertolongan
2) Atur posisi pasien. Sebaiknya pasien terlentang pada
permukaan keras dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi terlentang,
terlentangkan pasien dengan teknik „log roll’, secara bersamaan kepala,
leher dan punggung digulingkan.
3) Atur posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu
pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru (RJP).
4) Cek nadi karotis
a)
AHA Guideline 2010 tidak menekankan pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk
menilai henti jantung karena penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi
nadi. Jikadalam lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada
harus dimulai.
b)
Penolong
awam tidak harus memeriksa denyut nadi karotis.
Gambar: Memeriksa nadi karotis
Anggap cardiac
arrest jika pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas tapi
tidak normal (hanya gasping)
- Circulation (Sirkulasi)
Compressions
Bila tidak ada nadi
1) Mulai lakukan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi
a)
Lutut berada di sisi bahu
korban
b)
Posisi badan tepat diatas
dada pasien, bertumpu pada kedua tangan
c)
Letakkan salah satu tumit
telapak tangan pada ½ sternum, diantara 2 putting susu dan telapak tangan
lainnya di atas tangan pertama dengan jari saling bertaut atau dua jari pada
bayi ditengah dada
d)
Tekan dada lurus ke bawah
dengan kecepatan setidaknya 100x/menit (hampir 2 x/detik)
AHA Guideline 2010 merekomendasikan
High Quality CPR :
a) Kompresi dada dilakukan cepat dan dalam (push and hard)
b) Kecepatan adekuat setidaknya 100 kali/menit
c) Kedalaman adekuat
·
Dewasa : 2 inchi (5 cm), rasio 30 : 2 (1 atau 2 penolong)
·
Anak : 1/3 AP (± 5 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2
penolong)
·
Bayi : 1/3 AP (± 4 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2
penolong)
d) Memungkinkan terjadinya complete chest recoil atau
pengembangan dada seperti semula setelah kompresi, sehingga chest
compression time sama dengan waktu relaxation/recoil time.
Gambar:
Resusitasi Jantung Paru
c. Airway (Jalan Napas)
Pastikan jalan napas terbuka dan bersih yang
memungkinkan pasien dapat bernapas.
Bersihkan jalan napas
·
Amati suara napas dan
pergerakan dinding dada
·
Cek dan bersihkan dengan menyisir
rongga mulut dengan jari, bisa dilapisi dengan kasa untuk menyerap cairan.
·
Dilakukan dengan cara jari
silang (cross finger) untuk membuka mulut.
Gambar: membuka jalan napas
Membuka jalan napas
Secara perlahan angkat dahi dan
dagu pasien (Head tilt & Chin lift) untuk buka jalan napas
1)
Head
Tilt & Chin Lift
a)
Membaringkan
korban terlentang pada permukaan yang datar dan keras
b)
Meletakkan
telapak tangan pada dahi pasien
c)
Menekan
dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan
d)
Meletakkan
ujung jari telunjuk dan jari tengah dari tangan lainnya di bawah bagian ujung
tulang rahang pasien
e)
Menengadahkan
kepala dan menahan/menekan dahi pasien secara bersamaan sampai kepala pasien
pada posisi ekstensi
Gambar:
Head tilt Chin lift
2)
Jaw
Trust
a)
Membaringkan
korban terlentang pada permukaan yang datar dan keras
b)
Mendorong
ramus vertikal mandibula kiri dan kanan ke depan sehingga barisan gigi bawah
berada di depan barisan gigi atas, atau,
c)
Menggunakan
ibu jari masuk ke dalam mulut korban dan bersama dengan jari-jari yang lain
menarik dagu korban ke depan, sehingga otot-otot penahan lidah teregang dan
terangkat
d)
Mempertahankan
posisi mulut pasien tetap terbuka
3)
Ambil
benda apa saja yang telihat
4)
Pada
bayi, posisi kepala harus normal
5)
Cek
tanda kehidupan: respon dan suara napas
6)
Jangan
mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya untuk membuka jalan napas,
karena bisa berakibat cedera leher.
Gambar: Jaw Trust
AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk :
1)
Gunakan
head tilt-chin lift untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada
trauma kepala dan leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko
cedera spinal meningkat jika pasien mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS
<8.
2)
Gunakan
jaw thrust jika suspek cedera servikal.
3)
Pasien
suspek cedera spinal lebih diutamakan dilakukan restriksi manual (menempatkan
1 tangan di ditiap sisi kepala pasien) daripada menggunakan spinal
immobilization devices karena dapat mengganggu jalan napas tapi alat ini
bermanfaat mempertahankan kesejajaran spinal selama transportasi
Jalan Napas Tersumbat
1)
Miringkan
pasien ke salah satu sisi
2)
Keluarkan
apa saja objek yang terlihat dalam mulut
·
Ambil
gigi/palsu yang lepas
·
Tinggalkan
gigi palsu yang utuh pada tempatnya
Jalan Napas Bersih
1)
Pertahanakan
jalan napas terbuka dan cek adanya pernapasan normal
2)
Jika
dalam beberapa menit terdengar suara seperti gurgling, atau batuk dengan
pergerakan dada dan abdomen, perlakukan tetap seperti tidak bernapas, karena
pernapasan ini tidak efektif.
d. Breathing (Pernapasan)
Jika pasien bernapas :
Gulingkan ke arah recovery
position
Observasi secara regular
Jika tidak bernapas:
Berikan 2 x napas buatan
1) Mulut ke mulut/hidung atrau mouth
to mask
·
Tutup hidung pasien
·
Tiup ke dalam mulut pasien
sekitar 1 detik
·
Lihat
adanya pengembangan dada pada tiap tiupan
·
Beri tiupan yang kedua
·
Bila melalui hidung, mulut
pasien harus ditutup
Gambar: Mouth to Mask
2) Bag Valve Mask
·
Bisa digunakan secara
efektif bila penolong minimal berdua
·
Oksigen dapat diberikan
hingga 85% kapasitas reservoir
Gambar: Bag Valve Mask
Prosedur :
o
Memilih ukuran mask yang
sesuai dengan pasien dan memasangnya pada wajah pasien
o
Menghubungkan bag dengan
mask, jika belum tersambung
o
Meletakkan bagian yang
menyempit (apeks) dari masker di atas batang hidung pasien dan bagian yang
melebar (basis) diantara bibir bawah dan dagu
o
Menstabilkan masker pada
tempatnya dengan ibu jari dan jari teluntuk membentuk huruf “C”. Menggunakan
jari yang lainnya pada tangan yang sama untuk mempertahankan ketepatan posisi
kepala dengan mengangkat dagu sepanjang mandibula dengan jari membentuk huruf
“E”
o
Memberikan ventilasi dengan
mengempiskan bag dengan menggunakan tangan lainnya
o
Mengobservasi pengembangan
dada pasien selama melakukan ventilasi
Salam kenal ya SIsta dan AGan yang baik :-)
BalasHapusJangan lupa mampir ya ke blog aku ^^
https://tasyataipanqq.blogspot.com/2017/11/5-mitos-tentang-hewan-berwarna-hitam.html?zx=75263fe9f7804d89